Ibu kandung Anggita menghampiri rumah Arsyil yang berada di desa yang bersebelahan dengan desa tempatnya tinggal. Mila berangkat ke sana bersama sang suami. Sebenarnya pria itu tak mau menemani sang istri untuk mengemis sebuah pekerjaan untuk anaknya. Menurut pria itu, Anggita terlalu berlebihan. Harusnya, dengan pengalaman kerjanya selama mendampingi Arkana, anak gadisnya itu mampu mencari pekerjaan dengan lebih mudah.Namun, saat Anggita sama sekali tak menyentuh makanannya. Saat anaknya itu harus dipasangi selang infus karena tak mendapatkan asupan makanan dan cairan yang cukup, mau tak mau, pria itu mengikuti sang istri ke kediaman Arsyil dan Azmya.Sesampainya di sana, kedua orang tua Anggita memohon agar sang anak diperbolehkan untuk kembali bekerja di sana.“Kasihan Anggi sampai tidak mau makan dan minum, Pak, Bu,” ucap Mila. Wanita paruh baya itu, tanpa tau persolan yang menimpa anaknya, terus memohon pada Arsyil dan Azmya.“Mohon maaf, Pak. Saya tidak bisa menerima Anggi untu
Mila dan sang suami memutuskan untuk berhenti di sebuah warung makan yang tak jauh dari kediaman Arsyil dan Azmya. Pasangan suami istri paruh baya itu masih begitu emosional. Ucapan Arsyil dan Azmya yang menuduh anaknya hendak menjadi orang ketiga bagi rumah tangga keluarga petani itu, membuat Mila dan sang suami meradang.Mereka tau betul sikap Anggita. Putri sulung mereka itu adalah seorang anak yang lemah lembut. Lakunya juga sangat baik. Anggita bahkan tak pernah terlihat berhubungan dekat dengan seorang pria. Bagaimana mungkin anak yang begitu lugu bisa menggoda seorang pria yang notabenenya adalah majikannya? Bahkan pria itu berusia jauh lebih tua dari anak mereka.“Saya yakin Pak. Pasti Bu Mia itu mengada-ada. Masa anak kita dituduh menggoda suaminya. Pasti dianya saja yang cemburuan. Atau ... jangan-jangan Pak Arsyil yang menggoda anak kita, tapi menuduh Anggi yang menggodanya, saat ketahuan oleh istrinya itu!” umpat Mila.“Menurut Bapak juga
“Kenalkan, nama saya Indri. Saya istri dari ketua RT, tempat di mana Arsyil dan Azmya tinggal. Kebetulan rumah saya tepat di depan rumah mereka,” ucap Indri.“Ada apa dengan mereka?” tanya wanita itu. Mila pun tanpa ragu menyeritakan apa yang terjadi pada anaknya.“Mia memang seperti itu. Cemburuan gak jelas. Anak saya juga mengalami nasib yang tidak jauh beda. Padahal Arsyil itu naksir berat dengan anak saya tadinya. Tau-tau digoda oleh si Mia itu! Eh ... sekarang malah menuduh anak Ibu dan Bapak yang menggoda suaminya. Padahal saya yakin, pasti Arsyil yang lebih dulu menggoda anak Bapak dan Ibu. Arsyil itu sebenarnya jenuh sama istrinya yang tidak bisa apa-apa itu!”“Berarti Pak Arsyil itu mata keranjang ya?” tanya Mila. Wanita paruh baya itu menatap tak percaya.“Bukan Arsyil yang mata keranjang. Tapi, istrinya itu yang tidak becus dalam mengurusi suami. Mia itu kan tidak bisa memasak, tidak bisa mengurus rumah. Bahkan sudah tidak perawan saat menikah!”Mata Mila dan Jajang melebar
Anggita begitu terkejut saat tiba-tiba kedua orang tuanya masuk ke dalam bilik ya dan mengatakan jika mereka baru saja menemui Arsyil. Bertanya-tanya dalam hati, apa yang diperbuat orang tuanya di kediaman pria yang dicintainya itu? Apa orang tuanya sudah mengetahui alasan yang sebenarnya, mengapa dia dipecat? Apa ayah dan ibunya akan memarahinya karena mencintai suami orang? Apa ayah dan ibunya akan murka karena dia sering menonton aksi Arsyil dan Azmya?Anggita pun menegakkan tubuhnya. Gadis itu bersiap akan cecaran orang tuanya. Tapi, kalimat pertama yang ditanyakan oleh ibunya, membuat Anggita terkejut.“Apa benar Pak Arsyil sering menggoda kamu?” tanya Mila. Dahi Anggita berkerut mendengar pertanyaan sang ibunda.Menggoda? Pria beristri itu tak pernah sekalipun menggodanya. Jangankan menggoda, pria itu bahkan tidak bisa untuk digoda. Kenapa kedua orang tuanya bisa mempunyai pikiran seperti itu?“Bapak dan ibu tadi bertemu dengan tetangganya. Katanya Pak Arsyil itu sering menggo
“Hanya sebentar saja,” janjiku pada perias pengantin. Namun, kala aku menatap punggung Azmya yang terbuka, niat itu pun berubah. Ku kunci pintu kamarnya. Aku hampiri gadis itu, lantas memeluknya dari belakang. Dapat ku rasakan sekujur tubuhnya bergidik.“Kamu ngapain?” tanyanya sembari menunduk.Mungkin dia malu, karena hanya bra dan hotpants yang melekat di tubuh mulusnya, saat ini. Pertanyaannya tentu saja tak ku hiraukan. Karena aku tengah sibuk memberi jejak di sekeliling lehernya. Bahkan jemariku mulai memijat pelan di salah satu gundukan kenyalnya.“Ars ... Aku harus bersiap untuk acara resepsi pernikahan kita,” lirihnya.Aku tak peduli. Satu jam yang lalu, dia sudah sah menjadi istriku. Aku akan menunaikan kewajiban sebagai suami saat ini juga .Dengan tubuhnya yang masih berada dalam dekapanku, ku giring dia menuju ranjang dan merebahkan tubuhnya dengan kaki yang masih menjuntai ke bawah.Tak mau memperpanjang durasi, lantas kutarik saja dua lembar kain yang menutupi daerah
Azmya menangis sesenggukan dalam pelukanku saat kami bertemu. Baru ku tahu, ternyata wanita itu berada dalam tekanan saat memutuskan untuk kembali menjalin kasih dengan sang mantan. Irwan—mantan kekasih Azmya— mengancam bunuh diri dengan melakukan panggilan video dari atas jembatan tepat pukul satu dini hari.Dan, pada malam itu akhirnya aku tau satu hal. Azmya ternyata mencintaiku. Aku meminta Azmya untuk memutuskan hubungannya dengan Irwan. Tapi gadis itu tidak bisa memutuskan hubungan tanpa alasan. Hingga akhirnya, aku memintanya untuk menghubungiku jika sudah putus dengan Irwan.Tapi, gadis itu tak menghubungiku saat dirinya sudah menyandang status jomlo. Kami baru kembali saling sapa, dua bulan setelah Azmya dan Irwan putus. Saat itu aku langsung menghubunginya, dan membuat janji temu keesokan harinya.Ku jemput dia di kampusnya, ku ajak Azmya menikmati senja di salah satu restoran di tepi pantai. Ku ajak dia menikah. Walau pada awalnya dia ragu. Tapi Azmya-ku setuju.Dan enam bu
Tepat pukul 14:00 WIB, resepsi pernikahan Azmya dan Arsyil diselenggarakan. Resepsi itu diadakan di gedung serbaguna komplek perumahan orang tua Azmya. Padahal Arsyil sudah menawarkan pada gadis itu untuk mengadakan resepsi di gedung yang lebih mewah. Tetapi Azmya tak ingin membuang uang hanya untuk sebuah pesta yang meriah. Karena bagi Azmya, kehidupan pernikahan setelah resepsi jauh lebih penting ketimbang sebuah selebrasi.“Selamat siang semuanya, perkenalkan, saya Joe. Saya yang bertugas menjadi MC di hari yang berbahagia ini,” ucap Joe. Alunan musik pun mulai terdengar setelahnya. Beberapa penari melangkah ke dalam gedung lebih dulu. Disusul oleh Azmya dan Arsyil yang berjalan sembari bergandengan mesra. Senyum sumringah terus dipancarkan oleh sepasang pengantin baru itu.“Kamu, kenapa jalannya seperti itu?” bisik Arsyil pada Azmya, karena istrinya itu berjalan dengan gaya yang sedikit aneh. Padahal Azmya memakai gaun pengantin dengan rok lebar, serta menggunakan sepatu dengan ta
“Tidak ada yang tau, Mi,” ucap Arsyil, saat melihat sang istri dan ibunya yang saling berinteraksi. “Tidak ada yang tau dengan apa yang akan aku sampaikan ini.”Lagi, ucapan Arsyil membuat Azmya bertambah tak enak hati. Mata gadis itu bahkan sudah mulai berembun. Andai Arsyil mengaku suatu hal yang membuatnya sakit, tentu air mata Azmya akan lolos dengan mudahnya. Bahkan, saat ini saja, dirinya ingin menangis. Karena Azmya memang gadis yang seperti itu sejak dulu. Hatinya teramat lembut. Hingga mudah sekali iba dan menangis.“Mia ... Sebenarnya, sebenarnya aku ingin bertanya kepada Kamu.”Dahi Azmya berkerut, “bertanya?” gumamnya. Kenapa jadi bertanya? Bukankah sang suami tadinya ingin mengakui sesuatu?Senyum Arsyil mengembang. “Azmya-ku, kenapa wajah kamu tegang sekali?” Melihat senyum Arsyil, masih belum dapat membuat hati Azmya menjadi tenang.“Aku hanya ingin bertanya. Apakah Kamu tau, kalau aku jatuh cinta sama Kamu, sejak kita SMA?”Dengan wajah yang masih dipenuhi kebingungan,