Share

BAB 4 : KEMATIAN

"Hahahaha."

Heaton dan kawan-kawan tertawa terbahak-bahak melihat Ezio berdiri dengan menyeringai.

"Lihat kawan, selain lupa ingatan rupanya anak ini juga sudah gila," Kata seorang rekan di sebelah si anak pemilik kebun apel.

"Kita hajar saja dia, supaya pikirannya menjadi waras." Seseorang yang lain menimpali ucapan rekannyarekannya sambil bergerak maju.

Tanpa komando, mereka semua mengikuti menyerbu Ezio. Dari kejauhan terlihat lima anak menyerbu satu orang bocah kurus.

Mendapat penyerbuan seperti itu, Ezio tetap tenang. Tangan dan kakinya disiapkan dengan posisi kuda-kuda bertahan.

"Aku tidak tahu, apakah tubuh ini bisa bergerak sesuai dengan pikiranku," gumamnya pelan.

"Wushhhh"

Tendangan pertama datang. Ezio mencoba menyingkir ke kanan. Tapi sialnya, tubuhnya merespon dengan lambat sehingga tendangan itu mendarat di perutnya.

"Akhhhh…"

Ia terlempar lagi ke belakang, kali ini tidak terjatuh. Dia kemudian meluruskan punggunnya dan berdiri tegak. Pukulan selanjutnya mendera, keadaan tetap sama tubuhnya tidak mengikuti pikirannya, sehingga ia tetap kena serangan itu.

Berkali-kali serangan dari Heaton dan kawan-kawan terus mengenainya. Sampai suatu momen dia berhasil menghindar dan menangkap kaki salah satu teman anak si pemilik kebun.

"Bruakk"

Diangkatnya kemudian anak itu dibantingnya ke tanah. Si anak langsung mengerang kesakitan.

Heaton terkesima sejenak melihat itu. Tapi bukannya menolong temannya, ia malah menyerbu beserta yang lainnya.

Beberapa serangan berhasil Ezio hindari. Meski masih saja ada yang berhasil mencapai tubuhnya.

Dalam beberapa kali hindaran, akhirnya ia berhasil menangkap lagi dua kaki rekan Heaton dan membantingnya ke tanah.

Melihat hal itu, mereka semua terdiam beberapa detik.

"Kalian masih berani, hah!" kata Ezio sambil tersengal, merusak keheningan.

Dua anak yang ada di sekitar Heaton mundur beberapa langkah, sedangkan pemimpinnya justru melakukan hal sebaliknya. Sifat angkuh dan tidak mau kalah menutupi rasa takutnya.

Ia mengambil balok kayu yang ada di sekitarnya, kemudian berlari ke arah Ezio dan mengayunkan balok itu. Yang diserang, berhasil mengelit dan dengan reflek ia menangkap dan mengayuhkan balok kayu itu.

"Bruaaakk… aduuhh"

Balok itu mengenai Heaton dan menghantam kepalanya.

Darah terlihat mengucur dari dahi Heaton yang terkena pukulan Ezio. Ia menangis dan lari dari tempat itu bersama dengan rekan-rekannya.

Oh Tuhan, ternyata Itu adalah awal bencana bagi Ezio…

......

Kedua orang tuanya pulang sebentar untuk istirahat makan siang. Setiap pekerja di kebun apel mendapatkan kesempatan beristirahat siang.

Awalnya ayah dan ibu Ezio memanfaatkan kesempatan itu untuk menjenguk anaknya yang tidak sadarkan diri. Kini ketika anaknya sudah sehat, akhirnya hal itu tetap menjadi kebiasaan bagi mereka.

"WOOY ERLAN ! CEPAT… KELUAR KAU !!!"

Secara mengejutkan, terdengar suara banyak orang berteriak di luar memanggil ayahnya Ezio. Mereka yang sedang menikmati makan siang bersama kaget bukan kepalang.

Dengan tergopoh-gopoh Erlan keluar dari rumah memeriksa apa yang terjadi di luar.

"Nah itu orangnya!," Seorang rekan pekerja di kebun Apel menunjuk ayahnya Ezio.

"Ada apa ini?" tanyanya, melihat puluhan orang sudah berdiri di depan rumah.

"Sini kau Erlan!" seseorang menyeruak di antara kerumunan. Itu adalah ayah dari Heaton, Jerome Gordon

Pria itu berlari ke arah panggilan, kemudian sambil terbungkuk berjalan mendekat,

"Maaf tuan… ini saya. Kenapa tuan Jerome dan orang-orang ini ke rumah saya?"

Dari belakang, Seorang anak buah Jerome berjalan menuju ke arah Erlan, kemudian memegang dan menekan bahunya dengan paksa.

"Aduuhh"

Lelaki itu jatuh dan mengaduh. Badannya yang kurus tidak ada tenaga untuk menahan tekanan.

"Plakkk"

Satu tamparan keras mendarat di pipi, hingga menyebabkan beberapa gigi Erlan terlepas.

"Ampun…tuan…ampuuun"

"Bagaimana caramu mendidik anak. Lihat Heaton, dia babak belur dihajar oleh anakmu"

Si anak maju ke depan dan memperhatikan lukanya. Erlan kaget, bagaimana mungkin Ezio berani, sejak dulu ia selalu takut dengan kelompoknya Heaton.

"Ti-tidak mungkin tuan, Ezio tidak akan berani melakukan itu." kata Erlan dengan suara yang terdengar tidak jelas, akibat mulutnya yang terluka.

"Coba lihat ayah, dia menuduhku berbohong," kata si anak mengadu pada ayahnya.

Sang ayah naik pitam, dia mendekat kemudian memukuli Erlan dengan brutal.

Ibu Ezio yang melihat kejadian itu berlari dan memegang kaki tuan Jerome.

"Huuuuu….ampuni suamiku tuan, kami tidak bersalah," tangis Daisy meledak melihat orang tercintanya dihajar sebegitu rupa.

"Tidak ada ampun buat kalian berdua, cincang mereka berdua. Sebagai pelajaran buat yang lain. JANGAN ADA YANG BERANI MENYAKITI HEATON!!"

Beberapa anak buah Jerome maju dan mengeluarkan pisau, kemudian menusuk mereka berdua di seluruh tubuh.

"Ayaaah… . Ibuuu"

Ezio berlari sambil menangis, dia yang dulunya seorang panglima perang, tak sanggup menahan air mata melihat semua itu. Dia duduk berlutut, dipeganginya kedua orang tuanya yang penuh dengan darah. Emosinya meledak begitu melihat langsung keadaan orang tuanya. Mukanya nampak sangat gelap dan urat di sekitar dahinya menonjol keluar.

"Sialan kalian semua…!"

Ezio berbalik dan berdiri, lalu ia mencabut salah satu pisau yang masih tertusuk di badan ayahnya. Tapi kemudian satu suara menahannya untuk berjalan,

"jangan nak… cepat lari dari sini. Selamatkanlah dirimu dan berjanji padaku untuk tetap hidup, cuma kau satu-satunya yang kami cintai di dunia ini…uhukkk"

Daisy dengan lemah memegang tangan Ezio yang masih memegang pisau. Darah menggumpal keluar dari batuknya.

Dia menatap wajah ibunya dan merasakan kemarahannya telah berubah menjadi kesedihan yang amat mendalam.

"Ce-cepat nak la-lari dari sini"

Nafas Daisy menghilang usai mengucapkan itu. Sedangkan Erlan sudah tidak bernafas sejak tadi.

Ezio melihat itu, dia mengguncang-guncangkan tubuh ibunya, tapi tidak ada respon apapun

"Bruaakkk"

Satu tendangan tiba-tiba mendarat dari belakang punggungnya. Kemarahan, kesedihan dan kebingungan bercampur aduk menyebabkan ia kehilangan kewaspadaan.

Ezio terjatuh terjerembab, tangan dan wajahnya luka lecet serta mengeluarkan darah.

"Kalian semua akan kubunuh. Kejahatan kalian harus dibayar!" teriak Ezio sambil perlahan bangkit dan siap menyerang.

Kemarahannya memuncak, dia tidak ingat lagi dengan apapun. Seluruh tubuhnya bergetar akibat emosi yang luar biasa. Ia maju menerjang ke depan, seperti orang kesetanan.

Ia mengamuk berusaha meninju orang-orang itu. Tapi keanehan kemudian terjadi, tangannya menyala, semakin lama semakin terang hingga mengeluarkan api yang besar.

"Si-sihir… anak itu penyihir." Sebuah suara terdengar. Mereka orang desa yang tidak pernah melihat kekuatan spiritual.

Dengan tangan yang berkobar, Ezio terus maju mencari si pemilik kebun apel.

"Gedebukk… . . "

Belum sampai ke arah tuan Jerome, ia terjatuh terjerembab dan pingsan. Semua orang yang melihat kemudian terdiam beberapa saat.

"......... "

"Ambil anak itu dan lemparkan ke jurang"

Suara tuan Jerome terdengar, memecah kesunyian.

Beberapa anak buahnya kemudian mengangkat Ezio dan membawanya pergi. Sedangkan mayat kedua orang tuanya, dibiarkan begitu saja.

Begitu pemilik kebun apel serta anak buahnya itu pergi, warga sekitar yang bersembunyi di rumah masing-masing karena keluar. Mereka merasa kasihan dan mengambil dua jenazah itu, lalu mengebumikannya.

......

Ezio terbangun dan menyadari ia sudah tersangkut di antara bebatuan tinggi yang tajam. Dia tidak bisa menggerakkan badannya. Seluruh tubuh terasa remuk, dia yakin beberapa tulangnya pasti ada yang patah.

Pikiran terasa buram, dia tidak ingat apapun. Yang terakhir ia ingat hanya orang tuanya yang telah pergi dengan keadaan yang mengenaskan.

Memori itu terulang kembali dalam benaknya, tak terasa air mata jatuh meleleh. Hidup di dunia selama empat puluh tahun, hingga mencapai puncak kejayaan. Tak pernah ia merasakan kehangatan keluarga seperti itu. Dirinya yang dulu selalu tersenyum dan seolah kuat, untuk mengabaikan rasanya kekosongan yang melandanya setiap waktu.

"Arrrggghhh"

Begitu ia mencoba menggeser badan terasa amat sakit di seluruh sendinya.

Ezio tidak bisa lagi menghitung berapa lama sudah dirinya berada dalam keadaan seperti itu. Perutnya terasa melilit karena kelaparan. Yang bisa dilakukan hanya menjilat batu yang ada di sekitar kepalanya.

Dalam kondisi yang amat sulit, ia teringat bahwa pernah dilatih oleh Phoenix untuk melakukan visualisasi. Karena tidak ada yang bisa diperbuat, kemudian ia mencoba untuk melakukan itu. Siapa tahun dengan mengalihkan fokus, rasa lapar dan sakit di seluruh tubuh dapat ia lupakan piikirnya.

Kemudian Ezio memejamkan matanya, dalam beberapa kali percobaan, konsentrasi gagal ia lakukan. Tapi dirinya terus mengerjakanya.

Pada akhirnya, justru dari kehidupan sebelumnya, dirinya berhasil menemukan pola konsetrasi.

Karena di masa lalu kekuatan pasukannya sudah mencapai level maksimal, ia tidak sempat melatih tubuh apalagi pernafasannya. Hingga kemudian dirinya melupakan semua latihan yang pernah ia lakukan.

Dalam keadaan konsetrasi, suasana menjadi lebih hening dari sebelumnya. Seluruh tubuhnya terasa mati rasa. Perasaan sakit berganti dengan kesan lembut di seluruh tubuh.

Ia kemudian membayangkan seolah-olah ada energi spiritual masuk ke dalam tubuhnya. Karena matanya terpejam Ezio tidak melihat, bahwa di sekelilingnya benar-benar ada sesuatu seperti asap yang berkumpul masuk ke dalam dirinya.

Asap itu berwarna-warni, jumlahnya terus bertambah dan mengalir tanpa henti merasuk ke dalam fisik Ezio.

Dalam proses masuknya energi, dirinya merasakan sedang berada di sebuah tempat yang sangat gelap, tidak ada apapun di sana. Yang ia lihat hanya sebuah cahaya di ujung sana.

Ezio berjalan menuju cahaya itu, hingga kemudian berhasil mencapainya. Ternyata di sana ada sebuah gerbang yang terbuat dari emas, berbentuk segi lima dengan sisi kanan dan kiri lebih panjang ke bawah.

Ezio masuk melewati gerbang itu, di sana ia menemukan seorang perempuan yang mengenakan gaun berwarna jingga. Orang itu berbicara padanya,

"Selamat datang Ezio, akhirnya kau berhasil mencapai tahap visualisasi"

"Siapa kau? darimana kau tahu siapa aku?"

"Aku adalah Phoenix dan kau kini sedang berada di duniaku. Di sini dirimu akan mendapatkan sedikit pencerahan"

"Bukannya Phoenix adalah seekor burung?"

"Burung itu hanya esensi jiwa, supaya aku dapat memanifestasikan diri di dunia manusia dan ini adalah sosokku yang sebenarnya"

Ternyata wanita itu adalah Phoenix yang sebenarnya. Ezio yang masih kebingungan, mencoba mempercayai hal tersebut,

"apa yang kau maksud dengan pencerahan?"

Menurut wanita itu, pencerahan adalah sebuah kesempatan untuk melewati tahapan sebelumnya.

Awalnya Ezio tidak memiliki pengetahuan tentang spiritual. Kini ia sudah bisa mempelajari cara untuk mendapatkan energi melalui efek visualisasi. Kemudian ia akan masuk ke langkah selanjutnya. Yaitu membuat energi itu menjadi nyata.

"Bagaimana caraku melakukannya?"

"Rasakan di bawah pusarmu, di sana sudah terkumpul energi yang cukup untukmu membuatnya menjadi nyata"

Ezio kemudian memeriksa bagian bawah pusarnya. Ternyata benar, ada perasaan hangat di sana. Kemudian ia melakukan langkah yang diperintahkan oleh Phoenix.

Dirinya mencoba mengalirkan rasa hangat itu ke bagian tangannya. Seperti biasa, kegagalan akan menghantui segala hal dalam langkah pertama.

Rasa hangat itu hanya bergerak sedikit, terasa naik hanya sampai ulu hati, lalu menghilang. Ia kemudian menjajalnya lagi dan kembali gagal.

"Kenapa energi ini tidak bisa naik menuju tanganku?" tanya Ezio bingung.

"Sebentar biar kuperiksa." Wanita itu mendekat ke punggung Ezio dan menyentuhnya menggunakan kedua belah telapak tangan.

Ia memejamkan mata, kemudian Ezio merasa seolah-olah energi hangat di perutnya dipaksa naik, berkali-kali itu dilakukan dan hasilnya tetap sama. Rasa hangat itu hanya mampu mencapai ulu hati.

"Sepertinya kau mengalami tahapan blokade. Ini adalah kondisi jiwa seseorang yang energinya tidak bisa mengalir sama sekali. Sepertinya ini penyebab di masa lalu kau tidak bisa belajar energi spiritual" ucap Phoenix pelan, seolah kembali mematikan harapan Ezio.

"Lalu bagaimana caranya agar aku tetap bisa mempelajarinya?" desah ezio kecewa.

"Masih ada satu cara"

Kawanlama

Terima kasih sudah membaca novel ini. Mohon dukungannya agar Ezio masih tetap bisa berjuang.

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status