Share

Dia Sedih

"Sapiku hu hu hu! Sapiku!" ratapan tangis dari mulut Mbak Meri terus saja keluar.

Mak Odah datang langsung menghampiri Mbak Meri.

"Mer! Kamu ini, kemarin keponakan ninggal kamu haha hehe, cengengesan! Sekarang sapi mati ditangisi!" tegur Mak Odah kepada Mbak Meri. Wanita tua ini memang suka ceplas-ceplos kalo ngomong.

Mbak Meri nggak melawan, tumben! Biasanya senggol dikit langsung sikat.

"Mak Odah nggak ngerti rasanya kehilangan. Sakitnya tuh disini, Mak, hu hu hu," ratapan Mbak Meri masih berlanjut.

Aku pengen ketawa, takut dosa. Masa iya tertawa diatas penderitaan kakak ipar. Aku tak sekejam itu, tentu. Aku masih punya perasaan, dan insyaallah bisa menjaga perasaan.

"Gimana, Kang, jadi nelpon blantik sapi enggak?" Mas Rahman bertanya kepada Kang Handoyo.

"Iyalah, Man. Telpon aja. Tak ambil hape dulu." Kang Handoyo lemas. Laki-laki bertelanjang dada hanya memakai kain sarung itu, nampak syok.

Sedang Mbak Meri masih duduk sambil menangis memakai baju kebanggaan para emak Mbak
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status