Setelah kurang lebih menempuh perjalanan selama lima belas menitan. Aku dan mas Hadi akhirnya sampai di depan rumahnya. Oh iya, tidak lupa saat ditengah perjalanan tadi aku meminta mas Hadi berhenti untuk membeli oleh-oleh untuk dibawa kerumahnya. Kata mas Hadi martabak telur adalah salah satu makanan favorit ibunya. Tak lupa aku belikan beliau yang spesial. Bukan berniat untuk menyogoknya agar memberikan restunya melainkan untuk memberikan bukti jika aku yang seorang buruh pabrik ini tidak akan bersandar dan bergantung hidup pada putranya yang masih berstatuskan sebagai pengajar honorer.
"Assalamualaikum." Aku dan mas Hadi bersama-sama mengucap salam. Terdengar suara candaan dari dalam mungkin itu suara ibu mas Hadi dan juga Amanda yang katanya adalah calon dari adik mas Hadi. Ada yang terasa ter-cubit di dalam sini. Bagaimana tidak, kedatangan ku disambutnya dengan raut masam dan tidak bersahabat sedangkan calon menantu yang lain disambutnya dengan penuh suka cita dan sepenuh hati."Waalaikumsalam." Balasan salam akhirnya aku dengar dari dalam."Sudah datang kalian." Ibu mas Hadi segera menghampiri."Iya, Bu. Tadi di jalan kita berhenti dulu. Ini tadi Amira minta Hadi berhenti untuk beli oleh-oleh buat ibu katanya." Rona wajah yang sama seperti sebelumnya yang ibu mas Hadi perlihatkan. Mas Hadi segera menyerahkan bungkusan plastik tadi pada ibunya dan segera pula disambut oleh ibunya itu"Ada martabak telur untuk ibu. Katanya mas Hadi ibu sangat suka sama martabak telur." Aku ikut menanggapi."Tapi ini tadi belinya pakai uang Hadi apa uang kamu sendiri. Kalau dari uang Hadi ya sama saja itu Hadi yang beliin bukan oleh-oleh." Astaghfirullah. Aku beristighfar. Aku sudah tidak bisa berkata-kata lagi menghadapi perempuan tua satu ini."Itu tadi Mira yang beli, Bu. Mira kebetulan habis gajian juga katanya." Mas Hadi terdengar memberikan pembelaannya kepadaku."Oh, buruh pabrik biasanya gajian tangga muda. Sama seperti pegawai pemerintah." Ucapan ibu mas Hadi terdengar merendahkan. Dia kira aku ini bodoh tidak tahu gaji guru honorer seperti anak-anaknya dan juga calon menantu yang dibanggakannya itu. Gaji mereka semua tidak lebih besar dari gaji yang aku dapatkan. Gajiku malah tiga kali lipat mungkin bisa lebih. Yang aku tahu mas Hadi merupakan guru honorer di sebuah SMA negeri sementara adiknya menjadi honorer di sekolah dasar juga calon istrinya itu juga yang memang berada di sekolah yang sama."Iya, Bu sama." Lebih baik merenda dulu. Toh dengan merenda bukan berarti posisi kita memang lebih rendah dari pada mereka melainkan itu adalah yang sebaliknya."Ayo, Bu katanya kita mau makan malam bersama. Ini kenapa masih berdiri di sini saja," ucap mas Hadi mencairkan suasana. Aku sendiri sedikit menyesal kenapa juga aku ikut dan menuruti kemauan mas Hadi yang mengajakku untuk kembali bertemu dengan ibunya kalau jadinya seperti ini.Kami berlima duduk di atas karpet yang telah digelar di ruang tamu karena sedikit terlihat jika ruangan yang ada di dalam sana tidak jauh lebih luas dari ruang tamu ini. Tetapi kenapa cara bicara ibunya mas Hadi seolah adalah seorang yang berada dan merendahkan aku yang hanya bekerja sebagai buruh pabrik. Dari karpet yang mereka gelar saja sudah nampak jika karpet ini sudah usang dan termakan zaman. Kalau di rumahku ini mungkin sudah aku buang atau bakar. Banyak koyakan di sana sini.Meski rumah ku tidak besar dan mewah namun masih terlihat lebih baik dari tempat ini dan itu tidak membuatku merendahkan mas Hadi dan membanding-bandingkannya."Ini tadi Manda yang masak. Manda yang bantuin karena datang ke sini dari siang tadi bukan datang untuk cari makan." Aku hampir saja tersedak karena mendengar ucapan ibunya mas Hadi. Untung saja mas Hadi cekatan dan segera memberikan aku segelas air putih."Kamu nggak apa-apa, Mir?" tanya mas Hadi khawatir sedangkan yang ketiga orang di depanku hanya memandangiku."Nggak apa-apa, Mas. Cuma kena duri dari ikan nila ini." Iya, menu yang di sajikan malam ini adalah ikan nila bakar dan tumis kangkung beserta sambal dan lalapan tidak ada yang lain."Biasa makan tahu tempe ya? Kena diri dikit langsung bereaksi heboh seperti itu?" celetuk calon menantu dari ibunya mas Hadi. Oh, makanya mereka cocok. Tenyata sama-sama bermulut tajam.Makan tahu, tempe? Mereka saja yang tidak tahu kalau hari ini ibuku sengaja memasak rendang daging dan juga sayur daun singkong yang jelas lebih menggugah selera ketimbang yang ada di depanku sekarang. Astaghfirullah, bukannya hamba ini kufur dan tidak bersyukur ya Allah. Hamba hanya terpancing emosi. Aku membatin."Memangnya kamu tadi di rumah masak apa?" Giliran ibu mas Hadi yang bertanya."Tadi cuma ada rendang daging sama sayur gulai daun singkong saja." Aku menahan untuk tertawa melihat ekspresi mereka. "Menu sederhana yang penting tetap mempertahankan gizi." Aku tidak mengada-ada atau membual karena memang itu yang jadi kenyataan."Menu sederhana?" tanya Manda melongo. Lucu sekali ekspresi membantu idaman ibunya mas Hadi ini."Berapa bulan sekali di rumah kamu masak daging? Pasti karena kamu baru dapat gaji dari pabrik." Manda langsung menguasai emosinya dan kembali kesetelan angkuhnya.Yang perempuan sedang memperdebatkan soal makanan sedangkan dua orang pria ini asik dengan makanan mereka sediri."Nggak pasti. Seminggu biasa satu sampai dua kali. Terkadang daging ayam, gurami, kadang juga menu seafood seperti kepiting, cumi dan udang." Nampak ibu mas Hadi dan calon menantunya itu langsung tutup mulut. Rasakan kalian. Calon menantu dan calon mertua sama-sama kepo dan suka merendahkan orang lain hanya karena status pekerjaan dan pendidikan.**Akhirnya, Aku sampai lagi di rumah kedua orang tuaku. Aku sudah tidak betah berlama-lama tinggal di rumah mas Hadi. Usai makan malam dan membantu membereskan peralatan makan dan juga bersih-bersih. Aku memilih untuk ngobrol sejenak setelahnya aku putuskan untuk segera undur diri.Tepatnya jam delapan malam aku sudah kembali pulang dan sampai di rumah ini.Apa aku terlalu bucin sama mas Hadi sampai-sampai aku maunya jatuh di lubang yang sama dan masuk ke kandang singa yang mengaung.Tidak. Pikirku yang akan menjalani kedepannya adalah kami berdua. Seiring dengan waktu aku yakin ibunya juga akan luluh hatinya. Kami akan berjuang bersama dan membuktikan pada ibu mas Hadi jika seorang buruh pabrik ini tidak akan membuatnya malu dan menghancurkan harga diri keluarganya.Iya, Satu bulan setelah pertemuan ku dengan keluarga mas Hadi dan kami makan malam bersama. Akhirnya mas Hadi dan juga keluarganya datang ke rumah orang tuaku dengan maksud untuk meminta ku pada ibuku untuk di jadikan menantu di rumah mereka. Seperti angin segar. Akhirnya hubungan kami mendapatkan restu dari ibunya.Tidak berselang lama, tepatnya dua bulan setelahnya pesta pernikahan kami digelar. Akhirnya hubunganku dan mas Hadi di persatuan dalam ikatan suci yang namanya pernikahan. Pernikahan kami tidak dirayakan secara meriah, hanya di rumahku saja pesta kami tersebut digelar. Alasan tidak di selenggarakannya pesta kami di rumah mas Hadi adalah dengan alasan uang yang bisa dipergunakan untuk kebutuhan kedepannya kami. Di sisi lain itu juga ada alasan lain yang diungkapkan oleh ibu mertuaku yakni karena dua bulan setelah pernikahan kami. Ibu mertua juga akan menggelar pernikahan dari putra bungsunya.Aku segera diboyong mas Hadi untuk tinggal bersama dengan ibunya. Sempat aku meno
Pesta pernikahan Wahyu dan Amanda dilangsungkan secara meriah, lebih ke arah mewah karena dari sepengetahuan yang terlihat oleh mataku. Rumah orang tua Manda berada di gang sempit dan sangat berbeda jauh dengan omongan yang pernah diucapkan oleh mulut ibu mertuaku.Masih aku ingat ibu mertua yang meninggi-ninggikan menantu satunya itu. Tidak ada satu pun dari perkataannya tersebut sepadan dengan kenyataan di depan mata. Orang terpandang, berpendidikan? Kedatangan keluarga ibu mertua saja tidak disambut dengan ramah oleh keluarga besannya. Dan yang paling membuat aku malu adalah ketika para tetangga kami yang juga ikut diajak oleh ibu mertua untuk mengiring pengantin adik dari mas Hadi."Katanya orang kaya, tapi suguhan cuma air mineral.""Pelaminan si mewah, tapi kok nggak sesuai dengan suguhannya.""Yang aku dengar katanya Bu Tuti ikut nyumbang puluhan juta, loh.""Masa iya, sih?" "Iya, aku dengar dari saudara aku yang rumahnya dua rumah sebelah kanan dasi rumah ini. Dia tuh tewang
Terpaksa aku kembali mengeluarkan uang pribadiku demi memberi makan suami dan ibu mertuaku. Andai saja mereka memang benar-benar tidak mampu dan memang benar membutuhkan bantuan dariku. Tentu saja aku akan dengan setulus hati melayani mereka. Tapi fakta yang ada justru sebaliknya. Ibu mertua terlalu memaksakan kehendaknya demi kepentingan pribadinya dan mengorbankan aku di posisi ini. Mas Hadi? Aku masih belum bisa percaya jika wujud asli suamiku adalah seperti ini. Jauh dari prediksiku, yang ku sangka memperjuangkan aku demi memperjuangkan cinta kami nyatanya itu hanya manis di muka dan di mulut saja. Mungkin sekarang dia sudah lupa dengan janjinya itu. Atau mungkin ada alasan lain kenapa suamiku seperti ini. Mungkin itu karena ibunya dan bisa saja karena ibu mertua sepertinya memang tidak rela anaknya beristrikan perempuan seperti aku ini."Bawa apa kamu itu, Mir?" sambut ibu mertua di depan pintu saat aku baru saja pulang dari toko. Di tempat kami biasanya kalau siang hari memang k
Pukul sembilan malam, terdengar suara pintu rumah terdengar setelah sebelumnya deru mesin motor terdengar semakin mendekat ke arah rumah ini.Iya, Mas Hadi dan ibunya baru saja pulang dari rumah besannya. Terlalu berharap mendapatkan bagian uang kondangan sepertinya. Mungkin karena sudah keluar uang banyak. Sudah menyumbang banyak pada besannya yang aku tidak ketahui dari mana asal yang tersebut.Aku tidak berniat membuka pintu untuk mereka, toh mereka juga membawa kunci cadangannya.Sehabis ashar hingga jam segini mereka baru pulang.Siang tadi aku benar-benar tidak masak untuk mereka. Aku sengaja mendiamkan keduanya, berharap mereka menyadari kesalahannya. Tapi aku salah, justru mereka ikut pula mendiamkan aku.Sesaat setelah mereka pergi. Aku keluar kamar dan ingin melihat kondisi di dapur. Benar, ternyata ibu mertua sudah masak nasi dan ada bekas kulit telur, sepertinya mereka cuma bikin telur goreng dua biji.Aku tidak menunggu lama. Segera aku menghubungi mbak Siti berniat menga
"Mir, kenapa pulang telat, kamu? Sengaja biar nggak beres-beres rumah?" Kedatanganku disambut oleh ibu mertua dengan muka ketus dan omelan yang tentunya pasti panas di telinga ini.Iya, hari ini aku pulang lebih telat karena ada lembur dadakan. Tidak mungkin aku sebagai pengawas harus absen. Sementara kinerja para pegawai yang ada dalam naunganku butuh untuk diawasi."Tadi ada lembur, Bu," jawabku singkat.""Alah, kamu pasti alasan. Biasanya juga pulang lebih awal. Pasti ini kamu sengaja kan?""Bu, ada apa sih? Kok kayak orang ribut saja." Mas Hadi muncul dari dalam."Itu istri kamu. Sudah tahu iparnya mau pulang malah dia sengaja pulang telat biar nggak beres-beres dan nyiapin makanan untuk kita makan nanti.""Mira memang lembur, Bu. Tadi siang Mira juga sudah kasih kabar ke Hadi.""Alah, kamu ini. Ngapain juga kamu bela-belain istri yang nggak becus. Pasti dia cuma alasan saja.""Sudahlah, Bu. Urusan beres-beres kan Wahyu dan istrinya bisa kerjain sendiri. Itu bukan kewajibannya si
Mas, aku ingin kita bisa segera pindah dari sini. Aku tidak masalah sama ibu meskipun itu tidak pernah suka dengan kehadiranku menjadi pendamping kamu. Tapi aku tidak bisa terus menahan sakit hati karena istri dari adik kamu itu." Aku memberanikan diri untuk mengungkapkan keluh kesahku pada suami.Saat ini kami sedang ada di dalam kamar yang kami tempati. Mas Hadi segera berbalik ke arahku karena sebelumnya ia disibukkan dengan pekerjaannya yang ia bawa pulang."Tapi kita mau tinggal di mana? Rumah orang tua kamu juga masih ada yang ngontrak.""Iya, itu kita cari bersama nanti. Pokoknya aku ingin kita bisa hidup mandiri, Mas. Toh kalau kita pergi dari rumah ini masih ada adik kamu yang akan menemani ibu."Suamiku nampak terdiam sejenak."Aku juga mau menghubungi orang yang sekarang masih menempati rumah ibu. Apakah mereka masih mau nambah waktu atau diselesaikan satu tahun ini. Kurang tiga bulan lagi masa kontrak mereka dengan kita.""Kamu pikir-pikir saja dulu. Tidak baik mengambil
Loh, Mas kemana tv nya dipindah ke luar? Siapa yang sudah lancang pindahin barang orang? Kenapa tidak izin dulu sama aku?" Baru pulang kerja aku sudah dibuat naik pitam. Bagaimana tidak? Tv yang aku beli dari hasil ku bekerja. Yang aku letakkan di kamar kami tiba-tiba sudah berpindah tempat. Mas Hadi nampak salah tingkah."Ibu yang minta Hadi pindah keluar. Lagian tv yang kecil itu diminta sama Manda," sahut ibu mertua yang baru saja keluar dari kamarnya."Lagian kamu ini kenapa sih, tv saja pakai disimpan dalam kamar. Kalau ditaruh di sana mana ada orang yang tahu." Alasan yang sangat tidak masuk akal. Tukang pamer tapi yang dipamerkan barang milik orang lain. Agak lain memang ibu dari suamiku ini."Ibu mau pamer? Lagian itu kan tv punya Mira. Niat Mira beli juga bukan untuk pamer. Ibu juga jangan mentang-mentang di rumah ibu jadi barang yang aku beli ibu anggap sebagai punya ibu. Mira juga punya niat ingin cepat keluar dari rumah ini. Sudah cukup Mira menderita karena tinggal di rum
Usai makan malam di tempat langganan ku. Kami berdua segera menuju masjid yang tidak jauh untuk melaksanakan kewajiban tiga rakaat."Mir, kita mau cari kue dulu apa buah dulu?" tanya mas Hadi meminta pertimbangan sama aku."Terserah mas saja. Aku dibelakang, jadi ngikut supirnya saja." Kali ini kami keluar dengan mengendarai motor milikku. Karena mas Hadi malu jika keluar membawa istrinya harus mengendarai motor tua miliknya. Aku mengatakan motor tua karena motor tersebut memang untuk saat ini sudah tidak diproduksi lagi dan juga semakin jarang penggunanya. Orang-orang lebih suka mengganti dan menukar motor mereka dengan motor keluaran terbaru."Kita cari kue saja dulu kalau gitu." Pertanyaan yang ia tanyakan dan ia jawab sendiri. Aku mengangkat kedua pundakku sebagai tanda jawaban terserah apa maunya.Basu saja motor melaju di keramaian, mas Hadi tiba-tiba membelokkan motornya ke arah keramaian di mana ada sebuah gerobak yang sedang dikerubungi oleh antrian pembelinya."Ayo, Mir!" aj