Share

4

Dasar anak sekarang! Akupun terpaksa menunjukkan kekuatan superku. Dari dalam dadaku, muncul keris gaib yang bersinar terang. Orang-orang menutup mata karena silau. 

"Keris sakti api!" ujarku memamerkan kekuatan panas dari keris dan tubuhku. 

Lalu kekuatan air yang menimbulkan hawa dingin dan kekuatan angin. Kukurangi kadar kekuatannya agar tak membahayakan orang-orang atau gedung ini. 

Segera kumasukkan lagi kekuatan sakti ke dalam tubuhku setelah semua terpana. 

"Kereenn!" seru anak-anak bertepuk tangan. 

Gadis kecil tadi memberiku dua jempol tangan, "Top! Hebat!"

Ibunya tersenyum manis dan turut bertepuk tangan. 

Tiba-tiba terdengar jeritan seorang wanita dari luar. 

"Lihat, ada orang butuh pertolongan!" seru salah seorang melongok ke luar jendela. 

Kulihat ponsel, tak ada pesanan di aplikasi. 

"Dia butuh pertolongan!" seru yang lain. 

Kulongok dari jendela. Di bawah, di lorong sepi, seorang wanita dikejar beberapa pria. 

"Tolonglah dia, Keris Man!" pinta bapak gendut yang memesanku, "Terimakasih sudah mau menghibur anakku!"

Akupun segera keluar kamar dan menuju ke bawah. 

"Akan kuberi bintang lima!" seru bapak itu, "Kau superhero idolaku! Uangnya akan kutransfer! Nanti minta rekening pribadimu!"

Aku berlari menuruni tangga darurat. Cukup repot memang jadi superhero yang tak bisa terbang atau berlari cepat. 

Dan akupun terengah-engah ketika sampai di lorong tempat wanita itu dikejar-kejar. Ia sudah terpojok di gang buntu. 

Beberapa pria garang yang mengejarnya tersenyum melihatku datang. "Wah, ada yang panggil superhero!"

"Siapa yang panggil?" tanya salah seorang dari mereka, "Kau?!" alihnya pada wanita itu. 

"Tidak, aku tidak punya aplikasi superhero!" jawabnya ketakutan. 

"Lalu siapa yang panggil?!"

Teman-temannya menggelengkan kepala nyengir. 

"Lihat, tidak ada yang memanggilmu, Keris Man!" ujarnya lagi, "Kau tidak dibutuhkan di sini. Pergi sana!"

"Bentar," jawabku ngos-ngosan, "jangan ngomong dulu. Aku capek turun tangga!"

Mereka berempat tertawa mengejek. 

"Tolong, tolong aku!" seru wanita yang terpojok, "Mereka mau memperkosa dan membunuhku!"

"Ah, kami cuma menagih hutang!" jawab si pengejar, "Dia hutang satu milyar pada kami. Tapi tak mau bayar! Belum lagi bunganya!"

"Ayahku yang berhutang!" jawab wanita itu, "Dan dia sudah meninggal. Aku tak tahu menahu tentang hutang itu!"

"Yah, hutang ayah harus dibayar ahli warisnya! Kalau tak mau bayar, terpaksa kami bunuh!"

"Katanya tadi mau perkosa aku?!"

"Itu bonus. Diamlah! Jangan cerewet kau!"

"Kalian kurang ajar!" gerutuku setelah nafasku agak normal, "Menagih hutang seenaknya, pakai ancaman. Itu melanggar hukum!"

"Lalu apakah tak membayar hutang tidak melanggar hukum?!" balas mereka. 

"Kalian bisa melaporkannya ke polisi!" jawabku. 

"Tapi yang berhutang sudah mati, bunuh diri! Siapa yang harus kami laporkan?!"

"Lagipula apa untungnya lapor polisi?!" sahut temannya, "Yang dilaporkan mungkin akan dipenjara, dan kami tetap tak mendapatkan uang kami!"

"Yang berhutang sudah mati," balasku, "kenapa kalian kejar-kejar dia?!"

"Istrinya juga sudah mati! Tinggal dia satu-satunya ahli waris! Dia harus bayar!"

"Tapi aku tak punya uang sebanyak itu!" balas si wanita, "Aku sendiri pengangguran!"

"Tuh kan, dia tak punya uang!" belaku. 

"Lalu bagaimana dengan piutang kami? Apa kami harus kehilangan satu milyar begitu saja? Dimana hati nuranimu? Kami bisa merugi sebagai rentenir!"

"Yah, betul!" sahut pria yang lain, "Dimana hati nuranimu sebagai superhero?!"

"Tapi kan bisa diselesaikan baik-baik," jawabku, "Jangan pakai ancaman dan kekerasan! Kalau kalian perkosa dan bunuh dia, uang kalian juga takkan kembali!"

"Setidaknya bisa memberi efek jera pada penghutang yang lain. Jika tak mau bayar hutang pada kami, akibatnya berbahaya!"

"Lagipula kami bisa jual dia sebagai pelacur setelah kami perkosa!" imbuh penagih yang lain, "Bisa untung banyak dengan wajah cantik dan tubuh indah itu!"

"Yah, kenapa kau tak jual diri saja untuk melunasi hutang?!" seloroh yang lain lagi melecehkan wanita itu. 

"Kalau tingkah kalian seperti itu bukankah membuat orang malah jadi takut pinjam uang pada kalian?!" cecarku, "Membawa nama buruk perusahaan kalian!"

"Hahaha, kau ini superhero atau motivator?! Superhero datang untuk menghajar, bukan berceramah! Ayo, kalau berani, lawan kami berempat!" 

"Yah, untuk apa kita ngomong banyak-banyak?" dukung yang lain, "Kita hajar saja Keris Man ini. Lalu kita dapatkan perempuan itu!"

"Yeah, hajar!"

Mereka berempat maju menyerangku. Kutangkis serangan mereka dan kuhajar dengan tendangan dan pukulan. 

Dua terhempas. Dua lagi menyerang dengan pisau lipat. Kuhajar dengan mudah. Bukan lawan yang sulit. Hanya para debt collector. 

Keempatnya terkapar dan mengaduh di lantai. Seorang tampak pingsan. Tak perlu kukeluarkan kekuatan keris sakti untuk menghadapi cecunguk-cecunguk macam ini. 

"Kau tak apa-apa?" tanyaku menghampiri perempuan yang ketakutan itu. 

"Terimakasih!" serunya memelukku. 

"Ayo, pergi!"

Kuajak dia mengobrol di atap apartemen bertingkat itu agar tampak romantis seperti di film-film atau komik superhero. Kami naik lift ke sana.  

"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyaku sok gagah agar ia terpesona. 

Perempuan itu sangat cantik. Ia berpakaian rapi seperti pegawai kantoran atau bank. Namanya Selly. Berusia dua puluh satu tahun. 

"Ayahku dulu meminjam uang pada rentenir untuk membuka usaha," jawabnya, "Satu milyar. Namun usaha ayahku bangkrut dan tak mampu mengembalikan uang itu. Ia akhirnya bunuh diri. Ibuku sangat bersedih. Apalagi penagih hutang selalu datang. Ia lalu sakit-sakitan dan turut meninggal dunia."

Pemandangan kota terlihat sangat indah, namun dengan cerita Selly, terasa jadi sendu. 

"Aku adalah anak tunggal," sambungnya, "Dan awalnya tak tahu menahu tentang hutang itu. Kucoba untuk mencari pekerjaan karena aku belum lama lulus kuliah. Namun mereka terus menagih hutang dan memberiku ancaman. Aku takut kalau mereka mendatangiku lagi. Tolong aku, Keris Man!"

"Di mana rumahmu?"

"Eh?"

"Akan kupastikan mereka tak akan menyakitimu."

"Maksudnya?"

"Aku akan selalu menjagamu!"

"Tapi kau kan superhero. Bagaimana mungkin akan menjagaku? Kau dibutuhkan banyak orang. Aku tak mampu membayarmu sebagai pengawal pribadi!"

"Sudah jadi tugas superhero untuk menolong orang!"

"Tidak, tidak. Ini terlalu merepotkan. Aku bisa lapor polisi saja."

"Apa kau pikir mereka mau menjaga rumahmu dua puluh empat jam? Kau bukan selebriti atau politikus!"

Selly terdiam beberapa saat. Ia terlihat sangat cantik dalam kegundahannya. 

"Ah, kau mau menjagaku?" tanyanya meneteskan air mata. 

"Akan kuusahakan!"

Akupun menginap di rumah Selly pada malam harinya. Ternyata rumahnya cukup mewah. 

"Berbagai perabot sudah kujual untuk hidup dan biaya berobat ibu," jelasnya sambil mengajakku berkeliling rumah, "Aku bahkan tak punya televisi."

Kuamati seisi rumah untuk mengetahui seluk-beluk jika menghadapi bahaya. Kupahami letak pintu-pintu, jendela dan tempat perlindungan yang aman. 

Malam menjelang, dan aku tidur di sofa. Salah-satu perabot yang masih tersisa. Selly tidur di kamarnya. 

Entah jam berapa, ia mendatangiku dan duduk di sofa yang kutiduri. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status