Share

Bab 4| Bergairah Padanya

Gila!

Hansen rasa-rasanya mau mengumpat. Namun dia menahan dirinya agar tenang. Ya ampun, sudah berapa kali ketenangannya goyah hanya karena bersama dengan wanita dalam pelukannya ini?

Hansen berdeham singkat, lalu melanjutkan bertanya, “Barusan kamu bilang… menikah?”

Layla mengangguk. Tatapan tercengang Hansen membuatnya panas dingin untuk alasan dan firasat buruk terjadinya penolakan. Maka dari itu, ia pun buru-buru menjelaskan maksud keinginannya.

“Bukan pernikahan seperti yang Anda pikirkan. Maksud saya, saya hanya menginginkan agar Anda menikahi saya secara siri.”

Pria itu menaikkan alisnya. Tampak menimbang. 

Terus menerus ditatap dari atas ke bawah oleh tatapan tajamnya membuat Layla semakin gemetaran. 

“Hansen…”

“Kita pergi ke tempatku dulu,” ajak pria itu seraya menekan tombol lift menuju ke lantai kantornya.

Layla yang terus dipeluk tanpa ada niatan untuk dilepaskan berusaha sekeras mungkin membuat dirinya rileks. Sudah lama sekali tidak berada sedekat itu dengan pria menyebabkannya gugup dan sedikit takut dan juga nyaman. Rasanya dia bisa saja jatuh tertidur hanya dipeluk seperti itu.

Setibanya mereka di sana, Layla digiring Hansen ke lounge dimana biasanya ia gunakan untuk beristirahat .

“Kamar mandinya di situ. Kamu bisa memakainya sesuka hatimu.” katanya sebelum menutup pintu dan meninggalkan Layla sendirian.

Segera, Layla melepas semua pakaian basahnya dan meletakkannya di keranjang cucian. Ia berdiri di atas pancuran yang airnya disetel hangat. Akhirnya, tubuhnya yang kedinginan menjadi hangat.

Tak lama dia berada di kamar mandi, setelah selesai dia keluar dari sana dengan memakai bathtrobe yang ia ambil di lemari penyimpanan.

“Sudah selesai?”

Langkah Layla terhenti mendengar suara berat Hansen yang sedang berdiri tak jauh darinya. Pria itu muncul dengan setelan baru yang tidak basah bagian depannya yang disebabkan karena memeluknya. Di tangan Hansen sudah ada kemeja berwarna abu. Mungkin milik pria itu.

“Ya, saya sudah selesai memakai kamar mandi Anda. Terima kasih.”

Hansen bergerak mendekat. Sepasang mata berpupil coklat itu berkilat penuh keinginan. Dan dia entah bagaimana dapat memahami arti tatapan pihak lain yang tampak bernafsu.

Layla tanpa sadar mengambil langkah mundur. Akan tetapi saat dia akhirnya menyadari tingkah lakunya yang konyol, ia berhenti. Dikuat-kuatkannya tekadnya tatkala berusaha berdiri di depan lelaki mendominasi itu tanpa gemetar di seluruh tubuh.

Sudut mulut sexy pria itu tertarik samar. Seolah sedang mencemooh tingkah lakunya yang mirip kelinci, ketakutan di hadapan binatang pemburu. 

Saat Layla merasa Hansen akan melakukan sesuatu kepadanya, maka yang dilakukan pria itu justru kebalikannya.

“Pakai dulu ini,” Hansen menyerahkan kemeja miliknya agar dikenakan oleh Layla.

Ia mengambilnya ragu-ragu dengan wajah semerah tomat sebab malu atas pikirannya barusan. Dibawanya dalam pelukan kemeja abu itu dan dia berniat kembali ke kamar mandi namun suara Hansen lagi-lagi menginterupsi.

“Kamu mau pergi ke mana?”

“Kamar mandi,”

“Ganti saja di sini.” ucapnya dengan sepasang mata arogan dan angkuh yang sulit ditolak.

“Di sini?” tanya Layla yang diangguki oleh Hansen.

Layla tidak langsung mengiyakan atau berkata tidak. Tetapi dia berdiri kaku di sana dengan kepala tertunduk.

“Kenapa? Kamu merasa malu?”

Layla memberinya anggukan.

Hansen tertawa, “Untuk apa malu? Toh, setelah ini aku akan melihat semuanya. Pakai di sini, di hadapanku. Aku juga ingin tahu seperti apa tubuhmu yang telah berhasil memikatku dan menjadikan aku orang seperti ini.”

“Hansen….”

“Hum?”

“Saya bilang, bisakah tunggu—”

“Aku tidak akan mengapa-apakan dirimu. Aku pria yang memegang janji dan perkataanku, Layla. Apalagi kepada perempuan. Jadi jangan khawatir, aku tidak akan menyetubuhimu sebelum kamu mendapatkan persyaratanmu dulu.” dengusnya acuh tak acuh.

Mendapati kalimat seriusnya itu, akhirnya membuat Layla mengenyahkan rasa malunya. Dalam hati, ia senantiasa mensugestikan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Secara perlahan namun pasti bathrobe yang tadinya dikenakannya terjatuh ke lantai. Layla tidak berani mengangkat kepala untuk melihat seperti apa kini Hansen melihat ke arahnya. Yang ada dalam pikirannya hanyalah ia harus cepat mengenakan kemeja itu untuk menutupi ketelanjangannya.

Jari-jarinya terlihat gemetar saat dia mencoba membuka kancingnya satu persatu. Tanpa diduga, sebuah jari lain terulur dan membantunya.

Layla berjengit kaget dan kemeja itu terlepas dari tangannya. Tepat saat dia ingin menutupi dada serta area privatnya, tangan Hansen mencengkram kedua tangannya erat.

“Jangan sembunyikan. Biarkan aku melihatnya.” Hansen berbisik di dekat telinganya dengan napas berat.

“Hansen… saya mohon,” Layla mulai terisak dengan rona malu yang terlihat jelas.

Melihat betapa menyedihkannya wanita itu sekarang, Hansen menggertakkan giginya mengalah. Ia ingin menyentuhnya sedikit, tapi dihadapkan dengan gemetar keras tubuh Layla membuatnya urung merealisasikan niatnya.

“Rileks, Layla. Bukankah sudah aku bilang, aku tidak akan menyentuhmu.” ucapnya dengan nada suara lebih lembut.

Hansen lantas mengambil kemeja yang jatuh di lantai, lalu memakaikannya pada Layla yang masih tertunduk dengan bibir bergetar.

“Baiklah, aku tidak akan mengganggumu lagi. Kalau kamu sudah selesai, panggil aku. Aku akan menunggumu di luar.” ujar Hansen seraya mencium kening Layla sebelum kemudian dia pergi ke luar dari lounge tersebut.

Karena posisinya yang menunduk, Layla dapat melihat dengan jelas gairah pria itu. Ia sangat ketakutan kalau-kalau Hansen mengingkari janji dan ingin menyentuhnya tanpa memedulikan perasaannya. Beruntungnya, Hansen memegang kata-katanya. Untunglah.

Beberapa menit kemudian, Layla keluar dengan memakai kemeja milik Hansen. Kemeja abu berlengan panjang itu terlalu kebesaran membungkus tubuhnya. Dan celananya pun terus melorot hingga dia harus memegangnya erat-erat.

Saat Hansen melihat Layla keluar dengan tampilan seperti itu, dia mengumpat sambil mengusap wajahnya keras. Wanita ini benar-benar tahu cara menggodanya dan melemahkannya.

Segera langkah panjang mendekati Layla dengan sikap agresif.

"Aku ingin mencobanya," Hansen menariknya dalam pelukan yang sulit bagi Layla ilepas.

"Men--cobanya?" Layla bertanya tak mengerti.

"Bagaimana rasanya mencium bibir menggoda ini. Apa kamu tahu, setiap kali kamu membuka mulut untuk bicara padaku, yang aku pikirkan adalah seperti apa rasanya bibir tipis ini,"

Layla merasakan merinding begitu napas hangat disemburkan ke arah sisi lehernya.

"I--Itu...."

"Apakah boleh?"

Sepasang mata mereka saling bertatapan satu sama lain. Hansen bertanya dengan nada mendesak dan Layla tak punya kesempatan untuk berkata tidak. Akhirnya, dia hanya memberinya izin atas niatannya yang baru terucapkan.

Melihatnya mengangguk, Hansen langsung menyambar bibir mungil itu yang terasa hangat, lembut dan harum pasta giginya menguar. 

"Emmh...."

Layla berjengit, ingin mundur namun rengkuhan Hansen memakunya di tempat. Ia memejamkan matanya refleks saat bibir pria itu menyapu bibirnya, membasahinya, dan melumatnya dengan  kasar dan tak sabaran. Ia hanya bisa berpegangan pada Hansen saat ciuman semakin intens dan dalam dan sesuatu berhasil menyulut gairahnya yang telah lama tidak dirasakannya.

"Hans...."

Rintihan samar menghilang ditelan ke dalam mulut, dan ciuman dalam kembali berulang. Layla dicium oleh Hansen sampai bibirnya terasa bengkak dan panas. Saat ia memukul dada Hansen untuk memberitahu bahwa dia butuh bernapas, posisi mereka sudah berganti menjadi berbaring di ranjang. Layla bahkan tidak menyadari, kapan dia dibaringkan pria itu di sana, di atas tempat tidur yang terasa begitu empuk. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status