Share

BAB 2 : EZIO OSBORN

"Tabiiib, tangannya bergerak"

"Tidak mungkin, ini sudah 3 tahun"

"Nah ini coba kau lihat, kelopak matanya bergerak… EH MA-MATANYA TERBUKA !"

"Ya ampun ini keajaiban"

"Puji Yang Maha Kuasa !! kau akhirnya sadar. Ini aku ibumu, nak"

"Maaf, tolong minggir sebentar. Biar ku periksa"

Begitu Agra Diaz terbangun. Yang pertama terlihat seorang wanita yang berusia sekitar 35 tahunan, sedangkan yang satunya bapak-bapak dengan badan kurus dan rambut panjang yang di sanggul. Orang itu dipanggil si ibu dengan tabib.

Ketika kesadarannya mulai pulih. Agra melihat ke arah tangannya, yang terlihat di sana sepasang tangan kecil dan halus. Tangannya yang kekar serta berotot berubah !

Ketika melihat keseluruhan tubuhnya, badan sang panglima perang telah berubah menjadi seorang anak-anak.

Terkejut dengan keadaan itu, Ia mencoba bangun, kemudian ditahan oleh si tabib.

"Kau harus istirahat dulu, tubuhmu masih belum siap"

Agra perlahan-lahan merebahkan badannya lagi dengan tenang. Dia memikirkan pertemuannya dengan Phoenix. Apa ini yang dimaksud dengan kehidupan kedua, pikirnya.

Berada dalam situasi seperti itu, otaknya perlahan menganalisis. Dirinya terbangun di tubuh seorang anak, yang tidak sadarkan diri selama 3 tahun dan ia tengah dirawat oleh seorang tabib.

Sedangkan perempuan itu kemungkinan besar adalah ibu dari anak ini.

Tabib nampak tersenyum, begitu ia selesai memeriksa tubuh Agra.

"Ini benar-benar keajaiban. Sepertinya kau sudah sembuh total"

Mendengar perkataan si tabib, Agra bertanya dengan pelan.

"Aku dimana?"

"Kau di rumah nak, ini ibu. Apakah kau tidak mengingatnya." Si wanita berkata dengan wajah yang berubah dari ceria menjadi muram.

"Sepertinya trauma kepala parah akibat kecelakaan sebelum koma, menyebabkan ingatannya menghilang." Tabib memberikan diagnosa.

"Jadi siapa aku sebenarnya?" Tanya Agra.

Dengan mata sembab si ibu, bercerita bahwa dirinya adalah seorang anak bernama Ezio Osborn yang berumur 13 tahun. Ia koma selama 3 tahun karena mengalami kecelakaan akibat terjatuh ke dalam sumur tua.

Orang tuanya bernama Erlan dan Daisy Osborn. Pekerjaan mereka adalah buruh di perkebunan apel. Keluarga itu tinggal di kerajaan Equista, salah satu kerajaan kuat di barat daya, yang berhasil Agra Diaz taklukkan. Setelah kalah, mereka bergabung dalam Kekaisaran Angeous.

"Jadi setelah dihidupkan kembali, aku adalah Ezio Osborn." pikir Agra Diaz. Dirinya yang tekenal sebagai panglima perang yang hebat dan garang, harus menerima kenyataan hidup di tubuh remaja kurus dan lemah ini.

Jika boleh membandingkan, Ezio sangat jauh berbeda dengan Agra saat ia berumur tiga belas tahun.

Sejak kecil tubuh Ezio ini lemah dan sering sakit. Ia jarang beraktivitas di luar, lebih banyak menghabiskan waktu dengan membaca buku di dalam rumah.

Berkebalikan dengan Agra, dia adalah anak yang kuat, tinggi dan besar serta memiliki semangat yang tinggi.

"Ibu mohon beri aku waktu. Siapa tahu nanti ingatanku akan kembali."

Si ibu kemudian memeluknya erat,

"iya nak. Ibu selalu memberi waktu, bahkan saat kau dalam keadaan koma"

Pria yang sebelumnya adalah seorang panglima perang dengan kehebatan yang terkenal seantero tanah moonlight, merasakan kehangatan yang berbeda begitu ia dipeluk oleh ibunya Ezio. Hal tidak bisa ia temukan dalam memorinya di masa lampau.

Setelah ayahnya meninggal, beberapa bulan kemudian ibunya sakit-sakitan dan menyusul pergi untuk selama-lamanya. Ini yang menyebabkannya menjadi anak dengan masa kecil kurang kasih sayang dari orang tua.

Selain itu, karena ambisinya untuk menyatukan semua kerajaan di dalam satu Kekaisaran. Hingga meninggal dihukum mati, ia tidak sempat menikah. Hal ini menyebabkan Agra Diaz tidak mengerti kehangatan sebuah keluarga.

Merasakan dipeluk seperti itu, benaknya kemudian berpikir,

"Ternyata Ezio sangat dicintai oleh ibunya"

Setelah beberapa menit mereka berpelukan, sang tabib minta ijin untuk pulang.

Lalu, ia dan ibunya bersama-sama mengantarkan tabib pulang. Pria itu orang yang baik. Awalnya dia tidak bersedia menerima pembayaran. Tapi, sebagai bentuk terima kasih, keluarga itu tetap memaksa memberinya hasil panen di kebun.

Ketika mereka baru saja melepas si tabib di depan rumah, dari kejauhan terdengar sesuatu.

"Ezioooooo... " Suara seorang lelaki terlihat berteriak sambil melemparkan bawaannya dan berlari menuju ke arah mereka.

Ternyata itu adalah Erlan Osborn, ayahnya Ezio.

Pria itu datang dan memeluknya dengan erat. Air mata mengalir deras. Dia bahkan menangis dengan suara yang keras. Rupanya itu adalah perasaan yang ia tahan dalam waktu lama. Rasa sayang seorang ayah adalah ketabahan, mereka tidak pernah menceritakan secara terbuka kepada siapapun.

Tak terasa air mata Agra juga keluar. Selain lupa bagaimana rasanya dikasihi, dia juga tak pernah dirindukan oleh seseorang seperti ini. Kehadirannya hanya akan dirindukan ketika negara dalam keadaan kalah. Mereka tak pernah merindukan Agra sebagai manusia, hanya sebagai mesin kemenangan.

Kemudian perasaannya berubah, yang awalnya hanya ingin mencoba menjadi Ezio. Kini ia berpikir,

"Aku adalah Ezio, sedangkan Agra Diaz telah mati. Keluarga ini selamanya akan kulindungi"

Sejak saat itu kehidupan kedua Agra sebagai Ezio benar-benar dimulai.

......

Beberapa hari setelahnya, ia mulai melakukan latihan ringan. Seperti jogging dan push up beberapa kali. Dia melakukan itu karena tubuh milik Ezio masih belum pulih total. Selain itu, dia merasa perlu untuk membentuk kekuatan pada tubuh kurus dan lemah ini, agar menjadi lebih baik.

Keinginannya untuk balas dendam pada kaisar tidak akan pupus. Tapi untuk mencapai perjalanan kesana, dengan kondisi tubuh seperti ini, perjalanan terasa masih sangat jauh.

Kedua orang tuanya yang baru kembali dari kebun, terheran-heran melihat Ezio sudah duduk dengan banjir keringat serta wajah memerah kelelahan.

"Kamu sedang apa nak?" tanya ibu.

"Aku sedang berlatih, supaya bisa pulih dan membantu ibu serta ayah"

Mendengar jawaban itu, kedua orang tuanya meneteskan air mata bahagia. Mereka cuma petani miskin biasa, tidak memiliki apa-apa. Harta berharga satu-satunya hanya Ezio. Anak yang baru pulih dari koma.

Selama bertahun-tahun memendam kesedihan, kini melihat Ezio tumbuh sebagai orang yang berbeda. Hati orang tua mana yang tak bangga.

......

Satu minggu berlalu, Ezio terus melakukan latihan. Tubuhnya perlahan mulai pulih. Wajah yang awalnya pucat, terlihat lebih hidup sekarang.

Hanya saja ia merasakan keanehan, ketika mencoba menaikkan intensitas latihan, kedua belah tangannya terasa panas dan perih. Sehingga ia tidak bisa menambah beban latihan.

Pada minggu kedua dan ketiga, dengan porsi latihan yang tidak bertambah, ia tidak merasakan perubahan apapun.

Masuk minggu ke empat Ezio yang frustasi dengan keadaan, mencoba menambah porsi latihan. Perih dan panas di tangannya semakin terasa sakit, tapi ia tetap melakukan latihan.

Hingga minggu kelima, ia menaikkan terus porsi latihan. Tangannya benar-benar terasa mengerikan, ia berlatih sambil berteriak-teriak kesakitan.

Kedua orang tuanya yang melihat hal tersebut dan kasihan kepadanya. Mereka yang khawatir bbertanya kepadanya. Apa ia terlalu keras melatih dirinya sendiri. Tapi Ezio hanya bilang,

"Ayah ibu aku tidak apa-apa."

Begitu pula selanjutnya, setiap kali kedua orang tuanya bertanya, jawaban yang sama selalu ia berikan.

Masuk minggu keenam, tangannya mulai merah dan terkelupas. Daging putihnya nampak dari luar. Tapi ia tidak memedulikan hal itu, dan tetap melakukan latihan. Kala ia melakukan latihan, percikan api keluar di tangannya. Arthur berhenti, kemudian mengucak matanya, tidak percaya.

"Hah, mengapa ada percikan api yang keluar dari tanganku?" gumam Arthur kaget.

Ketika ia berhenti berlatih, percikan apinya menghilang. Begitu ia melanjutkan kembali latihan, bukan lagi percikan api yang muncul. Kini kedua tangannya malah mengeluarkan api, seperti sedang terbakar.

Ezio kaget, "Eh, kenapa tanganku terbakar. Tapi kok tidak panas ?"

Ketika dia sedang bingung atas keanehan itu. Tiba-tiba, dari kedua tangannya muncul gejolak api besar, yang semakin lama, semakin mengecil dan akhirnya membentuk pola berbentuk burung, yang Ezio yakini itu adalah Phoenix.

Kawanlama

Terima kasih sudah membaca novel ini. Mohon dukungannya agar Ezio masih tetap bisa berjuang.

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status