Share

Tujuh

   Suara letusan tembakan sebanyak dua kali tersebut terdengar cukup keras di telinga Viara. Ia sontak berhenti berlari.

   "Apa yang kaulakukan? Kita harus segera pergi dari sini!" gertak Reon. Sejenak ia menatap sekeliling dengan cemas. Pria itu yakin tidak akan lama sebelum orang yang mengejar ia dan Viara menyusul serta menemukan mereka. 

   "Ki-ta ... kita tidak bisa pergi begitu saja. Kita harus menolong mereka, bukan?" tanya Viara dengan mata berkaca-kaca. Ia tidak sanggup membayangkan orang-orang yang berada di bus menanggung bahaya karena dirinya.

    "Viara, sadarlah, kita tidak bisa menolong mereka!" seru Reon sambil mengguncang bahu gadis itu. 

    "Kita harus segera pergi" lanjut pria itu lagi sambil mengguncang bahu gadis di hadapannya tersebut. Namun Viara justru mengibas tangan Reon dengan kasar.

    "Aku akan menolong mereka. Aku tidak bisa meninggalkan mereka begitu saja. Kalau dirimu, itu terserah padamu. Aku tidak menyangka saja, kau memiliki kemampuan tapi menolak untuk menolong."

    Viara kemudian berbalik dan berjalan cepat ke arah bus yang tadi ia dan Reon tinggalkan. Gadis itu memekik saat Reon tiba-tiba meraih pinggangnya dari belakang.

    "Lepas, lepaskan aku, aku harus menolong mereka!" teriak Viara sambil meronta. 

"Lepaskan aku!"

    "Kau tidak akan bisa menolong mereka," sahut Reon.

    "Kenapa kau selalu ikut campur? Bukankah kau bilang akan pergi? Sudah pergi saja, biarkan aku menolong mereka. Yang kulakukan bukan urusanmu lagi!"

    Viara terus saja meronta sekuat tenaga sambil berteriak marah, bahkan memaki Reon. Selang beberapa saat, gadis itu terkulai lemah dan jatuh tidak sadarkan diri.

    "Dasar keras kepala!" gerutu Reon pelan sambil kemudian membopong Viara dan membawa gadis itu pergi dari sana.

***

    "Penembakan lagi?" tanya Wahyu tanpa mampu menyembunyikan rasa terkejutnya. Ardi yang berdiri di sampingnya mengangguk.

    "Kali ino terjadi di dalam bus. Dua orang yang ditembak tewas seketika."

    Pria bertubuh kurus itu berhenti berbicara saat melihat Wahyu memijat kening.

    "Lanjutkan!" suruh Wahyu.

    Ardi berdehem sesaat sebelum kembali berbicara,

"ada yang melihat Viara di dalam bus itu. Ia bersama seorang pria muda. Keduanya menghilang saat insiden itu terjadi."

    "Viara, Viara, sebenarnya apa yang terjadi? Apa gadis itu terlibat masalah hingga para penjahat itu ingin membunuhnya?" gumam Wahyu. Ardi hanya diam.

    "Cari tahu semua tentang Viara!" perintah Wahyu kemudian.

    "Kita sudah melakukan itu, bukan? Tidak ada apa pun, bahkan catatan pelanggaran lalu lintas sekalipun."

    "Kalau memang seperti itu, cari tahu siapa pria yang bersamanya dan apa hubungan mereka. Mungkin pria itu yang menyebabkan masalah ini."

***

    Viara membuka mata dan mendapati ia berada di dalam mobil yang dikemudikan oleh Reon. 

    "Apa yang kaulakukan padaku? Kita mau ke mana?" tanyanya.

    "Kita akan kembali ke kota. Kita akan melapor polisi. Bukankah itu rencanamu?"

    "Bagaimana dengan bus itu?"

    "Polisi mungkin sudah menanganinya. Sudahlah, jangan pikirkan lagi."

    Gadis tersebut kemudian terisak pelan. Reon hanya diam. Tatapannya tetap lurus ke depan. Jalan yang dilalui tampak sedikit berliku. Mentari tampak tengah berjalan menuju peraduan, meninggalkan secercah cahaya lembayung senja. 

   "Kau tidak mau menolong mereka, tapi kenapa kau menolongku?" tanya Viara sambil menatap keluar jendela. Reon tetap hanya diam.

***

   Waktu berlalu, hari telah beranjak malam saat Reon dan Viara tiba di kota. 

   "Ayo kita ke kantor polisi," ujar Viara kemudian. Reon hanya mengangguk. 

   Mobil terus melaju dan kemudian berhenti di depan bangunan yang cukup besar. Di halaman bangunan tersebut terdapat tulisan kantor polisi pusat. Setelah mematikan mesin mobil, Reon dan Viara segera keluar dari mobil.

    Keduanya baru saja berjalan beberapa langkah saat mobil berwarna hitam berhenti persis di depan kantor polisi tersebut. Orang-orang berpakaian hitam yang sangat dikenali Reon dan Viara. Orang-orang tersebut adalah yang memburu mereka selama ini.

    Langkah Reon dan Viara terhenti. Pria itu kemudian segera meraih tangan Viara. Mereka segera kembali menuju mobil. Suara deru mobil yang dikemudikan Reon membuat para penjahat tersebut menoleh.

    "Itu mereka!" seru si rambut kelabu. Segera mereka semua masuk ke dalam mobil untuk mengejar Reon dan Viara.

***

    Suara bising dari deru mobil terdengar hingga ke dalam kantor polisi. Wahyu yang masih membaca dokumen kasus Vino, menoleh ke Ardi.

    "Ada keributan apa itu?" tanyanya.

    Ardi mengangkat bahu. 

"Sepertinya ada yang datang, tapi mengurungkan niat."

    "Cari tahu siapa yang datang. Tidak mungkin datang ke kantor polisi, tapi kemudian pergi begitu saja. Mungkin mereka dalam masalah!"

    Ardi segera mengangguk dan bergegas hendak menuju luar, tetapi kemudian terdengar suara seorang pria dari samping,

"tidak perlu mencari tahu. Kalian sudah sibuk dengan kasus penembskan, apa perlu menambah kasus baru lagi?"

    Ardi tidak menjawab. Ia menatap pria tersebut dan Wahyu bergantian. Wajahnya tampak menyiratkan krbingungan, karena pria yang baru berbicara itu tidak lain adalah Kapten Herman, pimpinan di kantor polisi tersebut.

    Wahyu mengangguk pada Ardi. Pria muda itu kemudian segera kembali ke mejanya. Kapten Herman tersenyum tipis dan segera berlalu dari sana.

***

    Mobil berwarna hitam yang dikemudikan Reon melaju cepat menembus jalan raya. Rem berdecit dan suara klakson juga terdengar keras dari mobil-mobil yang berada di dekat mereka. Sementara dari mobil yang mengejar, terdengar suara tembakan dilepaskan. 

    Suara kaca belakang mobil yang pecah membuat Viara makin erat memejamkan mata dan menunduk ketakutan. Tidak lama terdengar pula terdengar suara ledakan dari mobil yang berada dekat mereka.

    Tembakan kembali dilepaskan. Meski Reon telah menyetir dengan gesit, peluru dari tembakan tersebut menembus ban belakang mobil. Ban tersebut kemudian robek. Laju mobil juga menjadi tidak terkendali. 

    "Keluar dari sini!" teriak Reon sambil membuka pintu mobil dan mendorong Viara. Gadis itu terjatuh di pinggir jalan. Sesaat setelahnya, mobil yang dikemudikan Reon menabrak dan terbalik di tempat yang tidak jauh dari Viara. Melihat itu, Viara segera menghampiri dan melihat Reon berada di dalam mobil dengan mata terpejam rapat. Darah mengalir dari kening pria itu.

    "Reon, Reon!" panggil Viara berulangkali sambil mengetuk jendela mobil tersebut. Ia kemudian membuka pintu dan berusaha untuk mengeluarkan Reon. Viara tengah sibuk menolong Reon hingga tidak menyadari mobil hitam yang tadi mengejar telah berhenti tidak jauh. Si lelaki berambut kelabu keluar dan mengarahkan pistol ke arah Viara.

 

   

    

    

   

Meimei

Aku bingung😁😁😁

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status