Killer from the future

Killer from the future

Oleh:  Meimei  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 Peringkat
11Bab
1.3KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Pembunuh datang dari masa depan untuk mencegah tragedi yang terjadi. Akan tetapi sang target justru tewas terbunuh oleh orang lain. Kini ia dan adik sang target menjadi pelarian. Diburu polisi yang menaruh curiga dan pembunuh target yang juga mengincar mereka.

Lihat lebih banyak
Killer from the future Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Pena Air
ceritanya menarik sekali, keren kak
2021-09-20 17:33:58
0
user avatar
Meimei
Good best i like it
2021-08-22 11:59:11
0
11 Bab
Satu
   "Apakah kita harus melakukan ini?" tanya seorang pria yang berpakaian serba hitam pada pria lain yang berdiri di sampingnya.   "Ini adalah misi yang harus kita laksanakan. Jika kau ragu sebaiknya tidak perlu ikut!"   Pria pertama mengangguk ragu setelah mendengar jawaban itu. Misi mereka adalah tidak lain adalah membunuh orang yang mendiami rumah bercat putih di depan mereka. Bukan tanpa alasan. Semua itu karena penghuni rumah tersebut adalah orang yang akan membawa kehancuran bagi bumi di masa depan.***    Seorang lelaki paruh baya berambut kelabu tampak berdiri menatap ke luar jendela besar di ruangan tersebut. Ruangan tempat ia berada tersebut terletak di sebuah gedung pencakar langit yang berukuran raksasa. Di luar tidak tampak apa pun. Hanya ada selubung kabut yang berwarna kehitaman, menutupi pandangan dari apa yang sesungguhnya terlihat di luar.    Suara pintu dibuka dan langkah orang masuk ke
Baca selengkapnya
Dua
   "Apa kalian sudah gila?" tanya Viara dengan suara keras."Kakakku tidak mungkin melakukan itu. Kalian pasti salah orang. Kakakku bukan pembunuh!"   Pintu kembali dibuka dari luar dan Reon bergegas masuk. Wajahnya tampak sarat dengan emosi. Aldrich segera menghalangi rekannya itu, tetapi Reon sontak mendorong menjauh.   Reon menunduk di hadapan Viara. Tatapan matanya tajam menusuk manik mata Viara.   "Kakakmu adalah pembunuh. Dia sudah membunuh banyak orang. Dia bahkan menghabisi keluargaku!"  Meski ketakutan, kepala Viara kembali menggeleng."Tidak, itu tidak mungkin, kakakku bukan orang seperti itu. Ia tidak akan membunuh orang!"  "Terserah kau mau bicara apa, yang pasti kakakmu harus mati!"  "Kakakku tidak mungkin membunuh. Dia tidak bersalah. Kalian yang sudah salah menuduh!"  "Kau pikir kami hanya menuduh sembarangan?"  Viara menggeleng sambil terisak. Ga
Baca selengkapnya
Tiga
   "Apa kau sudah gila?" teriak Reon sambil berkelit menghindar. Ternyata orang yang diam-diam berniat menyerang dirinya tidak lain adalah Viara. Gadis itu tidak menggubris, ia tetap saja terus saja menyerang dengan sebuah tongkat besi.   "Hentikan!" teriak Reon sekali lagi. Ia segera mencekal besi berukuran panjang tersebut dan menariknya hingga terlepas dari genggaman tangan Viara. Tindakan tersebut membuat gadis itu tersentak dan nyaris terjatuh. Reon sendiri segera melempar sejauh mungkin batang besi yang kini berada di tangannya.     Viara segera berjongkok dan memeluk lututnya sambil menangis. Ia merasa begitu kecewa dan marah pada dirinya sendiri karena tidak berhasil membalas dendam untuk Vino.    "Kak, ka-u pasti kecewa padaku. Kak, ma-afkan aku. Aku adalah adik yang buruk. Seharusnya kau tidak mempunyai adik sepertiku," ucapnya kemudian dengan suara tersendat.    "Jadi kau begitu marah karena ka
Baca selengkapnya
Empat
  Viara berusaha untuk bangun saat mendengar suara langkah kaki mendekat ke arahnya. Wajahnya mengernyit menahan nyeri. Namun saat ia baru saja berhasil untuk duduk, terdengar suara seseorang,  "ternyata kau berada di sini, sudah waktunya bagimu untuk mati."  Seorang pria bersetelan hitam yang rapi menodongkan pistol padanya. Viara hanya duduk mematung, merasa kali nyawanya sungguh akan berakhir. Akan tetapi, saat pistol meletus, muncul sosok dengan cepat menendang tangan yang memegang pistol tersebut. Tembakan itu meleset dari sasaran.   "Cepat pergi dari sini!" gertak orang yang menolong Viara. Ternyata dia tidak lain adalah Reon. Tampak bekas luka goresan pula di pipi dan kening pria itu. Viara mengangguk dan segera bangkit berdiri. Dengan langkah terseok dan wajah mengernyit, ia berjalan menjauh dengan cepat. Telinganya menangkap suara perkelahian dari tempat yang baru ditinggalkan. Ia ingin membantu Reon, tetapi sadar dirinya mungkin m
Baca selengkapnya
Lima
   Viara masih tertegun saat Reon kemudian meraih tangannya."Ayo kita pergi dari sini sekarang!"    "Tapi bagaimana dengannya?" tanya Viara sambil menuding lelaki yang baru saja berkunjung. Reon menggeleng.   "Dia sudah mati. Kita harus pergi atau kita juga akan menyusul dia!"   Reon kembali menarik tangan Viara, tetapi gadis itu masih saja berdiri terpaku.   "Ki-ta ... ki-ta tidak bisa pergi begitu saja. Kita harus memberitahu keluarganya. Kita ...."   "Viara!" gertak Reon sambil mengguncang bahu gadis itu. "Kau harus sadar kita tidak bisa melakukan itu. Kita harus pergi!"   Viara menggeleng dengan kuat. Reon setengah menyeret gadis itu menuju ke arah pintu belakang. Viara masih tampak keberatan. Tidak lama terdengar suara berondong peluru dari arah luar. Segera Reon meraih pinggang gadis itu dan mengajak untuk tiarap di lantai.    Suara ka
Baca selengkapnya
Enam
  Viara terbatuk-batuk saat Reon akhirnya memutuskan untuk melepaskan dia.  "Aku tidak akan membunuhmu, tapi jika sekali lagi kau merendahkan Tuan Anderson maka aku pasti akan membunuhmu. Aku akan melakukannya, meski itu tidak sesuai misi yang kujalankan," geramnya.  "Ternyata kau bisa juga berpikir di luar misimu itu. Kukira kau hanya bisa patuh dan tidak bisa membuat keputusan sendiri," ucap Viara dengan suara yang masih sedikit serak. Gadis itu mengusap lehernya yang masih menampilkan bekas memerah akibat cekikan tersebut.   Reon tidak menanggapi perkataan Viara. Ia kemudian malah bangkit berdiri.    "Kau akan pergi sekarang?" tanya Viara.   "Aku pergi setelah mengantarmu ke tempat aman."   "Tempat aman? Apa masih ada tempat aman untukku? Para penjahat itu selalu saja menemukan kita, bukan?"    Reon terpekur sesaat. Dia juga merasakan hal yang sama. Kemanapun merek
Baca selengkapnya
Tujuh
   Suara letusan tembakan sebanyak dua kali tersebut terdengar cukup keras di telinga Viara. Ia sontak berhenti berlari.   "Apa yang kaulakukan? Kita harus segera pergi dari sini!" gertak Reon. Sejenak ia menatap sekeliling dengan cemas. Pria itu yakin tidak akan lama sebelum orang yang mengejar ia dan Viara menyusul serta menemukan mereka.    "Ki-ta ... kita tidak bisa pergi begitu saja. Kita harus menolong mereka, bukan?" tanya Viara dengan mata berkaca-kaca. Ia tidak sanggup membayangkan orang-orang yang berada di bus menanggung bahaya karena dirinya.    "Viara, sadarlah, kita tidak bisa menolong mereka!" seru Reon sambil mengguncang bahu gadis itu.     "Kita harus segera pergi" lanjut pria itu lagi sambil mengguncang bahu gadis di hadapannya tersebut. Namun Viara justru mengibas tangan Reon dengan kasar.    "Aku akan menolong mereka. Aku tidak bisa meninggalkan mereka begitu saja. Kalau dir
Baca selengkapnya
Delapan
   Belum sempat tembakan dilepaskan terdengar suara ledakan dari mobil yang berada di antara Viara dan penjahat yang terus mengejarnya itu. Tidak lama terdengar pula suara sirene mobil polisi dan ambulans yang semakin dekat.   "Sial!" gerutu si rambut kelabu. Ia kemudian masuk ke dalam mobil. Mereka segera bergegas pergi dari situ.   "Reon, bangunlah, Reon!" pinta Viara berulangkali. Air mata yang telah banyak bercucur kembali keluar. Ia sungguh tidak bisa menghindari rasa panik karena menyadari tanpa Reon, ia mungkin sungguh akan sendirian.   Pria itu terbatuk berkali-kali sesaat kemudian. Viara menghela napas lega. Ia segera membantu Reon keluar dari mobil. Viara kemudian membantu memapah pria itu berjalan menjauh. Sementara suara sirene terus berbunyi semakin dekat.***    Wahyu berdiri diam menatap mobil-mobil yang terguling dan terbakar di depannya. Ia sungguh tidak mengerti dengan apa yang sesungguh
Baca selengkapnya
Sembilan
   Karena Viara terus saja bersikeras, Reon akhirnya memutuskan untuk mengalah. Meski begitu, tetap saja bersikap waspada. Firasatnya mengatakan akan ada hal buruk terjadi. Pertemuan mereka dengan bibi Hana terlalu kebetulan, segalanya seolah telah direncanakan.   Viara menoleh pada pria yang duduk di sampingnya itu."Apa yang kaupikirkan?"   "Tidak ada," geleng Reon.   "Jangan cemas, setelah kita aman di sana, aku akan mencari cara menghubungi polisi lagi. Setelahnya, kau bisa pergi," ucap Viara sambil menggenggam tangan Reon. Entah mengapa hatinya terasa begitu berat saat mengatakan itu. Rasanya kini semakin sulit untuk membayangkan berpisah dengan Reon.   Reon hanya mengangguk sambil tersenyum kecil. Ia tidak ingin mengatakan kecurigaan pada Viara. Bisa jadi gadis itu malah marah. Lagipula sebentar lagi Viara tidak akan lagi menjadi tanggung jawabnya. Saat berpisah, lebih baik mengakhiri dengan baik.
Baca selengkapnya
Sepuluh
  Viara membuka mata dan menyadari ada kain di atas tubuhnya. Ia kemudian melihat Reon tengah tidur sambil duduk di salah satu kursi. Sebelum tidur, kelihatannya pria itu sempat menyelimuti dirinya dengan kain biru yang telah pudar warnanya tersebut.   Viara beranjak bangun dan menghampiri Reon. Wajahnya menunduk hingga setara dengan wajah pria itu. Mata Reon masih terpejam rapat. Ia tampak sungguh tengah tertidur lelap.  'Dia cukup tampan, tulang pipinya juga terlihat sempurna. Hidung yang mancung dan bulu mata yang panjang, aku bahkan tidak punya. Andai tidak terjadi masalah, sangat mudah bagiku untuk menyukai dia,' ucap Viara dalam hati. Matanya masih terus tertuju pada raut wajah pria tersebut. Tangannya terulur seolah hendak menyentuh. Namun tiba-tiba mata Reon terbuka dan bertemu tatap dengan Viara.  "Apa yang kaulakukan?"   Viara yang tidak menyangka hal itu, tentu langsung terperanjat dan tersentak mundur. Ia bahkan
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status