Share

Bab 4. Gunjingan Janda

"Mas, rumah kayu itu, ya!" 

Dia menepikan mobilnya dan parkir di depan rumahku. 

"Mari duduk dulu. Saya ambilkan sausnya," ucapku. 

Sengaja aku persilahkan di teras rumah. Statusku yang janda ini harus hati-hati dalam bersikap. Jangan sampai menimbulkan dugaan yang tidak benar.

"Eh, ada tamu!" 

Tiba-tiba nylonong Lela, temanku sekolah dulu sekaligus tetangga pas di sebelah rumah. Kami seumuran, bedanya dia masih single sedangkan aku sudah janda. 

"Temannya Kartika, ya. Aduh cakep sekali, sudah putih, tinggi, ganteng lagi!" ucapnya dengan memberikan senyum termanisnya.

"Mas, punya teman yang seganteng Masnya? Kenalin dong! Kalau Masnya, aku tidak berani menggoda. Nanti aku dimakan sama dia," katanya sambil mengarahkan dagunya kepadaku.

"Apa-apaan sih, Lela. Sudah sana pergi!"

"Cie ... cie ....  Yang tidak mau diganggu. Bener ya, Mas! Pesenanku yang tadi!" teriaknya sambil pulang ke rumah yang berada di balik tembok ini.

"Maaf, ya. Sebentar saya ke dalam."

Dia mengangguk tersenyum.

Aku bawa keranjang berisi botol-botol saus. Ada saus tomat dan saus tomat pedas, sementara ada dua varian itu saja. 

"Diminum, Mas," ucapku sambil menyodorkan segelas air putih. 

Dia langsung meminumnya sampai tandas. Benar-benar haus, sampai-sampai minum dengan terburu-buru dan sebagian air tumpah. Apalagi dari keliling pasar dengan membawa bawaan segitu banyak. 

Kaosnya yang basah, tidak mampu lagi menyembunyikan otot yang berbayang dibaliknya.

Hus....  Mata janda memang jeli kalau melihat sesuatu yang bagus, walaupun tersembunyi.

"Yang ini testernya. Maaf, tidak ada roti untuk dioles," ucapku mengalihkan perhatianku dari pemandangan di depanku.

Biasanya kalau aku demo produk, pasti aku sajikan potongan kecil roti tawar. Jadi sausnya dioles di roti, baru di makan.

"Tinggal ini saja, stok yang saya punya. Mau ambil berapa? Setiap kemasan lima ratus gram dan harganya tiga puluh lima ribu," terangku sambil mengeluarkan lima botol saus tomat dan tiga botol saus tomat pedas.

"Ini Mbak Kartika sendiri yang membuat?" tanyanya sambil membaca label yang aku cantumkan di botol.

~

KARTIKA SAUCE HOMEMADE

Bahan dari tomat asli

~

"Bukan kemasan ulang, kan? Beli curah, terus dikemas ulang," tanyanya sambil menatapku curiga.

Aku mendengus kesal.

"Mas, kalau tidak percaya, bisa lihat langsung pembuatnya. Sebentar lagi saya akan masak. Mau nungguin?!" tanyaku kesal dengan melotot ke arahnya.

Berani-beraninya dia meragukan saus buatanku. Resep keluarga yang sudah aku modifikasi sesuai racikanku sendiri, dan disesuaikan dengan ilmu yang aku dapat dari kampus. 

"Bercanda Mbak Kartika. Maaf," katanya sambil menangkupkan kedua telapak tangannya.

Hih! Orang ini cakep tapi ngeselin!

"Jangan cepet marah. Nanti cepat tua!" ucapnya lagi sambil tertawa terbahak. Apa mungkin melihat mukaku yang cemberut, ya.

"Jadi ambil, kagak!" kataku kesal.

"Saus tomat lima dan saus pedas satu!" jawabnya dengan masih tersenyum geli. 

Setelah dia bayar, aku taruh botol saus menjadi dua kantong kertas karton coklat dengan label Kartika Sauce. 

Selain kualitas produk, aku juga memperhatikan kemasan. Karena dengan kemasan yang bagus, nilai produk akan naik dan costumer merasa dihargai.

"Terima kasih ya, Mbak. Sudah bantu saya belanja juga. Tasnya bagus!" ucapnya tersenyum sambil menunjukkan kedua tas isi botol saus belanjaannya.

"Iya. Sama-sama," ucapku langsung masuk rumah. 

Biasanya kalau ada tamu, pasti aku antar sampai ke depan rumah. Berhubung kesal, aku biarkan saja orang itu.

"Mbak Kartika! Mbak!" teriaknya dari dalam mobil.

Langsung aku melongokkan kepalaku ke luar. Dia berteriak memanggilku. 

Apa lagi, sih! Aku menghampirinya, sebelum para tetangga keluar karena teriakan orang ini.

"Apa lagi sih, Mas!" tanyaku kesal dengan muka berlipat.

"Mbak Kartika, tomatnya ketinggalan!" ujarnya sambil menunjukkan satu kresek tomat.

Dengan muka merah karena malu aku menerima kresek itu. Terlanjur pasang tampang seram, padahal aku yang salah karena pikun. Untung dia ingatkan, kalau tidak, bisa tidak jadi buat pesanan saus.

"Makanya Mbak. Jangan marah-marah dulu!" ucapnya sambil tersenyum mengejek. "Padahal kalau senyum cantik, lo!" teriaknya dan langsung tancap gas meninggalkanku.

Dasar laki-laki aneh! Eh, siapa nama orang itu, ya? Masa bodoh!

***

Setelah membersihkan diri, aku langsung ke rencana, membuat saus tomat.

Ada satu keranjang besar tomat yang sudah aku siapkan dari kemarin dan sekarang ditambah satu kresek tomat yang aku bawa tadi.

Membuat saus tomat, bukan hal yang baru bagi keluarga kami. Ibuku sering membuat untuk kami. Racikan yang cukup pas, yang sudah menjadi favorit kami. 

Resep saus aku mantapkan lagi disesuaikan dengan keilmuan yang aku dapat dari kampus.

Aku mengambil Fakultas Pertanian, Jurusan Tehnologi Hasil Pertanian. Bahkan, skripsiku mengambil tema pengemasan saus homemade dengan tehnik pengawetan alami. Jadi, yang aku buat sekarang sudah teruji secara laboratorium. 

"Kartika! Kartika!" 

Suara ibu terdengar memanggilku. Aku meninggalkan rebusan tomat dan bergegas menghampiri ibu yang baru masuk rumah. Ibu pulang dari arisan kelurahan.

"Ada apa, Bu? Kok teriak-teriak."

Tanpa menjawab pertanyaanku ibu menarikku untuk duduk di kursi rotan.  "Kartika! Kamu tadi pergi dengan siapa! Siapa laki-laki itu! Kenapa kamu tidak cerita dengan ibu!" tanya ibu memberondongku. 

Aku menghela napas panjang. Imbas peristiwa tadi ternyata berbuntut panjang.

"Tidak hanya di arisan, sampai di pasar semua orang bertanya ke ibu. Kapan resepsinya. Resepsi apa!" teriak ibu sambil menatapku tajam. "Apa kamu punya pacar dan tidak cerita ke ibu?" tanyanya sambil menatapku curiga.

"Seluruh kampung tahu, kamu dibawa laki-laku pakai mobil. Hanya ibu yang tidak tahu! Maksud kamu apa!" teriak ibu.

"Ibu! Kapan Tika akan menjawab, kalau ibu tidak berhenti bertanya?!" teriakku menghentikannya.

Langsung mengambil tangan ibu dan aku genggam dengan lembut. Aku mengerti yang ibu rasakan, kondisiku yang sudah janda di usia muda pasti membuat beliau kepikiran. Apalagi di desa, yang apapun yang kita lakukan bisa menjadi bahan pembicaraan orang-orang.

"Tika tadi diantar pelanggan .... "

"Pelanggan?! Tika! Pelanggan apa?!?" teriak ibu marah.

"Ibu! Orang itu beli saus!" teriakku menyadarkan ibu yang sudah berfikir aneh-aneh.

Aku sodorkan segelas air putih ke ibu. "Ibu, minum ini dulu. Kalau sudah tenang, baru Tika akan cerita," kataku sambil memijit kaki ibu yang bersandar di kursi panjang ini.

Aku bercerita tentang semua kejadian tadi. Dari mulai di tempat Bulik Surti, belanja di pasar sampai di rumah mengambil saus. Kecuali adegan jatuh, ya.

"Kamu tidak tahu dia siapa?" tanya ibu dengan nada sudah merendah.

"Tidak tahu, Bu. Saya juga lupa tanya," jawabku.

"Kartika, menjadi janda itu harus hati-hati dan menjaga sikap. Apalagi kamu masih muda dan cantik, gampang jadi gunjingan orang."

"Iya iyalah cantik. Anak siapa?" kataku sambil menggelendot manja di lengannya.

"Tika ... Tika. Sudah janda kok masih manja," ucapnya sambil mengelus rambutku.

"Maafkan ibu, ya. Ibu sempat emosi dan tidak percaya dengan kamu," ucap ibu. "Tika, kamu tadi masak apa? Ibu lapar." 

"Tomat! Tomat ... !" teriakku kaget. Aku langsung loncat berdiri dan lari secepat kilat ke dapur melihat rebusan tomatku.

Semoga tomatku terselamatkan.

******

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status