Share

Bab 5| Rencana Kembali Gagal

"Rasanya nikmat seperti yang aku bayangkan, Layla." bisik Hansen tepat di depan wajah wanita itu yang kini memerah dan sepasang mata indah itu bergetar ringan.

"Ya Tuhan... bagaimana bisa seenak ini?" ulang Hansen sambil mencium bibir bengkak memerah itu berulang-ulang. Seolah dia tercandu-candu dan tak ingin berhenti untuk terus mencicipinya.

Layla yang mulai merasa sakit pada mulutnya kemudian menutupnya dengan telapak tangan dan ciuman pria itu berhenti di sana.

Hansen menatap Layla cemberut.

"I-Ini sudah cukup kan?"

Walau nampaknya dari ekspresi pria itu menyiratkan belum cukup, namun Hansen akhirnya bangun dari menindih Layla. Ia merapikan jasnya yang kusut, menata kembali penampilannya agar rapi seperti sedia kala.

Layla ikut bangun, tetapi langsung mengerutkan keningnya saat pandangannya menggelap sejenak. Pusing membelah kepala membuat pelipisnya sakit.

"Ada apa?"

"Ya? Ah tidak, bukan apa-apa," balasnya menutupi ketidaknyamanannya pada lelaki itu. Dia tidak mau disangka lemah dan berpura-pura ingin menarik perhatian Hansen.

"Ayo, aku akan membawamu ke suatu tempat." Hansen mengulurkan tangannya ke depan.

"Kita akan pergi ke mana?" Layla menerima uluran tangan Hansen setengah ragu.

"Menemui seseorang yang dapat menikahkan kita." ujarnya dengan senyum seringai yang tampak nakal tapi tetap tampan.

Layla dan Hansen pergi dari kantor hukum Law Firm HRS menggunakan mobil. Dalam perjalanan, Layla merasa seluruh tubuhnya nyeri dan dia jatuh tertidur tanpa sadar.

Saat Hansen melirik ke arahnya, dia tidak mencoba membangunkannya dan terus mengemudikan mobil menuju ke tempat tinggalnya.

"Hei, bangun," Hansen membangunkan Layla yang tidak kunjung sadar dan hanya merintih sebagai balasan.

"Layla?"

"Um?" Wanita itu menatap Hansen dengan pandangan kabur.

"Mukamu merah sekali,"

"Benarkah?" Layla menyentuh pipinya dan dia merasakan panas di sana, "Tapi aku merasa kedinginan."

Hansen menyadari ada yang salah dengan Layla. Sontak ia meraba kening wanita itu, dan terkejut dengan panas membara yang menyengat kulit tangannya.

"Kamu demam."

"Aku demam? Sepertinya begitu," setuju Layla tak menyadari tingkah lakunya yang kini mirip anak kecil.

Pria itu mengembuskan napas panjang. Sebelum memutuskan keluar dari mobil, Hansen melakukan panggilan memanggil dokter kenalannya agar datang ke rumah.

"Tidak, aku tidak di kantor. Datang saja langsung ke rumahku." beritahu Hansen pada seseorang yang ia telepon.

Ada keheningan lama dari ujung panggilan saat Hansen menyatakan kalau dia sedang di rumah. Seakan, saat mengetahui pria gila kerja itu tidak berada di kantornya di jam segini merupakan pemandangan mustahil.

"Oke, aku menunggumu." kata Hansen lagi sebelum menyudahi panggilan telepon itu.

Setelah panggilan usai, dia keluar dari mobil. Berjalan dengan langkah mantap menuju ke kursi penumpang dan membuka pintunya. Ia meraih Layla yang sudah lemas dengan tubuh panas membara untuk ia gendong, lalu dibawanya ke dalam rumahnya.

Untuk pertama kalinya setelah dia berumur tiga puluh tahun, Hansen Harrison akhirnya membawa pulang seorang wanita. Andai orangtuanya mengetahui hal itu, pasti mereka akan sangat terkejut.

***

Malam itu, bangsal rumah sakit di bagian VIP terlihat lengang. Seseorang datang dengan langkah pelan tanpa suara menyusuri lorong. Tiba di depan pintu kamar rawat, orang itu membuka pintu hingga terbuka dengan sangat hati-hati.

Tidak ada siapa pun di bangsal selain seorang bocah laki-laki yang terlihat tertidur dengan damai di atas brankar.

"Seharusnya kamu langsung mati! Kenapa masih selamat, huh?!"

Sebuah tangan terulur mengambil bantal dari bawah kepala bocah lelaki itu. Tepat saat orang tersebut ingin menekankannya ke wajah tertidur si bocah, suara orang berjalan dari luar dan di susul suara pintu terbuka membuat aksinya terhenti.

"Nyonya tidak perlu khawatir. Dokter telah berhasil melakukan pertolongan pertama pada Theo. Selain itu beruntung sekali Theo tidak banyak menenggak minuman yang terkandung racun itu, jadi keracunannya tidak terlalu berdampak buruk pada tubuhnya." perawat menenangkan Nyonya Kusuma yang datang ke rumah sakit untuk menjenguk putranya.

"Lega sekali mendengarnya dokter. Terima kasih karena kalian sudah menyelamatkan putra kami." Nyonya Kusuma tampak tulus. Berbeda sekali saat dia memarahi dan menghina Layla pada hari kejadian celaka itu terjadi.

Dua perempuan itu masuk ke dalam bangsal dan tampak terkejut melihat seseorang hadir di sana. Tepat berdiri di samping Theo yang masih tertidur.

Nyonya Kusuma terheran-heran melihat salah satu pekerja di rumahnya muncul di kamar rawat sang putra.

"Kenapa kamu bisa ada di sini?"

"Nyonya, tuan menyuruh saya datang untuk menemani tuan kecil. Tuan Angga khawatir kalau tidak ada yang menemani tuan kecil di sini. Maka dari itu saya datang kemari." jelas orang itu dengan nada tenang.

"Oh, jadi suamiku yang menyuruhmu. Yah, baguslah. Setidaknya aku punya seseorang yang dapat membantuku jika aku membutuhkan sesuatu." kata Nyonya Kusuma tidak curiga.

Orang itu tersenyum kecil. Ia mengambil jarak dari brankar dan bantal yang tadi diambilnya kini berada di tempat semula.

Nyonya Kusuma mengambil duduk di sisi ranjang Theo. Kemudian mengintruksikan pada pembantunya itu agar membelikan dia kopi.

"Di restoran rumah sakit di lantai bawah ada toko roti dan mereka juga menjual berbagai minuman di sana. Rasanya dijamin enak. Anda bisa datang ke sana untuk membeli." suster itu menyarankan dengan senyum ramah. Dan Nyonya Kusuma yang mendengar penuturan suster menyuruh pembantunya itu agar pergi ke sana.

"Kalau begitu saya akan pergi, Nya." katanya berpamitan dengan senyum sopan.

"Ya, cepatlah. Jangan lama-lama."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status