"A-apa yang terjadi? Kenapa aku seperti ini? A-aku ada di mana?" tanya Ivana gelagapan, manakala ia melihat-lihat ke setiap sudut kamar mewah yang asing ini.
"Tunggu... Kenapa juga tubuhku terasa sangat sakit dan pegal? Terutama pada bagian...." Ivana tidak melanjutkan kata-katanya, sebab atensi dan fokusnya kini tertuju kepada miliknya yang terasa sakit seperti habis dirobek paksa.
"Siapa yang sudah melecehkanku?" gumam Ivana gelisah. Wanita itu memejamkan matanya, sembari berusaha untuk mengingat-ingat apa yang terjadi semalam.
Ketika sedang mencoba mengingat apa yang terjadi kepadanya, potongan-potongan ingatan seperti film yang diputar secara acak muncul di ingatannya.
Ivana mengingat kejadian di mana ia memergoki sang calon suami bercumbu dengan adik tirinya sendiri di dalam apartemen miliknya. Kemudian, Ivana pergi ke sebuah tempat hiburan malam untuk melampiaskan kesedihannya.
Saat ia sedang asyik minum-minum seorang diri, tiba-tiba saja, seorang pria datang menghampirinya. Namun setelah itu ia tidak ingat apa-apa lagi.
"Ingatan sialan! Setidaknya aku harus tahu siapa pria yang sudah melecehkanku!"
Ivana mendengus kesal, karena tidak bisa mengingat wajah pria yang sudah menodainya. Mungkin memang di lingkungannya, berhubungan suami istri sebelum menikah itu adalah hal yang lumrah. Akan tetapi, bagi Ivana hal ini sangat penting untuknya, karena ia hanya ingin mempersembahkan kesuciannya untuk suami masa depannya. Namun, ia malah menyerahkan kesucian itu untuk sembarang orang.
"Ayolah Ivana, setidaknya kau harus mengingat wajahnya!"
Wanita itu terus memaksakan dirinya untuk mengingat siapa pria pertamanya itu, tapi tetap saja dia tidak menemukan apa pun.
Menyerah, akhirnya Ivana memutuskan untuk segera membersihkan tubuhnya saja, daripada dia memikirkan siapa pria semalam. Saat ia baru saja bangkit dari tempat tidur, tanpa sengaja Ivana melihat secarik kertas kecil di atas nakas di samping tempat tidurnya yang bertuliskan sesuatu,
[Aku sudah siapkan pakaian dan makanan untukmu. Jika makanannya sudah dingin, kau bisa memesan makanannya lagi dengan uangnya].
Ivana melihat ada beberapa lembaran uang ratusan dollar di atas nakas, juga ada sepotong sandwich plus segelas susu. Ia sudah dapat menebak dari siapa uang tersebut. Pastilah dari pria yang semalam sudah merenggut mahkotanya.
[Temui aku di rumahku, ketika keadaanmu sudah baikan. Kita harus bicara].
"Hah? Dia bicara seolah-olah dia sudah mengenalku saja. Aku saja tidak tahu siapa dia, bagaimana bisa aku tahu di mana rumahnya?" gumam Ivana bertanya-tanya dengan bingung.
Namun, setelah ia menganalisis note terakhir dari pria itu, Ivana yakin kalau orang yang menjadi pasangan cinta satu malamnya, adalah orang yang dikenal oleh Ivana.
Usai membersihkan tubuhnya dan memakai pakaian yang sudah disiapkan di sana. Ivana keluar dari kamar hotel yang ternyata dipesan atas namanya itu. Padahal Ivana berharap kalau yang memesan kamar hotel adalah pria yang semalam bersamanya. Namun, pria itu malah menggunakan namanya untuk memesan kamar. Alhasil, Ivana masih belum mengetahui identitas pria semalam.
Dalam keadaan sakit dan pegal-pegal, Ivana pulang ke rumahnya. Di sana, ia melihat adik tirinya, Julia dan juga calon suaminya, Rick sedang duduk di sofa ruang tamu.
"Apa kalian duduk bersampingan seperti ini untuk memamerkan hubungan kalian berdua?" sindir Ivana seraya menatap keduanya dengan sinis.
Matanya berkilat marah melihat dua orang di hadapannya ini. Merekalah yang membuat Ivana pulang ke rumah ayahnya, karena tidak sudi kembali ke apartemen tempat pasangan tersebut berselingkuh semalam.
Julia mendekati Ivana, bahkan mengengggam tangan kakaknya itu dan berkata, "Kakak, kejadian semalam tidak seperti yang kau pikirkan. Aku dan Kak Rick, kami melakukannya karena khilaf!"
"Iya Sayang, aku sedang mabuk dan semalam aku pikir Julia adalah dirimu. Maafkan aku Sayang," ucap Rick memohon maaf kepada calon istrinya itu.
Ivana memutar bola matanya, ia merasa jengah dengan setiap kata-kata yang keluar dari bibir Rick dan Julia. "Kalian memang sangat cocok, aku restui kalian berdua. Kalian jangan khawatir, aku juga sudah tidak berminat dengan pernikahan ini."
Wajah Rick berubah menjadi panik. Lantas, lelaki itu pun menggenggam tangan Ivana dengan erat. Wanita itu berusaha menepisnya, tapi Rick malah mempererat genggaman tangannya.
"Sayang, jangan bicara begitu. Maafkan aku, Sayang, semalam kami benar-benar khilaf."
"Khilaf?” Sudut bibir Ivana naik sebelah. “Khilaf macam apa yang terjadi berkali-kali?" Ivana menatap sinis pada Julia dan Rick.
"A-apa maksudmu Sayang?” Ekspresi pria itu seakan kaget dengan kalimat yang dilontarkan Ivana. “Aku dan Julia hanya melakukannya sekali, tadi malam saja.”
Tanpa bicara sepatah kata pun, Ivana mengeluarkan ponsel dari tasnya dan menunjukkan video, juga foto-foto mesra Julia dan Rick, lengkap dengan tanggal di mana foto dan video itu diambil. Sehingga kedua orang itu terlihat panik, karena belang mereka sudah terbongkar di depan Ivana.
“Apa kalian masih bisa berdalih?”
Rick panik, kemudian dia pun berkata dengan tergagap, "Sa-sayang, dengarkan dulu penjelasanku. Ini tidak seperti yang kau—"
Ivana mengangkat tangannya, memberikan kode agar pria itu diam saja. Hal itu membuat Rick yang akan memberikan penjelasan menjadi terdiam. Kemudian, Rick melihat Ivana melepaskan cincin yang tersemat di jarinya. Napasnya memburu dan Rick juga terlihat ketakutan.
“Selamat karena telah membuat hubungan kita berakhir, Rick."
"Kak, aku mohon... maafkan kak Rick, dia tidakbersalah."Kali ini Julia yang berbicara, dengan suara lembut danmemelas. "Kalau dia tidak bersalah, jadi... kau yang salah, begitu?”Ivana menatap ketus pada Julia yang terus membantu Rick meyakinkannya. “Kauyang menggodanya?" "A-aku..." Julia kehilangan kata-katanya danmenundukkan kepala. "Kenapa kau diam? Bukankah kau selalu memakiku? Kenapakau tidak menjambak rambutku seperti biasanya?" Ivana tahu, jika Julia sebenarnyatengah menahan kesal. Namun wanita itu menahannya karena tidak mau terlihatjelek di mata Rick. "Aku ucapkan selamat untuk keberhasilanmu, Julia.Setelah merebut kasih sayang papaku, teman-temanku … kau juga telah berhasilmerebut calon suamiku. Kau memang seperti ibumu yang jalang itu! Kalianberpura-pura polos, menjerat, lalu merebut milik orang lain.”Ivana mengeluarkan semua kemarahan yang ada di dalam dirinyaterhadap Julia dan juga ibunya yang dulu merebut ayahnya dari mama dan dirinya.Ibunya Julia dulu
'Apakah dia pria yang….’Ivana tersentak kaget mendengar pertanyaan dari mantan calon Ayah mertuanya itu. Seketika, pikirannya langsung tertuju kepada malam panas yang telah merenggut mahkotanya. Edgar dan Ivana beradu netra cukup lama, bahkan tangan Edgar masih memegang tangan wanita muda itu. Ivana berdebar, ia terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Edgar kepadanya. Bulu kuduknya berdiri, tubuhnya meremang dan untuk sesaat ia tidak bisa bernapas. "Pa-paman, apa maksud Paman bicara seperti ini?" Ivana tersenyum canggung seraya melepaskan tangannya dari genggaman tangan Edgar. "Mungkinkah kau tidak mengingat malam itu?" Edgar mengerutkan keningnya, ia melihat ke dalam mata berwarna biru milik Ivana. "Malam apa, Paman? A-aku tidak mengerti dengan apa yang kau bicarakan?" tanya Ivana gugup.Ia mulai menghindari tatapan dari Edgar. Sebab, pikiran Ivana mulai mengarah ke arah yang negatif. Ivana mulai berpikir, bahwa pria yang merenggut mahkotanya itu adalah Edgar yang notabe
Ivana bertanya-tanya dalam hatinya. Apakah Edgar akan membahas soal malam itu? "Duduklah, karena pembicaraan ini tidak akan sebentar."Edgar menyimpan berkas yang sedang ia baca barusan ke atas meja. Lalu atensinya tertuju kepada Ivana yang masih berdiri di hadapannya. "Saya rasa, tidak ada yang perlu saya bicarakan dengan Bapak!" ujar Ivana dengan bahasa formal, layaknya seorang karyawan yang berbicara dengan atasannya. Sudut bibir Edgar tertarik ke atas sehingga memperlihatkan sebuah senyuman sinis. "Ada, banyak, Ivana. Tentang hubunganmu dan Rick, lalu tentang hubungan kita ke depannya." “Aku sudah selesai dengan anak Paman itu," ketus Ivana yang benar-benar terlihat malas membahas Rick. "Benar, kau sudah selesai dengan anakku, tapi kau baru akan memulai hubungan denganku!" Ivana mengerutkan keningnya, dia tidak memahami apa yang dikatakan oleh Edgar. "Apa yang Paman—""Menikahlah denganku, Ivana." Wanita cantik bermata biru itu tampak terkejut dengan apa yang baru saja dikat
"Paman, sebelum aku berpikir untuk menjawabnya. Aku ingin bertanya kepada Paman dan Paman harus menjawabnya dengan jujur." Edgar siap mendengarkan apa yang akan ditanyakan oleh Ivana."Apa tujuan Paman menikahiku? Apa benar karena tanggungjawab saja?"Edgar tampak santai, ia sama sekali tidak merasa tegang ataupun tertekan dengan pertanyaan Ivana, seolah-olah ia memang sudah memiliki jawabannya. "Yang pertama mungkin karena tanggungjawab, tapi alasan yang kedua...akan kuberitahukan padamu kalau kita sudah menikah nanti."Ivana terlihat berpikir, tangannya terkepal erat membentuk sebuah gumpalan. Banyak sekali yang dipikirkannya saat ini. Terutama tujuan utama Edgar menikahinya, Ivana yakin ada motif lain.Satu minggu berlalu, sejak Edgar melamar Ivana .... Di sebuah kamar mewah, terlihat wanita itu sedang merias wajahnya sendiri sambil bercermin. Ia memilih lipstik warna merah dan memakai dress panjang berwarna merah menyala. Ia tampak memamerkan senyum indahnya yang memiliki dua les
"Rick, fokus!" Suara Julia membuat Rick kembali fokus pada acara pernikahan mereka berdua. Para tamu undangan bertepuk tangan setelah acara janji suci berlangsung dengan khidmat. Kemudian, satu persatu dari tamu undangan yang hadir itu memberikan ucapan selamat kepada pengantin baru tersebut. Tidak mau kalah, Edgar pun mengulurkan tangan pada Ivana dan mengajak sang istri untuk turut menghampiri anaknya, mantan kekasih sang istri."Ayo, Sweet heart, kau harus memberikan selamat kepada mereka.""Tentu saja, Hubby. Aku juga ingin memberikan restu kepada mereka," kata Ivana dengan senyuman tipis penuh makna terpatri di bibir merahnya itu. 'Kalian harus membayar mahal atas pengkhianatan yang kalian lakukan padaku, akan aku buat kalian menyesal' kata Ivana dalam hati.Kemudian Ivana pun membalas uluran tangan suaminya. Tidak lupa, wanita itu tersenyum elegan. Ia terlihat sangat cantik dan bersinar hari ini, bahkan beberapa pria di sana menatap dirinya penuh rasa tertarik.Sepasang pengan
Drama keluarga dihari pernikahan itu, menjadi sorotan dan pembicaraan para tamu undangan yang hadir. Terutama teman-teman Rick dan Ivana yang datang kesana. Kebanyakan dari mereka memberikan ejekan kepada Rick yang memiliki ibu tiri muda dan ejekan lainnya adalah Rick yang lebih memilih Julia daripada Ivana. Mereka menilai bahwa Ivana lebih segalanya dari Julia, dia cantik dan cerdas. Namun ada juga yang membela Julia, mengatakan bahwa Julia lebih seksi dari Ivana. Ya, pandangan dan standar pria tentang kecantikan wanita itu berbeda-beda.Berbeda halnya dengan Ivana yang cuek dan bersikap seperti nyonya rumah dalam acara itu, mengikuti suaminya. Rick malah terlihat sangat terganggu kala ia melihat kedekatan Ivana dan Papanya begitu intim. Hatinya berdesir merasakan nyeri dan sesak, Rick tidak paham mengapa begini."Sayang, kendalikan dirimu. Kita harus fokus kepada para tamu, kenapa kau malah melihatnya terus?" tegur Julia seraya menyentuh bahu suaminya dan mencoba
Samuel memberikan ultimatum kepada putrinya tanpa banyak basa basi, ia benar-benar marah dan tidak habis pikir. Bisa-bisanya Ivana menikah tanpa memberitahunya lebih dulu, meminta izin padanya pun tidak ada. Samuel beranggapan Ivana sudah tidak menghargai dirinya sebagai ayahnya.Tak hanya tidak meminta izin menikah, bahkan Ivana menikah dengan lelaki yang usianya 19 tahun lebih tua darinya, bukankah wanita ini sudah gila?"Ivana, kau tidak tuli kan? Beraninya kau bersikap seperti ini pada Papamu!" sentak Samuel dengan suara meninggi, sorot mata yang berkilat marah anak perempuannya itu.Namun, tampaknya Ivana sudah terbiasa dengan suara keras dan sorot mata itu. Ia acuh dan malah mengorek-ngorek kupingnya seolah menulikan rungunya. Ia juga tidak melihat ke arah Samuel yang saat ini sedang berbicara padanya.Meskipun Edgar terlihat diam, namun diam-diam dia memperhatikan Samuel, Grace dan juga Ivana. Ada rasa penasaran didalam hatinya, mengenai keluarga istrinya."Suamiku, tenanglah...
"Sweetheart." Edgar sedih melihat istrinya menangis, dia mengusap basah dipipi Ivana dengan tangannya yang lembut."Papa membenciku Paman, dia membenci aku." Isak tangis wanita bertubuh ramping itu, membuat pertahanan Edgar runtuh. Lelaki itu pun menarik Ivana ke dalam dekapannya, Ivana yang terbuai suasana mulai merasakan hangatnya pelukan lekaki dewasa yang sudah berstatus sebagai suaminya itu."Tidak, dia tidak membencimu. Dia hanya bingung dan matanya sedang tertutup. Suatu saat nanti, aku yakin dia matanya akan terbuka dan dia akan meminta maaf kepadamu!" ujar Edgar sambil mengelus punggung wanita itu dengan kelembutan tangannya. Ia menyalurkan hangat ditubuhnya untuk Ivana.Ivana tidak bicara sepatah katapun, hanya saja terdengar isakan pilu dari bibir mungilnya yang berwarna merah itu. Bersamaan dengan berlinangnya air mata membasahi wajahnya sampai melunturkan make up yang dipakainya. Ivana tidak peduli, yang jelas saat ini ia butuh sandaran dan pe