Share

Ep 02. Kesempatan Kedua

Alam kematian 1000 tahun setelah kematian Hou Yi.

"De-dewi Lanun, tolong hentikan melodi yang kamu mainkan!"

Di alam kematian, seorang bidadari tengah memainkan kecapinya. Tubuh Hou Yi bergetar hebat ketika mengetahui siapa yang ada di depannya. Ia adalah Dewi Lanun, wanita abadi yang memiliki sifat pemalu. Dewi Lanun meneteskan air mata darah sambil terus memainkan melodi tersebut.

"Kamu gagal menjaga kedamaian dunia. Karenamu, dunia benar-benar hancur, karenamu juga mereka saling membunuh satu sama lain!"

"Dewi Lanun, kenapa kamu menyalahkan diriku?" Hou Yi tidak habis pikir. Ia sama sekali tidak memerintahkan siapa pun untuk saling membunuh, tetapi ... seperti yang Dewi Lanun bilang, kekacauan usai kematiannya tidak terhindari.

Kematian Hou Yi membuat Dewa Xia dan Dewi Xie marah besar dan menyerang pasukan Dewa Quan. Belum lagi, aksi balas dendam dari guru Hou Yi, Hou Yen, yang tidak terima muridnya terbunuh dengan cara yang begitu keji.

Dewi Lanun tersenyum miring. "Aku sudah bilang untuk tidak memperlihatkan identitas ketika dirimu menolong orang lain."

Hou Yi seketika merasa tertampar dan teringat kesalahan yang ia perbuat. Ia pun berlutut di hadapan Dewi Lanun memohon ampun. "Maafkan aku. Tolong berikan aku kesempatan kedua kalinya!"

Hou Yi benar-benar menunjukkan rasa bersalahnya di hadapan sang wanita abadi. Wanita itu menatap Hou Yi lekat-lekat. "Aku akan memberikanmu kesempatan lagi, tetapi dengan satu syarat." Matanya menajam melihat ke arah Hou Yi yang masih tak berkutik. "Aku akan menghilangkan kekuatan dan ingatanmu sebagai hukuman!"

"Tidak. Tunggu dulu--" "Aku tidak sedang bernegosiasi, Hou Yi." Dewi Lanun berdiri dan melangkah mendekati Hou Yi. Sebelum menjentikkan jarinya, Dewi Lanun berujar, "Selamat tinggal, aku harap kamu bisa menyelesaikan misi abadi untuk menjaga perdamaian dunia dan mengembalikan semuanya seperti semula!"

**

"Argh! Kenapa aku tidak bisa mengingatnya?!" Bocah itu terus berusaha mengingat mimpi yang terasa begitu nyata untuknya. Di saat yang sama, sesosok wanita tua masuk ke kamarnya dengan wajah panik.

"Hou Yi, apa kamu bermimpi buruk?"

Bocah yang dipanggil Hou Yi itu menggelengkan kepalanya. "Tidak, Nyonya Wen."

Nyonya Wen adalah pengurus panti asuhan di mana bocah bernama Hou Yi tersebut tinggal.

"Tidurlah lagi, Hou Yi. Ini masih larut malam. Besok kita akan latihan seperti biasa." Nyonya Wen menepuk kepala Hou Yi lembut sebelum kembali membenahi selimut bocah malang tersebut.

"Baik, Nyonya Wen." Hou Yi kembali merebahkan dirinya. Matanya kembali memejam, tetapi setelah suara pintu kamarnya tertutup, ia kembali membuka matanya. "Mengapa rasanya ada yang salah dengan tubuhku ini? Rasanya tidak nyaman."

Semalaman, pikiran Hou Yi dipenuhi hal-hal yang ia sendiri tidak mengerti. Tubuh kecilnya layaknya bocah berusia 4 tahun terasa salah. Ingatannya pun terasa ada yang menghilang, tetapi ia sendiri tidak tahu apa yang berbeda dari dirinya. Karena pikirannya penuh oleh hal tersebut, alhasil, dirinya baru bisa tertidur menjelang pagi. Di saat ia masih lelap dalam tidur, ia dikagetkan dengan siraman air yang mengenai sekujur tubuhnya.

"Dasar pemalas! Cepat bangun!" teriak anak perempuan yang menyiramkan air padanya.

"Apa yang kamu lakukan?!" Hou Yi terbangun dengan perasaan kaget. Di hadapannya, Hai Rong dengan wajah garangnya bertolak pinggang.

"Apa?! Dasar anak cacat!" Hai Rong memaki bocah yang begitu tidak disukainya ini. "Sana mandi lalu ikut latihan! Dasar sampah tidak berguna!"

"Ma-maafkan aku, Hai Rong." Setelahnya ia terburu-buru meninggalkan Hai Rong, sampai menubruk gadis tersebut dan membuatnya jatuh duduk.

"Bocah tidak berguna!!!" Teriakan Hai Rong menggema di sepennjuru panti asuhan.

Hou Yi mendengar, tetapi dia tidak memedulikan gadis itu lagi dan memilih bergegas mandi. Usai mandi dan sarapan, Hou Yi menuju halaman di mana anak-anak lain tengah latihan. Melihat Hou Yi yang baru hadir di tengah-tengah mereka, cibiran terdengar saling bersahutan.

"Anak cacat!" "Mau apa dia ke sini?" Hou Yi menundukkan kepalanya, tidak berani melawan perkataan teman-temannya. Tak lama, Nyonya Wen menghampiri Hou Yi dan membuat cibiran tersebut terhenti.

Melihat anak-anak sudah berkumpul semua, Nyonya Wen memulai sebuah tarian pedang yang kemudian ia perintahkan untuk diikuti anak-anak. Semua anak-anak yang berlatih ternganga melihat Hou Yi. Di saat anak lainnya merasa begitu kesulitan mengikuti gerakan Nyonya Wen, Hou Yi mengikuti tarian pedang yang dilakukan Nyonya Wen dengan sangat sempurna.

'Aneh. Kenapa tubuhku terasa sudah begitu kenal dengan tarian ini?!'

Dz

Bersambung….

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status