Share

Bab 6. Hari Pertama Hou Yi

Bab 6. Hari Pertama Hou Yi

"Hou Yi!" Wu Sin begitu panik saat melihat ratu ular bersiap mengeluarkan jurusnya. Namun, hal yang ditakutkan Wu Sin justru tak terjadi.

Ada sebuah energi yang begitu kuat dari dalam tubuh Hou Yi yang aktif saat merasakan ada bahaya. Hal tersebut membuat Ratu Ular terdorong mundur dengan perasaan terkejut.

"Pewaris Giok Hitam!" gumam Ratu Ular. Ia bisa menebak energi yang terpancar dari tubuh bocah kecil yang mencuri tanamannya. "Siapa anak ini sebenarnya? Aku tidak seharusnya membunuh orang yang memiliki energi giok hitam!"

Tanpa banyak berkata, Ratu Ular pun pergi meninggalkan tempat tersebut. Wu Sin dan Hou Yi menggaruk kepalanya, mereka kebingungan.

"Kenapa dia pergi?" ucap Wu Sin mengamati penampilan anak di sampingnya. "Apa kamu berbuat sesuatu padanya?"

"Entah, aku juga tidak tahu, Paman."

"Sudahlah. Sebaiknya kita segera kembali!" Wu Sin tak memperpanjang kebingungan mereka. Hal itu justru ia manfaatkan untuk bisa segera keluar dari dalam hutan.

Matahari tenggelam membuat keadaan hutan semakin gelap gulita. Wu Sin dan Hou Yi memutuskan untuk beristirahat dan melanjutkan perjalanan besok pagi. Hou Yi menyalakan api unggun, sementara Wu Sin menyajikan ikan kering yang dibeli di Kota Merpati.

"Bakarlah. Kita tidak akan kelaparan. Aku sudah menyiapkannya bekal perjalanan."

Hou Yi menuruti Wu Sin. Namun, ada satu hal yang mengganjal pikirannya sekarang. "Paman, kenapa kita tidak kembali malam ini saja?"

"Nak, hutan ini terlalu banyak memiliki hewan buas. Aku takut tidak bisa melindungi nyawamu!"

Hou Yi mengambil ikan kering untuk dibakar. "Aku harap Bibi Wen memaafkanku karena terlambat pulang!"

Perlahan, malam semakin larut. Wu Sin sudah tertidur pulas bersandar di batang pohon, sedangkan Hou Yi masih terbangun melihat api unggun yang mulai meredup.

Bocah itu mengerutkan keningnya tak mengerti. "Kenapa api ini tidak bisa menyala lagi? Padahal aku sudah menambahkan kayu bakar!"

Api unggun yang berangsur mati itu membuat keadaan semakin gelap gulita. Saat keadaan begitu gelap itulah, Hou Yi tidak mengetahui ia telah berpindah tempat.

"Di mana aku? Paman ... apakah kamu ada di sana?" ucap Hou Yi begitu panik saat menyadari dirinya sudah tidak berada di tempat yang ada api unggunnya tadi.

Tidak ada sahutan dari Wu Sin. Yang ia dengar selanjutnya justru suara Ratu Ular yang begitu puas melihat reaksi kebingungan Hou Yi.

"Ha-ha-ha! Anak kecil, katakan siapa orang tuamu?" tanyanya yang langsung muncul di hadapan Hou Yi.

Hou Yi melihat pedang di tangan Ratu Ular yang terus diasongkan ke arahnya. Bocah tersebut berjengit, mencoba menghindari kemungkinan goresan yang ditimbulkan jika pedang itu terkena kulitnya. "Aku mohon, jangan bunuh aku!"

Ratu Ular tersenyum. "Kalau tidak ingin mati, katakan siapa orang tuamu!"

Hou Yi tergagap. Ia sama sekali tidak mengingat hal lain selain ia bernama Hou Yi, berusia 4 tahun dan tinggal di panti asuhan. "A-aku ... Aku lupa!"

Ratu Ular memukul pelan kepala Hou Yi dengan gagang pedangnya yang tumpul. "Dasar bodoh! Anak macam apa kamu tidak tahu siapa nama orang tuamu!"

"Aku tidak tahu, tolong jangan bunuh aku--argh!"

Ratu ular mencengkram leher Hou Yi. Anak itu terbatuk-batuk saat mendapatkan cengkraman kuat.

"De-dewi Lanun, tolong aku!" ujarnya terbata-bata.

Ratu ular melepaskan cengkramannya dengan wajah serius. Ia menatap tajam ke arah anak di depannya.

"Katakan siapa kamu sebenarnya, kenapa kamu mengetahui nama Dewi Lanun!"

Tiba-tiba saja, Hou Yi terpikirkan nama tersebut. Sebuah ingatan singkat yang samar-samar itu pun kembali membayang.

"Dewi Lanun pernah bilang, aku tidak harus memberitahu identitas asliku kepada orang lain!" gumam Hou Yi merangkak mundur.

"Baiklah kalau tidak mau bicara, aku akan memaksamu!" ucap Ratu ular menjentikkan jari.

BRUK!

Hou Yi terguling di kehampaan tanpa dasar. Ia memuntahkan seteguk darah segar.

Ratu Ular menunjukkan seringai di bibirnya. "Masih tidak mau bicara?" Ia melihat Hou Yi masih kukuh menutup mulutnya meski sudah mengalami beberapa luka akibat jentikan jarinya saja. Ratu Ular menganggukkan kepalanya, menghargai keberanian bocah kecil tersebut.

"Baiklah, mungkin siksaan yang aku berikan kurang cukup untukmu!"

Ratu Ular kemudian memunculkan formasi raksasa. Saat itu juga, Alkemis Wu Sin tiba-tiba muncul lalu memukul wajah Ratu Ular sampai terlempar beberapa meter.

BUGH!

"Ular sialan, beraninya kau menyiksa anak kecil sepertinya!" Wu Sin marah atas perlakuan Ratu Ular pada Hou Yi. Menurutnya, wanita itu menindas orang yang tidak setimpal dengan kemampuannya. "Dasar pengecut, kalau ingin bertarung hadapi aku!"

"Sialan, bagaimana dia bisa masuk ke dunia ilusi milikku!" gumam Ratu ular mengamati situasi. Ia kembali berdiri kokoh dan bersiap menghadapi Wu Sin.

"Paman!"

Hou Yi menghampiri Wu Sin. Namun, pria itu menghalanginya untuk mendekat. "Mundurlah, serahkan dia padaku!"

Setelah Hou Yi menjauh, Wu Sin berlari dengan tubuh diselimuti kobaran api. "Meskipun kamu lebih kuat dariku, tapi aku adalah murid Dewa Xia!" Wu Sin melayangkan serangan lebih dulu.

Satu nama yang diucapkan Wu Sin membuat Ratu Ular tercengang. Namun, hal itu tak berlangsung lama, sebab detik berikutnya, Ratu Ular kembali menimbulkan gemuruh.

BRUAK!

"Aku hanya ingin tahu siapa anak itu!" Ratu Ular balas memukul wajah Wu Sin.

Saling serang antara Ratu Ular dan Wu Siin menimbulkan ruang kehampaan itu retak.

"Dia hanyalah anak yatim-piatu, jangan coba-coba menyentuhnya!"

'Apa?!' Ratu Ular tercengang mendengar satu lagi fakta tentang bocah pencuri tanamannya. Hanya ada satu panti asuhan yang berada di dekat hutan belantara ini. Dan ... Ia tidak ingin melanggar sumpahnya untuk tidak menyerang dan menjaga anak-anak panti asuhan tersebut. Karena itu, Ratu Ular segera mundur. Kemarahan tidak lagi terlihat di wajahnya.

"Maafkan aku, pergilah dari hutan ini. Aku tidak akan pernah berurusan dengan panti asuhan yang ada di hutan ini!"

Namun, rupanya perkataan Ratu Ular dianggap meremehkan kemampuan Wu Sin. Pria tersebut berlari dengan kecepatan tinggi, bersiap untuk menerjang musuh di hadapannya. "Kurang ajar, kamu meremehkanku?!"

Ratu ular menjentikkan jari membuat Wu Sin terlempar mundur. "Jangan pancing kemarahanku! Aku bisa saja membunuh kalian berdua!"

Di antara dua orang dewasa yang sedang bersitegang itu, Hou Yi didera kebingungan sendiri. Sedari tadi, ia menangkap Ratu Ular ingin tahu perihal identitas dirinya. Ia begitu penasaran, mengapa orang seperti Ratu Ular, penguasa dan penjaga hutan belantara ingin mengetahui tentang dirinya?

"Tunggu dulu!" Hou Yi menyela perdebatan keduanya.

"Kenapa kamu menanyakan orang tuaku dan siapa aku?!"

Ratu Ular melepas pandangannya ke arah Wu Sin dan menatap serius ke arah Hou Yi.

"1000 tahun, semenjak keturunan terakhir keluarga Hou terbunuh oleh orang-orang Dewa Quan, saat itu juga dunia mengalami kekacauan besar." Mata Ratu Ular mengobar merah begitu mengatakan hal tersebut.

"Perang di mana-mana. Penduduk bumi banyak yang tewas, benua-benua terbelah membentuk jurang dalam, kerangka bumi mengalami retakan akibat perang berkepanjangan, bahkan ada benua yang hilang akibat bencana alam!" Ratu Ular mengepalkan tangannya erat pada pedangnya.

Hou Yi menyimak cerita Ratu Ular dengan serius. "Lalu?"

Ratu Ular kembali melanjutkan pembicaraannya. "Kekacauan yang ditimbulkan dari peristiwa 1000 tahun lalu itu berlangsung selama 700 tahun." Ratu Ular menjeda kalimatnya. Ia menatap lekat pada mata Hou Yi, lalu menengadahan kepalanya kembali

"Sebelum kekacauan itu terjadi, sudah ada ramalan yang mengatakan kalau dunia akan bergejolak. Dan setelah 1000 tahun, akan ada anak yang lahir ke dunia untuk mengembalikan semua keadaan seperti era kejayaan Raja Jia Lin." Wanita itu tidak menampik bahwa ia menduga anak yang diramalkan itu adalah Hou Yi, pencuri tanaman obat miliknya.

"Siapa Raja Jia Lin?" Hou Yi bertanya kembali. Ia ingat, Nyonya Wen pernah menyebut nama yang sama, hanya saja pengetahuan wanita tua itu terbatas.

"Dia adalah Raja yang menguasai setengah belahan dunia, tapi sayang Raja Jia Lin memilih menjadi budak Dewa Quan!"

Ratu Ular menutup kalimatnya dengan emosi yang berapi-api. Wu Sin yang menyaksikan bagaimana Ratu Ular mengungkit masa lalu pedih itu pun bertindak.

"Maaf Ratu ular, sebaiknya kamu tidak mengungkit masa lalu yang pernah terjadi." Kalimat Wu Sin membuat Ratu Ular kembali menatapnya, menunggu pria itu melanjutkan kalimatnya. "Aku, Wu Sin ... juga pernah mendengar cerita guruku, Dewa Xia, kalau perang belum selesai dan hanya berhenti sementara!"

Hou Yi yang masih menyimak pun mengambil sebuah kesimpulan. "Apakah itu berarti ...."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status