"Tak bisa tidur?" tanyaku terbangun.
"Entahlah!" jawabnya sayu.
"Tenanglah, biar kujaga! Sana, tidur!""Tidak, bukan itu. Aku hanya merasa kau melakukan banyak hal untukku. Baru kali ini ada orang seperti itu."
Kudengarkan curahan hatinya."Saat ayahku bangkrut, aku minta bantuan pada saudara-saudara dan teman. Tapi tak ada yang bisa menolong."
"Aku," lanjutnya tak diteruskan.
"Tenanglah Selly, aku yakin kamu bisa menemukan jalan keluar. Kamu pintar!""Terimakasih banyak telah menolongku. Kalau tidak, aku pasti sudah diperkosa atau mati! Atau dijual jadi pelacur! Tak terbayangkan bagaimana nasibku!"
"Tak perlu dirisaukan. Sudah tugasku! Kau sudah aman!"
"Aku bahkan tak memanggilmu pakai aplikasi!" lanjutnya menatap wajahku dalam, "Kau tak dibayar telah menolongku. Bahkan untuk menjagaku begini juga!"
"Tenanglah, tak masalah bagiku, Sel!"
"Tidak, aku ingin membayarnya," bisiknya lalu mencium bibirku. Bagian lubang hidung dan bibir memang tak tertutup oleh kostumku.
Aku berusaha menolak, namun dia terus mendekap dan menciumiku. Aku tak kuasa menahan gejolak ini.
Sudah lama aku tak berhubungan dengan wanita. Mungkin terakhir kali saat di desa bersama Sri Kuswantari. Anak guruku itu. Wanita kota susah untuk ditundukkan.
Ia lepaskan ciumannya dan mengelus wajahku. "Apa kau juga selalu tidur dengan kostum ini?" tanyanya berusaha melepaskan topengku.
Kucegah tangannya. Ia terus menatap mataku. Seolah ingin menggapai apa yang ada dalam hatiku. Dengan wajah secantik dan semurni itu, aku tak mampu menghindarinya.
Akhirnya kubiarkan ia melepaskan topengku. Ekspresi wajahnya cukup membingungkan. Antara kaget dan kagum.
Mungkin baru kali ini ia melihat wajah asli seorang superhero. Entah sesuai harapannya atau tidak.
Ia kembali menciumku. Dan kami kembali hanyut dalam pergumulan malam.
Tanpa malu, ia terus mencumbuiku dan melepaskan baju tidurnya. Hasratku sebagai lelaki semakin tak tertahan.
Aku jadi teringat pada ibu kos. Ia pasti khawatir aku belum pulang. Aku belum pamit kepadanya. Mungkin ia ingin memberiku buah-buahan segar seperti biasanya. Tapi siapa peduli, di sini kudapatkan buah yang lebih segar.
Selly lalu mengajakku ke kamar. Bukan seperti superhero lagi, aku tunduk pada kecantikan dan kemolekannya. Kulepaskan segenap kostumku dan kami habiskan malam untuk menikmati asmara.
Pagi harinya, aku terbangun sendirian di kamar Selly. Ia sepertinya sedang menyiapkan sarapan. Tercium dari baunya.
Aku keluar kamar dengan memakai kostum sekedarnya. Kusambangi Selly di dapur yang sedang memasak. Kupeluk dan kuciumi tengkuknya dari belakang.
"Hmm, superhero sudah bangun!" gumamnya, "Kubuatkan telur orak-arik, mau?"
"Yah, terimakasih."
"Sebentar lagi siap, aku juga masih punya kopi. Mau?"
"Yah. Pakai susu!"
"Aku tak punya susu!"
"Masa?" godaku.
"Aihh, sana, sana! Tunggu dulu di meja makan! Ah, aku sudah tak punya meja makan. Tunggu di ruang tamu! Haha!"
Kuberalih ke ruang tamu dan kulihat ponsel yang tertinggal di sofa. Astaga, ada banyak pesan!
Salah-satunya, "Kris, di mana kamu? Kami diserang! Tolong!"
Dan itu adalah pesan tadi malam!
"Aku harus pergi!" pamitku pada Selly.
"Semua baik-baik saja?" tanyanya cemas, "Ada bahaya?!"
"Yah!" jawabku mencium keningnya, ia tampak telah menyiapkan telur orak-arik, "Aku segera kembali!"
Aku menuju warung kopi Pak Yono. Hangus berantakan! Sisa-sisa asap masih mengepul ringan.
Ponselku berdering. Dari manajer, "Kemana saja kau Kris?! Cepat ke kantor!"
Akupun segera ke kantor. Dan sesampainya di sana, manajer menyambutku cukup panik.
Ia seorang pria berumur empat puluhan yang bertubuh ideal dengan kepala mulai botak. Selama ini menjadi manajer kami berlima yang sering mangkal di warung Pak Yono.
"Tempat berkumpul kalian, Warung kopi Pak Yono diserang!" jelasnya, "Anginia, Cahayani dan Gajah Man terluka. Pak Yono dan istrinya tewas!"
"Apa?!"
Aku segera dibawa ke ruang jenazah untuk melihat mayat Pak Yono dan istrinya. Ah, lelaki dan wanita yang selama ini melayani kami. Menyediakan burjo dan nasi orak-arik yang nikmat.
Kuberi penghormatan terakhir pada mereka.
Manajer lalu membawaku ke klinik perawatan untuk menemui teman-temanku. Gajah Man, Anginia dan Cahayani terbaring lemas.
"Apa yang terjadi?" tanyaku pada mereka.
"Kami diserang orang-orang aneh!" jawab Anginia mengenggam tanganku, "Kami tak tahu siapa."
"Sempat kulihat tattoo di leher mereka," imbuh Cahayani, "Kerbau merah!"
"Mereka sangat kuat!" tambah Gajah Man, "Awalnya mereka berpostur biasa dengan pakaian hitam-hitam. Lalu, salah satu berubah jadi bertubuh besar. Matanya merah dan bertanduk seperti kerbau. Dia sangat kuat. Mampu mengalahkan kami!"
"Dan motorku," lanjutnya menangis, "Motor gede peninggalan ayahku hancur, Kris!"
Ah, dasar pria besar ini! Dalam kondisi begini masih saja meratapi sepeda motornya.
Kadang lelaki memang terlalu mencintai kendaraannya daripada dirinya sendiri. Hingga banyak yang suka kebut-kebutan dan balapan liar tanpa memperhitungkan keselamatan diri.
"Dimana kamu semalam?" tanya Anginia, "Kami hubungi, tak jawab!"
"Aku, aku, terlalu lelah."
"Lelah atau acuh?!" tanya Jago Man yang duduk di pojokan. Entah mengapa ia selalu berada di sudut yang mengagetkan.
"Kau sendiri kemana?" balasku, "Tampak sehat-sehat saja!"
"Kau tahu, kami ayam tidur setelah senja!"
Aku menghela. Manusia ayam itu memang sering bertingkah menyebalkan.
"Aku penasaran, apa yang kalian lakukan di warung Pak Yono malam-malam?" tanyaku, "Masih mangkal?"
"Sebenarnya kami sudah pulang," jawab Anginia, "Tapi ada pesanan darurat menuju ke sana dari seseorang."
"Setelah sampai sana tak ada apa-apa," imbuh Cahayani, "Lalu datang beberapa orang misterius itu. Lima orang, salah-satunya wanita."
"Kris, bos memanggilmu di ruangannya!" kata manajer padaku.
Aku meninggalkan teman-temanku dan menuju ke ruangan bos. Pria itupun segera memarahiku. Ia direktur perusahaan aplikasi ini. "Apa yang terjadi padamu, Kris?!"
"Maaf, semalam saya tak melihat pesan dan telepon di ponsel, Pak!" jawabku.
"Kinerjamu, kinerjamu, Kris! Makin menurun! Dimana tanggung jawabmu sebagai superhero?!"
Aku belum sempat menjawab dan ia meneruskan kemarahannya, "'Bintang satu' dan ulasan buruk berkali-kali! Gagal di kejadian kebakaran pula! Ah!"
"Bukan salah saya, Pak! Lagipula rumah-rumah di negeri ini terlalu berdempetan. Harusnya diberi jarak yang cukup dengan halaman yang luas. Juga gang yang lebar untuk memudahkan mobil pemadam kebakaran masuk."
"Kau superhero, Kris! Bukan gubernur atau presiden! Bukan tugasmu mengelola kota!"
Aku hanya menghela.
"Ada yang mengunggah di Herostube dan Herogram," lanjutnya, "Kau menghibur pesta ulang tahun anak-anak?! Kau pikir superhero itu cosplayer?!"
Ia perlihatkan video pada aplikasi-aplikasi itu yang menunjukkan aku sedang menghibur anak-anak. Bahkan terlihat aku memamerkan kekuatan keris sakti kepada mereka. Barangkali orangtua mereka yang merekam dan mengunggahnya.
"Lalu, kau menyelamatkan wanita yang tak memesan di aplikasi!" lanjut bos, "Terekam pula di Herostube. Apa yang kau pikirkan?!"
"Tapi dia butuh pertolongan!"
"Dan itu yang membuatmu jatuh cinta?!"
"Maksudnya?"
"Sinyal ponselmu terlacak di rumah seseorang tadi malam. Kau pikir kami tak tahu itu? Setelah kusuruh cari rumah siapa itu, ternyata rumah wanita yang kau tolong itu. Siapa namanya, Selly?"
"Bapak melacak lokasi ponselku?""Tentu saja, Geeglo saja bisa, kenapa kami tidak? Semua orang sekarang bisa melacak lokasi ponsel!"Aku lagi-lagi hanya bisa menghela nafas. Betapa rapuhnya privasi orang di jaman modern ini."Kau sudah tak profesional, Kris!" lanjutnya, "Aku sudah mmemperingatkamu berkali-kali. Ini bintang satu-mu yang kesekian kalinya. Mempengaruhi pamor perusahaan kita. Semakin tertinggal dari pesaing. Lihat aplikasi sebelah! Makin melejit dengan High Quality Man sebagai andalan.""Yah, apa yang harus kukatakan, Pak? Kadang ada hal-hal yang tak bisa diselesaikan oleh superhero."Ia terdiam. Tubuh pendek dan agak gembulnya terlihat lucu memendam amarah. Wajahnya terkesan lebih mirip komedian daripada direktur. Namun kegalakannya melebihi debt collector."Dan kadang ada hal penting yang harus kami selamatkan!" lanjutku."Apa? Cinta, perasaan? Melebihi keselamatan kawan-kawan dan perusahaan?!""M
"A, aku tak bisa menunjukkannya.""Huh, bawa dia!" perintahnya pada para polisi yang lain."Tunggu!" tolakku mundur."Lepaskan dia, komandan!" seru seseorang mendekat."Siapa kau?!" tanya polisi tadi."Intelejen pusat," jawab orang yang berpakaian jas hitam itu menunjukkan kartu identitasnya, "Kasus ini biar kami tangani!""Intelejen? Huh!"Para polisi meninggalkan kami. Dan orang intelejen itu membawaku keluar dari garis polisi menuju sebuah mobil di pinggir jalan."Apa yang terjadi Kris?" tanyanya menghela nafas."Kau tahu aku?""Yah, kami badan yang bertugas mengawasi para superhero online. Kami tahu siapa kau, Keris Man.""Ah, syukurlah.""Namaku Rahmat. Apa yang terjadi?""Saat aku kemari, ibu kos dibunuh orang.""Sepertinya ada yang mengetahui tempat persembunyianmu. Tempat mangkal kalian, warung kopi, juga diserang bukan?""Y
Aku kembali untuk menemui Selly. Ia sudah menunggu di depan kantor. Semoga para debt collector tak memburunya."Hai," sapaku, "gimana?""Hmm, tak diterima." jawabnya lesu."Nggak papa, bisa cari yang lain.""Susah cari kerja sekarang. Yang dibutuhkan kebanyakan hanyalah penjaga minimarket dan sales girl. Atau reseller online.""Kenapa tak coba?""Mana bisa kerja disitu mendapatkan satu milyar untuk bayar hutang? Bahkan jadi manajer pun belum tentu bisa.""Yah, kita hidup di negara dengan tingkat gaji yang sangat kecil dibandingkan negara-negara lain.""Iya, makanya banyak orang berhutang."Kami pun beranjak pulang. "Yah, negara saja banyak hutang," sahutku berjalan di sampingnya, "Apalagi rakyatnya.""Kau kan tak punya hutang?!""Aku berhutang pada teman-temanku. Juga pada Pak Yono, istrinya dan ibu kos. Kematian mereka harus kubalaskan.""Jangan terlalu mendendam, Kris! Nanti kau jadi pe
Aku berusaha menolong Selly. Satu orang yang mengekang tangannya kuserang. Si wanita berusaha menghadangku, namun berhasil kuatasi. Kudorong tubuhnya dengan bahuku. Dua orang lelaki yang lain hendak menyerangku pula. Dapat kutangkis dan kuhajar dengan pukulan dan tendangan hingga tersungkur.Si pengekang Selly kutarik tangannya kucekik lehernya. Ia melepaskan tangkapannya dan menghadapiku. Dapat kuatasi dengan mudah dan kusungkurkan. Kugenggam tangan Selly dan menjauh. Kelimanya terus maju dan mengepung kami. "Kalian yang menyerang teman-teman dan ibu kos-ku?!" tanyaku geram, "Apa mau kalian?!""Haha, teman-temanmu cukup tangguh," jawab si badan besar, "tapi bukan tandinganku! Ibu kos-mu juga cukup cantik! Haha!""Kenapa kalian membunuhnya?!" balasku, "Kenapa menyerang teman-temanku?!""Kami ingin menghabisi semua superhero! Haha!""Kenapa?! Siapa sebenarnya kalian?!""Gampang, karena kalian selalu menghalangi kami! Kami dari kelompok Kerbau Merah!"Si badan besar menyerangku lagi d
"Di rumah Selly." Jawabku. "Bagaimana kalau mereka kembali lagi?" tanya Selly padaku, "Aku takut! Mereka sangat kuat!""Kenapa tak kita undang ke tempat kita saja?" tanya Dara pada kedua temannya, "Di sana aman. Lagipula kalau kita bersama bisa lebih kuat!""Kalau mereka tak keberatan." Jawab si Harimau dingin. "Yah, aku senang dapat teman lagi!" imbuh si Kuda jalanan. "Aku ingin mencari dan menyelidiki mereka!" jawabku bersikeras, "Mereka yang menyerang dan membunuh teman-temanku!""Tapi tampaknya kau yang dihajar habis-habisan!" sahut si Harimau jalanan, "Mau mati menyusul teman-temanmu?!"Aku mendesah kesal. Dara lalu menenangkan suasana dengan merangkul pundakku dan berkata, "Dendam bisa kau selesaikan nanti! Yang penting sekarang cari tempat berlindung dulu sambil menyelidiki mereka!""Yah, aku juga penasaran dengan kelompok Kerbau Merah itu!" imbuh si Kuda jalanan. "Mungkin kita bisa membantunya menyelidiki gerombolan itu?!" tanya Dara pada dua temannya, "Ya kan? Kelompok k
Makanan terasa lezat. Oseng-oseng sayuran yang lama tak kumakan."Enak kan, masakan Selly?" tanya Dara, "Dia pinter banget masak!""Ah, kami berdua kok yang masak!" balas Selly."Jadi ceritakan," lanjut Dara, "Bagaimana kalian bisa sampai dikejar orang-orang itu?"Dan aku pun menceritakan apa yang telah kualami. Begitu juga dengan Selly yang mengisahkan perjalanan hidupnya hingga bertemu denganku."Wah, wah, jika sampai membuat kalang kabut perusahaan aplikasi, berarti orang-orang itu patut diperhitungkan." Komentar Dara."Entah perusahaan sudah mengambil langkah atau belum," lanjutku, "Kemarin mereka menarik para superhero ke kantor untuk sementara.""Coba lihat," ujar si Kuda mengecek ponsel, "aplikasi kalian banyak menutup sementara layanan beberapa superhero. Tapi masih ada yang bisa dipesan. Hanya sedikit.""Menarik," sahut si Harimau, "akhirnya sistem superhero online bisa kalang kabut juga!""Yah, kami tak pernah suka sistem itu," lanjut Dara, "kenapa jadi superhero wajib ikut
"Novel online?" tanya Selly. "Yah," jawab Dara, "lumayan! Baru booming akhir-akhir ini. Kutulis tentang kisah superhero romantis. Mungkin suatu saat bisa kutulis pertemuan kita ini. Haha!" "Wah, hebat!" puji Selly, "Baru kali ini kutahu ada seorang superhero sekaligus novelis!" "Yah, harus ada yang bisa mengabadikan kisah kami ini, Selly! Siapa tahu ada yang terinspirasi! Atau diangkat menjadi film! Haha, kira-kira siapa ya artis yang cocok memerankanku? Bunga Sutena?! Haha!" Sosok Dara memang cantik, bertubuh semampai, dan berambut panjang. Gayanya kalem, lembut, namun agak centil dan anggun. Barangkali Bunga Sutena memang cocok memerankan dirinya. "Itu akan sangat bagus!" balas Selly, "Bagaimana dengan yang lain?" "Aku kadang membuatkan website untuk perorangan atau perusahaan," jawab si Kuda, "Uangnya lumayan, apalagi untuk website yang aman! Aku juga bisa meretas berbagai sistem. Termasuk sistem perbankan dan mengambil uangnya. Tapi tak kulakukan. Kan aku superhero! Haha!" "
"Kau sudah ditakdirkan untuk mewarisi kekuatan keris-keris leluhurmu, lanjut kakek. Mereka menghilang menjadi kekuatan yang menyatu dengan dirimu!" "Wah, hebat!" puji Dara, "Benar-benar layak diangkat menjadi novel dan film! Lalu bagaimana?" "Kakekku bilang jika semua keris itu adalah warisan turun temurun dari leluhur kami," lanjutku, "Setiap generasi memiliki sebuah keris dengan kekuatan masing-masing. Jumlah keris kakekku ada tujuh. Menjadi warisan tujuh generasi leluhurku. Ia bilang, generasi sekarang, orang mulai tak menghargai keris. Membuat jaman jadi semakin kacau! Kau harus memelihara kekuatan keris-keris ini, katanya." "Semua itu terjadi saat aku masih kelas satu SMP," lanjutku, "Tak lama kemudian, kakek meninggal dunia. Paman-paman dan bibi pun saling berebut warisan. Karena aku dituduh mencuri keris, maka keluargaku hanya disisakan sedikit sawah yang letaknya paling jauh. Dengan penghasilan tak seberapa, orangtuaku bertani untuk menghidupi kami." "Di dekat sawah kami,