Share

4.Wanita Di Atas Bukit

Bara Sena berhenti di depan beberapa orang yang tengah duduk sambil minum arak. Mereka sudah terlihat sedikit mabuk.

"Hei, apa tidak sangat di sayangkan sekali, mutiara yang cantik dan bersih berada di atas kotoran sampah?" ucap salah satu dari tiga orang tetua keluarga Xiao tersebut.

Bara Sena merasa geram mendengar ucapan tersebut.

"Tua bangka keparat! Jika aku masih seorang dewa, aku pasti sudah menghancurkan mulut sialmu itu!" umpat Bara dalam hati.

"Hei hei hei...! Ada pengantin baru disini. Apakah kau mau minum bersama paman mu ini Xiao Feng?" ucap Yu Long sambil membawa satu toples besar arak baijiu yang terkenal di kota Nanjing.

Bara Sena tersenyum. Tangan kirinya tiba-tiba menyala kuning. Pemuda itu sempat terkejut. Tiba-tiba terdengar satu suara yang entah datang darimana.

"Telapak Tangan kananmu itu adalah Dunia Penyimpanan milik Keluarga Cahaya. Aku sengaja memberikannya padamu agar kau lebih cepat menemukan jalan menjadi dewa."

Bara Sena mencari-cari asal suara tersebut. Namun dia hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena tidak tahu darimana asal suara itu.

"Aneh,sepertinya hanya aku yang mendengar suara itu..." batin Bara sambil menatap ke arah telapak tangan kanannya.

"Dunia penyimpanan...Baiklah. Kita akan mencobanya," batin Bara sambil berjalan menghampiri Yu Long.

Yu Long tersenyum kecil.

"Aku pikir kau akan kabur setelah mendengar tantangan dariku. Kau hebat juga Xiao Feng,"' kata Yu Long.

"Jika kau berhasil mengalahkan Yu Long, maka aku akan memberikan hadiah padamu satu bunga Racun Api yang bisa menawarkan racun apa saja. Aku hanya mempunyai satu lho..." ucap salah satu tetua.

"Baiklah, ingat baik-baik ucapanmu tetua," kata Bara sambil duduk di depan Yu Long.

Beberapa saat kemudian, mereka pun mulai meminum arak baijiu tersebut. Belum habis arak itu, Yu Long sudah telungkup di atas meja tak sadarkan diri.

Tiga tetua yang ada di tempat itu melongo melihat Bara Sena yang masih segar bugar.

"Jangan melanggar ucapan atau kau akan tersambar petir Dewa Lei Gong," kata Bara membuat tetua itu mengeluh.

"Uh...hari ini aku sangat sial! Yu Long, kau merugikan diriku!" umpat tetua itu sambil mengeluarkan sebuah benda menyerupai cincin. Mata Bara Sena menatap cincin tersebut.

"Ruang Penyimpanan kelas rendah..." batin Bara.

Dari dalam cincin itu keluar satu bunga Racun Api yang menyala merah. Itu adalah kuncup bunga yang belum mekar.

"Kenapa masih kuncup seperti ini tetua?" tanya Bara sambil menyipitkan mata.

"Bocah, jika kau tak mau maka dengan senang hati aku akan mengambilnya kembali," kata tetua tersebut.

Bara Sena tertawa lalu pergi meninggalkan ketiga pria yang menatapnya dengan heran.

"Apakah dia mempunyai Cincin Ruang juga? Aku tak melihat dia menggunakan cincin...?" batin salah satu tetua dengan perasaan heran.

Bara Sena masuk kedalam kamarnya dengan wajah bahagia.

"Istriku sayang, aku datang...! Ini saatnya kita wikwik hehe!" ucapnya setelah masuk ke dalam kamar.

Namun Bara terkejut saat satu gelombang tak terlihat menyapu tubuhnya.

"Ugh!" teriak Bara saat tubuhnya terpental dan jatuh ke tanah.

Pemuda itu mengusap dadanya yang terasa sakit dan dingin.

"Istriku...! Apa yang kau lakukan!? Kau ingin membunuh suamimu!?" tanya Bara keras sambil bangkit berdiri.

Xia Qing Yue duduk dengan tatapan mata dingin.

"Jangan panggil aku istrimu," ucapnya dengan nada dingin.

Bara Sena tertegun mendengar ucapan dari istrinya tersebut.

"Bukankah kita sudah menikah? kenapa aku tak boleh memanggilmu dengan sebutan istri?" tanya Bara heran.

"Aku sudah katakan sebelumnya. Pernikahan ini bukan karena aku suka padamu atau hal lain. AKu hanya ingin membalas kebaikan ayahmu dengan menjadi istrimu agar aku bisa melindungi dirimu dari hinaan keluargamu," kata Qing Yue.

"Jadi begitu..." geram Bara sambil mengepalkan tinjunya.

"Aku juga tidak suka dengan orang yang kencing sembarangan," kata Qing Yue membuat mata Bara melotot.

"Aku tidak jadi kencing! Aku hanya menuangkan arak para tetua...!" kata Bara kesal.

"Oh...Aku juga hanya bercanda, maaf..." kata Qing Yue tanpa ekspresi.

"Hei! Bagaimana kau bisa bercanda dengan wajah yang seperti itu!?" umpat Bara kesal.

Gadis itu tidak menyahut.

"Lalu, bagaimana kita harus tidur?" tanya Bara setelah amarahnya sedikit mereda.

"Aku akan tidur di lantai. Kau bisa tidur di kasur," kata Qing Yue.

"Bagaimana bisa aku membiarkan istriku tidur di lantai? Kau juga harus tidur di kasur," kata Bara sedikit memohon.

"Kalau begitu, kau yang tidur di lantai." ucap Qing Yue datar saja membuat Bara menjadi semakin kesal.

"Apa!? Kalau begitu biarkan aku tidur di luar!" umpat Bara sambil melangkah pergi keluar dari dalam kamarnya. Qing Yue hanya menatapnya dari belakang sambil tersenyum kecil.

Bara Sena membanting pintu kamarnya dengan keras lalu melangkah pergi menuju ke belakang kediamannya. Ternyata di belakang rumah kediaman keluarga Xiao ada jalan setapak yang menuju ke atas sebuah bukit.

Pemuda itu pun berjalan ke atas sambil mengumpat kesal. Saat di tengah jalan, dia teringat pada minuman yang dia minum dan dia simpan di dalam telapak tangannya.

"Untung saja aku mempunyai Dunia Penyimpanan yang lebih luas dari ruang penyimpanan kelas atas sekali pun," batin Bara sambil membuang arak yang ada di dalam telapak tangannya.

Dia pun kembali melangkah ke atas. Kunang-kunang dan binatang malam tak membuatnya takut. Karena dia sudah terbiasa pergi ke bukit itu saat malam hari.

"Anak ini pernah belajar ilmu racun dan pengobatan pada seorang tabib. Aku mendapat ingatannya. Meski dia masih payah, tetap saja itu lumayan membantuku menjadi terlihat seperti 'orang'..." batin Bara.

Dia pun sampai di atas bukit yang gelap tersebut. Banyak pohon yang tumbuh di atas bukit membuat tempat itu menjadi lebih gelap.

Pemuda itu pun berjalan ke arah sebuah gubuk kecil. Itu adalah gubuk yang dia bangun untuk sekedar beristirahat saat bosan di rumah. Pemuda itu pun mengambil batu untuk menyalakan api. Dia menghidupkan obor yang ada di gubuk tersebut.

"Haaah...! Bagaimana bisa seorang pengantin baru malah tidur di hutan bukit ini...Malang sekali nasibku..." batin Bara Sena sambil duduk dan menatap ke sekitar.

Saat dia menatap ke sekitar, dia melihat satu sinar yang ada di puncak bukit tersebut. Itu adalah sinar berwarna hijau terang.

"Apa yang terjadi? Sinar apa itu!?" batin Bara Sena.

Dia pun segera meraih obor yang dia bawa lalu setengah berlari dia mendaki puncak bukit itu.

Dengan susah payah akhirnya Bara pun sampai di puncak bukit yang gersang namun masih ada beberapa pohon yang tumbuh disana. Mata Bara pun menyapu ke segala arah mencari sumber cahaya hijau tadi. Dan pandangan matanya berhenti pada satu tempat.

"Apa itu?"

Di depan Bara Sena nampak seseorang berpakaian putih tergeletak di atas rumput. Pemuda itu pun datang menghampirinya dengan hati-hati.

"Dia seorang wanita...?" batin Bara sambil mendekati sosok wanita yang sepertinya terluka sangat parah itu.

Wanita itu terlihat samar. Namun Bara melihat pakaian wanita itu terlihat compang-camping dan robek di semua bagian. Banyak noda darah di pakaian tersebut.

Bara Sena pun menancapkan obornya di tanah lalu dia membalikkan tubuh wanita itu.

"Dia cantik..." batin Bara Sena.

Aura kuning tiba-tiba keluar dari telapak tangan Bara Sena saat dia memegangi tubuh wanita itu. Bara tidak tahu aura apa yang keluar dari telapak tangannya itu. Namu itu membuat si wanita mendesah kecil.

"Kau terluka sangat parah. Tenang saja, aku adalah seorang tabib. Namaku Bara Sena..." ucap Bara saat dia melihat mata wanita itu sedikit terbuka.

"Tabib? Sejak kapan aku mendapat gelar seorang tabib?" batin Bara sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Dia pun kembali memperhatikan wanita itu. Dan jantungnya pun berdegup kencang, darahnya berdesir saat melihat belahan dada wanita itu terlihat. Bahkan sebagian bukit indah itu menyembul membuat napas pemuda itu tertahan.

"Sial....Malam pertamaku!" umpat Bara Sena dalam hati.

Aura kuning itu masih keluar dari telapak tangan kanan Bara Sena. Dan pemuda itu hanya diam saja membiarkan aura kuning itu membungkus tubuh wanita yang tengah terluka tersebut.

Tiba-tiba wanita itu membuka matanya. Bara Sena pun merasa sedikit senang namun juga bingung.

"Kau sudah sadar..? Apa yang terjadi?" tanya Bara penasaran.

"Aku...Aku masih sangat lemah...Biarkan aku masuk ke dalam dunia cahaya itu...Aku merasa lebih baik saat cahaya itu menyelimuti tubuhku..." ucap wanita itu dengan suara lemah.

"Itu adalah dunia penyimpananku. Apakah kau mau berada di dalam sana? Jika kau merasa lebih baik, tidak masalah. Aku akan memasukkan tubuhmu ke dalam sana..." kata Bara penuh semangat.

"Tubuhku ini hampir hancur...Cepat masukan aku ke dalam sana..." ucap wanita itu.

Bara Sena pun segera memasukan tubuh wanita itu ke dalam dunia penyimpanan yang ada di telapak tangan kanannya. Setelah wanita itu masuk ke dalam sana, Bara pun bangkit berdiri.

"Aku baru pertama kali melihat dua bukit indah itu. Kenapa dengan diriku? seolah-olah aku dikuasai oleh sesuatu yang tak terkendali." batin Bara Sena.

Dia pun melihat ke arah celananya. Matanya pun membesar.

"Kenapa dibawah sana seperti ada benda yang hidup!? Apa-apaan!?" umpat Bara sambil menutup wajahnya.

"Harusnya aku sudah merasakan indahnya malam pertama seperti yang banyak orang katakan. Huh...! Nasibku sangat buruk setelah hidup kembali..." sungut Bara Sena sambil mencabut obor yang ada ditanah.

Dia pun melangkah menuju ke bawah lagi sambil memikirkan identitas wanita itu.

"Aku tak sempat menanyai dirinya siapa. Lalu sinar hijau itu...Sinar apa itu?" batin Bara sangat penasaran.

Namun tak ada yang bisa dia lakukan. Wanita yang dia temukan seperti dalam keadaan sekarat. Dia tak bisa banyak bertanya melihat wanita yang sudah hampir mati itu.

"Dia mengatakan jika tubuhnya hampir hancur...Apa maksudnya? Apakah dia terkena racun? Atau dia itu bukan seorang manusia? Atau lebih tepatnya makhluk halus penghuni bukit ini!? Hiiiii..." Bara bergidik ngeri membayangkan hal itu. Namun saat dirinya teringat bahwa dirinya dulu adalah seorang Dewa, dia pun berkacak pinggang.

"Huh, kenapa aku takut? Aku kan seorang Dewa? Hahaha!" ucapnya sambil tertawa. Lalu beberapa saat kemudian tawanya terhenti dengan tiba-tiba.

"Cih...! Dewa macam apa yang hidupnya sial seperti diriku ini!" umpatnya pada dirinya sendiri seperti orang gila.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status