Share

Bab 5

Part 5

 

"Iya sih. Tapi tumben ya, sudah lama teman-teman Andre nggak pada main ke sini? Biasanya kan ngumpul terus di sini. Apalagi kita sedang ada musibah begini, harusnya mereka empati. Bukan Andre yang ke sana cari teman buat nenangin diri, tapi mereka yang ke sini untuk menghibur Andre, karena bagaimana mereka pasti tahu, bagi kita Ning bukan lagi orang lain."

 

"Iya, Ma. Tapi Papa curiga, jangan-jangan ... ."

 

"Jangan-jangan apa, Pa?" Aku menatap Mas Reno dengan kening berkerut. Menunggu kelanjutan ucapan suamiku itu.

 

Melihatku menatapnya tajam, Mas Reno terlihat kikuk. 

 

"Ehm, bukan maksud Papa suudzon, tapi ... bisa saja kan di antara teman-teman Andre itu ada yang ... memiliki perasaan spesial pada Ning dan melakukan perbuatan terkutuk itu ...?"

 

Gludak! Prang!

 

Belum selesai Mas Reno berucap, tiba-tiba terdengar bunyi benda jatuh dari atas lemari tepat di depan kami.

 

Entah tersebab apa, lampu cas yang kuletakkan di atas lemari kamar tiba-tiba jatuh menimpa lantai dengan sendirinya hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras.

 

Sontak aku terkejut dan melompat ke arah Mas Reno yang terlihat juga sama terkejutnya mendengar suara benda jatuh itu.

 

Suamiku itu bahkan terlihat tegang dan berkali-kali mengucap istighfar.

 

Aku menyelundupkan kepala ke dalam pelukan Mas Reno. Rasanya saat ini aku benar-benar merasa takut. Takut jika arwah Ning benar-benar gentayangan dan tak mau pergi dari rumah ini. Aku bukan orang yang berani menghadapi gangguan makhluk dari alam berbeda soalnya.

 

"Tenang, Ma. Kita keluar saja yuk. Ajak Bapak dan Ibu Ning makan malam, setelah itu baru doa sama-sama supaya arwah Ning tenang di alam sana. Soal Andre, biar saja dulu. Ini kan belum terlalu malam. Mungkin dia masih nyaman di luar sama teman-temannya, maklum anak muda. Nanti kalau nggak pulang-pulang juga, baru kita telpon."

 

"Iya, Pa."

 

Aku menganggukkan kepala lalu dengan masih dikuasai rasa takut, beranjak mengikuti langkah Mas Reno duluan keluar dari kamar dengan perasaan tegang.

 

💌💌💌💌💌

 

"Bu, tadi suara apa ya? Kok kenceng sekali terdengar sampai ke kamar kami?" tanya Bapak Ning saat aku berdua Mas Reno mengajak sepasang suami istri itu makan malam bersama.

 

Mendengar pertanyaan itu, aku dan Mas Reno saling pandang.

 

Apa harus kukatakan bahwa lampu cas yang tergeletak di atas lemari jatuh dengan sendirinya saat kami sedang membicarakan Andre dan teman-temannya?

 

Ya, aku tak mau lagi bersikap suudzon dan curiga tak beralasan pada orang lain sebelum mendapatkan bukti yang jelas.

 

Aku sadar hal itu tidak ada gunanya. Seperti saat aku menuduh Mas Reno tadi. Untunglah suamiku itu bukan tipe laki-laki pemarah dan gampang terpancing emosi sehingga tuduhan dariku dapat ia patahkan dengan tenang karena kemungkinan besar ia memang tidak bersalah.

 

Tapi bagaimana jika aku melayangkan tuduhan itu begitu saja di hadapan Andre atau pun teman-temannya? Apakah mereka akan bisa terima dan membela diri dengan tenang atau sebaliknya akan bersikap emosional hingga melawanku dan aku tak berdaya karena terus terang tak punya bukti yang kuat? 

 

Ya, mulai sekarang sepertinya aku harus belajar menahan diri dan berusaha menguak semua tabir kematian Ning dengan lebih sabar dan hati-hati. Apalagi hasil penyelidikan polisi juga belum keluar, apakah Ning meninggal akibat rekayasa atau benar-benar murni bunuh diri?

 

"Bukan apa-apa, Pak. Ayo kita makan malam saja dulu, habis ini kita doa sama-sama," ujarku sembari menggandeng bahu ibu Ning yang terlihat masih tak tenang.

 

Wanita yang usianya tak beda jauh denganku itu tampak begitu sedih dan kalut. Kehilangan putri sulungnya itu pasti merupakan sebuah pukulan terberat bagi wanita itu.

 

Bapak Ning mengangguk. Kami berempat akhirnya makan malam bersama-sama dalam suasana hening dan tak enak.

 

Usai makan, kami pun melanjutkan rencana semula yakni doa sama-sama, membacakan ayat-ayat Al-Qur'an untuk ketenangan arwah Ning di alam kuburnya.

 

Hingga pukul sepuluh malam doa bersama yang kami lakukan baru selesai dan gelisah saat menyadari Andre belum juga pulang.

 

💌💌💌💌💌

 

"Andre, kamu dari mana saja? Kok jam segini baru pulang?" tanya Mas Reno saat Andre akhirnya pulang ke rumah.

 

Tampak wajah putraku itu begitu kacau. Entah gerangan apa yang membuatnya seperti itu.

 

Andre diam, tak menjawab. Langsung saja masuk ke dalam rumah tanpa bicara apa-apa.

 

"Ndre, kamu nggak sadar, kita baru saja kena musibah! Tapi kamu bukannya empati dan ikut mendoakan, malah keluyuran sampai malam begini. Maumu apa sebenarnya?" tanya Mas Reno tiba-tiba dengan nada suara meninggi hingga membuatku ikut terkejut mendengarnya.

 

Mendengar nada suara Mas Reno itu, aku langsung bertindak. Menyongsong tubuh putraku dan menuntunnya pelan-pelan ke kursi.

 

Aku tahu, sama sepertiku, Andre pasti juga merasa terpukul mendapati musibah ini dan melarikannya dengan melakukan hal-hal yang sekiranya bisa meringankan pikirannya, meski itu salah.

 

"Sabar, Mas. Andre baru pulang. Biarkan dia tenang dulu. Ndre, kamu mandi habis itu makan terus kita bicara ya. Mama dan Papa perlu tahu kamu habis dari mana, karena ada hal yang harus kamu ketahui sehubungan dengan kematian Ning. Tapi, nanti saja mama ceritakan. Sekarang kamu mandi dulu terus makan ya, baru kita bicara," ucapku menengahi suasana antara tegang antara Papa dan anak itu.

 

Mendengar ucapanku, Andre mengangguk kecil, lalu beranjak pelan menuju kamar dan menghilang di baliknya.

 

Beberapa saat kemudian kudengar suara Andre sedang membersihkan diri. Namun baru beberapa saat, tiba-tiba terdengar teriakan keras dari mulut putraku itu yang sontak membuatku dan Mas Reno menghambur menuju kamar Andre dengan perasaan terkejut dan tak tenang.

 

💌💌💌💌💌

 

"Andre, kamu kenapa?" Kulihat tubuh Andre yang hanya mengenakan celana pendek dan masih berselimut busa sabun menunjuk ke sudut kamar mandi dengan ekspresi takut yang sangat.

 

Tampaknya ia belum selesai mandi tapi sudah diganggu oleh sesuatu yang tidak kasat mata, sama seperti saat kami di kamar tadi.

 

"Mbak Ning, Ma ... Mbak Ning marah dan melotot di situ. Aku takut ... takut, Ma ... ." ucap Andre dengan suara tersendat-sendat.

 

💌💌💌💌💌

 

Hai, tinggalkan komentar dan love-nya ya 😍

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Keizaurelia shafal
Asikk banget cerita aku suka
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status