Share

BAB 5 : PELATIHAN

"Kau harus mengikuti metode pelatihan yang ku buat agar bisa menggunakan kekuatan spiritual."

Phoenix menjelaskan kepada Ezio yang sedikit kecewa, begitu mengetahui dia terkena tahapan blokade. Tapi masih ada peluang baginya untuk sembuh.

"Bagaimana caranya?"

"Sebelum berlatih, siapkah kamu dengan konsekuensinya ?"

"Maksudnya?"

"Latihan ini begitu berat, jika gagal kau akan kehilangan kemampuanmu dan tak bisa dikembalikan."

Pemuda ini dilema, jika dia tidak melakukan ini maka tidak akan ada kemajuan baginya. Tapi jika ia mengikuti saran Phoenix, maka ada kemungkinan hal yang ia inginkan sejak kehidupan sebelumnya hilang.

Semakin dalam ia berpikir, terbayang wajah kaisar yang bahagia ketika ia dihukum, seringai permaisuri saat dirinya ditangkap. Kemarahan muncul hingga memuncak. Perasaan balas dendam timbul semakin kuat.

"Aku siap!"

Ezio berkata mantap. Ia siap kehilangan segalanya asal sudah mencoba, daripada tidak berani memilih apapun.

"Sekarang jiwamu ini akan ku kirim ke suatu tempat di mana kau bisa berlatih…"

Ezio hanya mengangguk dan menutup matanya. Jiwanya terasa seolah disentakkan begitu kuat, kemudian terlempar bergulung-gulung.

"Puih…puih… puih"

Ia merasa sesuatu masuk ke dalam mulutnya dan meludahkannya. Ezio membuka mata dan melihat, ternyata sekujur tubuhnya sudah dipenuhi dengan pasir yang berwarna abu-abu kehitaman. Benda ini nampak menempel di tubuhnya.

"Aku di mana ?"

Ezio berpikir sambil menepuk-nepuk seluruh badannya untuk membersihkan pasir yang melekat. Ia memandang ke sekitar tempatnya berdiri saat ini. Dia sedang berada di lereng sebuah gunung, yang menjulang tepat di depan posisinya saat ini.

"Saat ini kau sedang berada di sebuah gunung di dalam duniaku."

Suara wanita terdengar di telinga Arthur. Itu adalah suara Phoenix.

"Apa yang harus ku lakukan di sini?"

Ezio bertanya sambil berkeliling mencari di mana Phoenix berada.

"Pertama, kau hanya perlu mendaki naik ke puncak gunung itu"

Kakinya langsung bergerak tanpa bertanya, ketika mendengar perkataan Phoenix itu. Ia mencoba mendaki gunung yang nampak mudah saja, karena gunung itu terlihat tidak terlalu tinggi.

"Astaga aku salah…"

Gunung yang ia kira mudah, ternyata begitu sulit untuk didaki. Struktur tepi gunung yang terdiri dari banyak pasir, serta kemiringannya yang cukup curam, menyebabkan gunung itu menjadi sangat menyusahkan.

Beberapa kali ia terjatuh ke belakang dan harus memulai dari awal. Lecet tergores muncul di beberapa bagian tubuhnya. Namun, tekad kuat membuatnya tetap maju ke depan.

"Yesss…." Ezio sangat bahagia begitu berhasil mencapai puncak gunung itu.

"Ini baru langkah awal…" Suara Phoenix terdengar merusak kebahagiaannya.

"Hah masih ada yang perlu kulakukan?" Ezio bertanya pada Phoenix. Ia merasa malu sendiri, dipikirnya bahwa tugasnya hanya berusaha mencapai puncak.

"Silahkan kau masuk ke dalam kawah yang ada di bawah." Phoenix berkata kepadanya.

Ezio menatap ke bawah dan berkata," Kau tidak sedang bercanda kan? Aku akan mati jika masuk ke dalam sana hahaha"

Pemuda itu tertawa terbahak-bahak karena menganggap wanita tersebut sedang bercanda. Tapi kemudian hanya keheningan yang ia rasakan.

"Aku tidak bercanda, kau harus turun kesana!"

"Ta-tapi itu kan…!"

Seruan Ezio tertahan, tiba-tiba ada sesuatu yang tidak terlihat mendorongnya dari belakang.

"Aaaaaaa…"

Teriakannya keluar dari mulut dan menggema seantero kawah gunung itu.

"Jleb…"

Ezio masuk langsung ke dalam kawah dengan kaki terlebih dahulu. Rasa panas yang sangat cepat menjalar hingga ke kepalanya. Dengan cepat daging yang terdapat di kakinya meleleh, begitu pula dengan tulang keringnya perlahan terbakar.

Karena kakinya sudah tak kuat menopang badan, ia terduduk. Bagian bawah tubuhnya terbakar hingga menimbulkan bau seperti terpanggang.

Tanpa ia sadari, erangan yang sejak awal ditahan mulai keluar dari mulutnya. Racauan demi racauan terdengar.

Perlahan kesadarannya menghilang, rasa sakit yang amat sangat tidak mampu lagi ditahan. Hingga perlahan matanya menutup dengan sendirinya.

####

"Puih… puih… puih"

Ezio terbangun dengan mulut yang terasa tidak enak. Begitu ia ludahkan ke telapak tangan, ternyata ada banyak pasir di sana.

Dia sangat yakin akibat kawah yang sebelumnya dirinya sudah mati. Tapi yang terjadi justru, keadaan terulang kembali seperti awal.

"Kau tidak mampu menahan panasnya magma yang terdapat di dalam kawah."

"Iya eh tapi… aku yakin diriku sudah mati. Apa yang terjadi ?"

"Kau tidak akan mati di dunia ini. Dirimu hanya merasakan sensi asli dari yang ada di dunia nyata."

"Pantas, rasa sakit yang ada sebelumnya langsung hilang"

"Benar… rasa sakit di tubuhmu, memang sudah hilang. Tetapi trauma yang melekat, akan selalu ada. Maukah kau mencoba lagi?"

Mendengar Phoenix bertanya, bulu kuduk Ezio langsung merinding. Meski ia mati, perasaan teramat sakit dari penderitaan yang ia rasakan terasa sangat nyata. Meski ia ingin mencoba, tapi perasaan takut mengalahkan semuanya.

"Kalau dirimu tidak mau mencoba lagi, tak mengapa. Hanya saja dirimu tak bisa keluar dari tempat ini sebelum kau menyelesaikan pelatihan"

"Bagaimana jika aku ingin makan atau buang air. Di sini tidak ada apapun."

"Selama berada di sini kau tidak akan merasakan menjadi manusia utuh. Di sini kau hanya akan merasa lapar. Tetapi jika ditunggu beberapa saat maka perasaan itu akan hilang."

Perlahan Ezio mulai memahami konsep tempat ini dari yang sudah dijelaskan.

"Yang perlu kau lakukan hanya melakukan pelatihan saat kau sudah siap. Waktu di dunia ini sama seperti di dunia nyata. Ini memang penjara, tapi begitu selesai kau akan tahu perubahan dalam dirimu."

Setelah menyelesaikan kalimat tersebut, suara Phoenix menghilang. Ezio yang ditinggalkan sendiri mulai diam sambil memainkan pasir yang ada di permukaan tanah.

Waktu berlalu, sudah beberapa jam ia berada di dunia itu. Sinar matahari menghilang diganti dengan keadaan gelap. Rupanya waktu alam telah tiba.

Yang ia lakukan hanya diam sambil menguatkan diri menghadapi ujian itu. Matanya tak berhenti menatap puncak gunung. Hingga setelah tiga hari ia merasa sudah sangat stress. Hingga kemudian ia berdiri.

"Ya sudah lah, coba lagi saja." Pikiran yang tidak sehat muncul. Ia ingin sesegera mungkin keluar dari sana. Benar-benar memuakkan tinggal di situ, tak ada manusia dan satu benda pun yang bisa dilihat. Selain pasir yang luas atah gunung yang tinggi di depannya.

"Hiyaaaaa…"

Sambil berteriak, Ezio berlari menuju gunung itu. Beberapa langkah ia langsung jatuh terpelanting. Begitu ia mencoba lagi, hal yang sama terjadi.

"Pelatihan ini sangat mengerikan. Fisik dan mental dipaksa harus lebih kuat sekaligus," kata Ezio sambil memijat kakinya yang terasa sakit.

Ia mencoba lagi, kali ini sambil berjalan. Perlahan dirinya berhasil mencapai puncak gunung. Begitu di atas, seseorang tak terlihat mendorongnya dari belakang.

"Aaaaaaa…"

Teriakan Ezio kembali terdengar seperti sebelumnya.

Kali ini ia melakukan gerakan salto agar jatuhnya bisa secara perlahan. Meski ujung-ujungnya tetap saja, begitu kakinya menyetuh kawah, semuanya langsung melepuh dan tulang kakinya nampak terbakar.

Kali ini bahkan lebih parah, kesadarannya tidak langsung hilang, ia harus merasakan perasaan sakit yang teramat sangat.

"Brakkkkk…"

Hingga kemudian ia kehilangan kesadarannya dan kembali pingsan.

Begitu matanya terbuka keadaan kembali berulang, seperti pertama kali ia dikirim ke tempat ini.

Kawanlama

Terima kasih sudah membaca novel ini. Mohon dukungannya agar Ezio masih tetap bisa berjuang.

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status