Share

Bab 7| Wanita Yang Dirugikan

Layla belum sepenuhnya pulih dari demam, tapi Hansen telah membombardirnya dengan pilihan sulit ketika turun ke bawah untuk menemuinya.

"Duduk. Kamu belum sarapan kan, makan dulu. Baru nanti kita membahasnya lebih lanjut setelah kamu selesai mengisi perutmu." ujarnya menyuruh Layla yang membeku tak bergerak agar duduk.

Patuh, Layla mengambil duduk di hadapan Hansen. Ia tidak punya nafsu makan dan sakit yang dialaminya semakin membuat dia tidak ingin makan apa pun. Akan tetapi setelah Hansen melihatnya dengan alis terangkat karena cuma duduk diam saja, jadinya ia terpaksa mengangkat sendoknya.

Setelah beberapa saat makan dalam keadaan hening dan mereka berdua selesai sarapan. Hansen memanggil bibi pembantu agar membereskan meja. Ia mengajak Layla pindah ke ruang tengah.

Jordan maupun Charlie sudah pergi setelah Hansen naik ke kamarnya. Sekarang, tersisa bekas minuman dan puntung rokok di asbak tatkala Layla tiba di sana.

"Seperti yang sudah kamu ketahui, aku meminta sahabatku untuk menjadi pengacaramu dalam sidang. Sidang pertama sudah keluar tanggalnya."

Layla mendengarkan dalam keadaan linglung waktu Hansen memberitahunya tentang apa yang harus ia lakukan selama nanti hadir dalam sidang.

"Kamu mengerti?"

"Ya,"

"Layla, kamu mengerti apa yang harus kamu lakukan di ruang sidan, 'kan?" Sekali lag Hansen menanyainya. Layla yang tadi sempat menatap kosong ke depan langsung terfokus.

"Ya, Hans. Aku paham. Aku mendengar semua yang kamu katakan padaku. Tidak boleh bicara sembarangan. Tidak membuka mulut sebelum ditanya. Dan saat menjawab perlu berkonsultasi dengan pengacaraku. Itu kan?" Layla mengulangnya dan Hansen mengangguk sedikit puas karena kernyitan di dahi pria itu masih ada.

"Cobalah fokus. Yang kita bicarakan setelah ini adalah hal penting."

"Ahh iya. Apa ada lagi yang mau dibicarakan?"

"Pernikahan merepotkan yang kamu minta sebagai persyaratan itu. Aku ingin menikahimu hari ini." ucap Hansen tegas dengan mata tajam dan serius.

"Sekarang?" Layla sepenuhnya sadar dan dia langung menjadi gugup.

"Kamu mau menunda berapa lama lagi? Ya, tentu saja sekarang. Kamu bilang aku hanya bisa menggaulimu kalau aku resmi jadi suamimu. Dan sekarang, sejujurnya aku sudah diambang batas sabarku. Andai kamu melihat dengan jelas kesusahanku, Cantik." katanya seolah menyiratkan sesuatu.

Mengikuti arah pandangan Hansen, sepasang mata Layla tertuju ke arah pria itu menunjuk dan itu pada tonjolan jelas di balik celananya yang kini mengembung.

Kapan?

Sejak kapan pria ini jadi begini?

Dia tidak menyadarinya sama sekali. Tindakan Hansen yang terang-terangan telah sukses membuat Layla tersipu malu seluruh wajahnya. Meski sudah sama-sama dewasa, tapi Layla belum terbiasa dengan hal seperti itu. Saat dia bersama dengan Erwin pun -- mantan suaminya yang telah meninggal itu-- tak pernah menunjukkan hal vulgar begitu kepadanya. Hanya Hansen saja, lelaki pertama yang tak malu menunjukkan keinginan liarnya kepadanya.

"Bagaimana, Layla? Apa pendapatmu? Semakin cepat kita menikah semakin cepat juga aku bisa menyalurkan frustasinya karena mendambamu dan semakin cepat pula ibu mertuamu keluar?"

Layla menunduk, "Baiklah. Lakukan saja sesuai rencanamu, Hans. A--aku akan mengikuti peraturanmu."

Setelah menyelesaikan pembicaraan mereka dan mendapat persetujuan dari Layla, seorang penghulu didatangkan Hansen ke rumahnya.

Demi memenuhi persyaratan yang diminta oleh Layla, Hansen bersedia menikahinya secara siri. Tanpa perlu surat akta nikah, dan hanya perjanjian lisan yang terbalut sumpah pernikahan, Layla akhirnya melepaskan masa melajangnya setelah lima tahun menjanda.

"Mbak, kamu serius mau melakukannya

Seorang pria paruh baya yang akan menjadi wali nikahnya bertanya simpati kepada Layla.

Layla baru mengenal pria paruh baya itu saat Hansen mengenalkan mereka tadi. Selagi Hansen sedang pergi ke kamar untuk mengambil cincin yang entah sejak kapan pria itu siapkan, dia menemani dua pria yang akan menjadi saksi pernikahannya dan pria yang akan menikahkannya dengan Hansen hari ini.

"Apa maksud bapak berkata seperti itu?"

"Pernikahan siri dengan seorang pengacara? Kamu tidak takut dengan konsekuensi yang akan kamu hadapi ke depannya?"

Wanita itu terdiam, seolah lidahnya kelu ingin memberitahu tentang apa yang ia takutkan. Namun keadaan tidak memihaknya untuk membuat sebuah pilihan. Setiap kali dia ingin melakukan sesuatu, setiap orang pasti bertindak menjadi penghalang.

"Pernikahan yang mau kamu jalani ini tidak terikat dengan hukum dan dengan itu, posisimu sebagai perempuan terbatas. Ya, jelasnya, dalam pernikahan ini kamu lah yang paling dirugikan nantinya. Jadi, sebaiknya pikirkanlah dengan matang sebelum memutuskan untuk melanjutkan," ucap bapak itu memberi nasehat. Berharap agar perempuan jelita di hadapannya memikirkan ulang niatannya untuk menikah Siri.

"Tidak apa-apa, saya sendiri yang bersedia melakukannya. Terima kasih atas nasehat yang bapak katakan." jawabnya bersungguh-sungguh.

Ia merasa terenyuh, dan sedikit tersentuh perasaannya karena masih ada seseorang yang mau mengingatkan dirinya betapa keputusan yang ia ambil adalah kesalahan.

"Pak Hansen meminta saya jadi wali nikah kamu, apa itu artinya orang tuamu juga tidak tahu soal keputusanmu ini?" tanya pria itu lagi merasa penasaran.

Ini juga yang tadi ditanyakan Hansen kepadanya. Mengenai kedua orang tuanya. Ia tidak mungkin memberitahu pria itu kalau dia telah di usir dari rumah, dicoret dari kartu keluarga karena kenekatannya menikahi Erwin yang beda kasta darinya.

Jadi dia memberitahu Hansen sedikit kebenarannya tentang orang tuanya dan pria itu tidak lagi bertanya lebih jauh.

Layla menggelengkan kepalanya sebagai tanda tidak.

"Ya Tuhan, Mbak. Makanya bapak bilang...."

Sebelum pria itu bisa melanjutkan ucapannya, terdengar suara langkah kaki Hansen dari arah tangga. Bapak itu yang tadi bicara banyak pada Layla seketika bungkam. Tampak ketakutan.

Layla melihat reaksinya yang berubah secara drastis dan dalam hati mengetahui mengapa dia seperti itu. Inilah yang dinamakan kedudukan dan kekuatan seseorang dapat mempengaruhi orang lain.

Ia telah sering mengalaminya, bahkan dari keluarga kandungnya dan dengan demikian tidak berani berjuang untuk melakukan sesuatu sesuai yang ia mau. Jadi itulah mengapa, dia menyerah begitu mudahnya saat Hansen memberinya pilihan demi bisa membebaskan ibu mertuanya. Karena sekuat apa pun dia berusaha, pada akhirnya, dia akan kalah.

"Cincinnya sudah saya baw, kita bisa mulai pernikahannya." kata Hansen begitu dia tiba.

Bersamaan dengan kedatangannya, Jordan yang tadi di panggil olehnya juga datang. Saat dia di desak untuk datang ke rumah sahabatnya, ia sedang bersama dengan sang kekasih tercinta. Namun, suara Hansen yang menyuruhnya agar tidak terlambat datang ke rumah pria itu, membuat dia akhirnya harus rela meninggalkan sang kekasih di rumah mereka.

"Apa maksudnya ini? Kenapa mereka ada di sini?" tanya Jordan pada dua pria yang ia kenal. Bagaimana bisa seorang penghulu, muncul di rumah Hansen?

"Jadilah saksi untukku. Aku akan menikah hari ini," kata Hansen acuh tak acuh.

Kedua mata Jordan membelalak terkejut mendengar ucapan gilanya.

"Menikah?!" serunya.

"Seperti yang kamu lihat, Jordan. Hari ini, aku mau menikah dengan Layla dan kamu akan menjadi saksi untukku."

"Hans?! Kita perlu bicara!" Jordan menatap sahabatnya kesal.

Bagaimana bisa dia memutuskan hal penting seperti halnya menikah dengan cara mendadak begini?

Sayangnya Hansen langsung menolak, "Tidak sekarang. Kita akan bicara setelah acara ini selesai." putusnya tak mau dibantah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status