Share

Bab 4

Part 4

 

 

Mendengar pertanyaan yang keluar dari mulutku, Mas Reno mengernyitkan dahinya.

 

"Maksud Mama?" tanyanya bingung.

 

"Jangan pura-pura, Pa. Di rumah ini cuma ada Papa dan Andre. Sementara kita sama-sama tahu, Ning nggak pernah keluar rumah kecuali ke supermarket atau ke mall, itu pun nggak lama. Ning juga nggak pernah menunjukkan gelagat atau pernah bercerita kalau dia memiliki kekasih. Lalu siapa yang punya kesempatan untuk berhubungan sama dia kalau bukan Papa atau ... Andre! Tapi aku nggak percaya kalau anak kita akan berani melakukan hal itu pada Ning. Jadi kesimpulan mama ... kesimpulan mama ... Papa pasti ada hubungannya dengan kehamilan Ning. Iya 'kan? Ngaku aja, Pa. Biar Papa nggak dihantui arwah Ning lagi seperti subuh tadi. Kalau Papa nggak punya hubungan apa-apa sama Ning, kenapa dari sebanyak ini orang, cuma Papa yang didatangi?" tanyaku seru.

 

Saking sudah dikuasai oleh rasa curiga, aku sampai tak bisa lagi menahan diri hingga mengucapkan begitu saja apa yang terlintas dalam benakku yang tidak seharusnya kuucapkan di depan orang lain seperti Bapak dan Ibu Ning ini.

 

Ya. Aku memang sudah tak bisa lagi menguasai diri hingga akal dan benakku buntu dan lepas kontrol seperti ini.

 

"Mama keterlaluan! Apa buktinya Papa punya hubungan sama Ning? Apa Mama pikir Papa sudah gila hingga tega melakukan itu pada pembantu sendiri? Ma, Papa ini orang beragama. Papa sholat. Untuk apa Papa beribadah kalau nggak bisa membedakan mana yang halal dan mana yang haram? Menghamili anak orang dan nggak mau tanggung jawab? Mama juga tega menyebut-nyebut anak sendiri sebagai laki-laki yang punya kemungkinan melakukan itu? Apa nggak ada tuduhan lain, Ma? Apa Mama sudah gila?" Mas Reno menatapku tajam sembari menahan gejolak emosi pada dirinya supaya tidak terpancing dan ikut-ikutan meledak mengingat saat ini kami sedang bersama kedua orang tua Ning yang hanya diam terpaku melihat pertengkaran kami.

 

"Ma, Ning itu kan nggak selalu di rumah. Kadang saat weekend dia keluar juga kan walaupun cuma sebentar? Kita nggak tahu lho apa yang sudah terjadi di luar. Bisa saja dia punya pacar dan nggak ngomong ke kita karena malu? Yang jelas, Papa nggak pernah berbuat tidak senonoh dengan Ning, dan Papa berani bersumpah di atas Al-Qur'an kalau Mama masih meragukan itu!" sambung Mas Reno kembali dengan nada tegas.

 

Mendengar pembelaan diri Mas Reno, nyaliku sedikit menciut. Aku tahu suamiku itu tidak pernah main-main. Seperti sudah kukatakan sebelumnya, lelaki itu nyaris tidak pernah menyembunyikan rahasia padaku.

 

Jadi, jika dia berkata tidak, bahkan sampai berani bersumpah di atas kitab suci untuk membuktikan jika dirinya tidak bersalah, maka kemungkinan besar, Mas Reno berkata benar.

 

Ia tidak berbohong dan tidak menyembunyikan rahasia kelam di belakangku.

 

Tapi, kalau begitu lantas siapa laki-laki yang sudah menghamili Ning? Apa mungkin Andre? Putraku itu memang sudah beranjak dewasa. Usianya sudah menginjak sembilan belas tahun dan sudah pasti telah memiliki gairah terhadap lawan jenis.

 

Namun, mungkinkah ia melampiaskan pada asisten rumah tangga kami dan tak mau bertanggungjawab karena takut kami marah dan tidak terima? Kalau pun iya, tentu kami sebagai orang tua akan berusaha mencarikan jalan keluar supaya tidak berakhir tragis seperti ini. Semua pasti ada jalan keluarnya asalkan Ning tidak harus bunuh diri seperti ini. 

 

"Bu, Pak. Sudah. Sekarang bukan waktunya lagi kita bertengkar. Anak saya sudah meninggal dunia dan sekarang sedang diselidiki sebab kematiannya. Alangkah baiknya waktu yang ada kita gunakan untuk mendoakannya. Apalagi Ibu bilang tadi, arwah Ning sempat mendatangi Pak Reno. Kalau menurut orang tua-tua itu artinya, arwah Ning belum tenang di alam sana. Jadi, saya mohon, Bapak dan Ibu jangan bertengkar lagi dan sama-sama membantu mendoakan anak saya," sela Bapak Ning dengan suara bergetar.

 

Laki-laki berusia empat puluhan tahun itu terlihat menundukkan wajah dengan raut tertekan. Wajar, jangankan lelaki itu, aku saja sebagai majikan sangat tertekan oleh kejadian yang baru saja terjadi ini hingga akal dan pikiran nyaris buntu dan menuduh yang tidak-tidak pada suami dan anak kandung sendiri.

 

"Ya, Bapak benar. Maafkan saya dan istri saya yang begitu merasa kehilangan Ning hingga tak bisa mengontrol diri seperti ini, ya Pak. Sekarang, lebih baik kita fokus mendoakan Ning supaya dilapangkan jalannya menuju sang Pencipta. Nanti setelah sholat Isya, kita sama-sama doa ya buat ketenangan arwah Ning.  Sekarang Bapak dan Ibu silahkan istirahat dulu karena dari tadi belum istirahat kan? Ma, tolong antar Ibu dan Bapak Ning ke kamar tamu biar bisa istirahat. Nanti habis sholat Isya, baru kita sama-sama doa. Jangan membantah. Papa nggak mau bertengkar lagi!" ucap Mas Reno dengan nada tegas.

 

Mendengar ucapannya, aku hanya menganggukkan kepala. Kali ini aku tak mau lagi membantah dan bertengkar dengan suamiku. 

 

Mas Reno benar, aku tak punya bukti untuk menuduhnya dan semuanya memang masih menjadi misteri yang belum terpecahkan hingga saat ini.

 

💌💌💌💌💌💌

 

"Ma, Andre kemana ya? Kok dari sore belum pulang juga?" tanya Mas Reno saat kami selesai sholat Isya dan rencana sebentar lagi akan membaca doa sama-sama untuk ketenangan arwah Ning di alam sana.

 

Mendengar pertanyaan Mas Reno, aku seolah baru tersadar jika putra satu-satunya kami itu sejak pamit keluar sore tadi memang belum juga pulang.

 

Padahal hari ini hari Minggu. Andre tidak kuliah dan tidak biasanya keluar malam seperti ini.

 

"Nggak tahu, Pa. Tadi pamit ke mana sih? Soalnya mama nggak konsentrasi jadi nggak dengar waktu dia pamit keluar tadi?" tanyaku balik dengan kening berkerut.

 

"Sama. Papa juga. Tapi biasanya dia cuma ke rumah teman-temannya aja kan?"

 

"Iya sih. Tapi tumben ya, sudah lama teman-teman Andre nggak pada main ke sini? Biasanya kan ngumpul terus di sini. Apalagi kita sedang ada musibah, harusnya mereka empati. Bukan Andre yang ke sana cari teman buat nenangin diri, tapi mereka yang ke sini untuk menghibur Andre, karena bagaimana mereka pasti tahu, bagi kita Ning bukan lagi orang lain."

 

"Iya, Ma. Tapi Papa curiga, jangan-jangan ... ."

 

💌💌💌💌💌

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status