Share

6

"Bapak melacak lokasi ponselku?"

"Tentu saja, Geeglo saja bisa, kenapa kami tidak? Semua orang sekarang bisa melacak lokasi ponsel!"

Aku lagi-lagi hanya bisa menghela nafas. Betapa rapuhnya privasi orang di jaman modern ini. 

"Kau sudah tak profesional, Kris!" lanjutnya, "Aku sudah mmemperingatkamu berkali-kali. Ini bintang satu-mu yang kesekian kalinya. Mempengaruhi pamor perusahaan kita. Semakin tertinggal dari pesaing. Lihat aplikasi sebelah! Makin melejit dengan High Quality Man sebagai andalan."

"Yah, apa yang harus kukatakan, Pak? Kadang ada hal-hal yang tak bisa diselesaikan oleh superhero."

Ia terdiam. Tubuh pendek dan agak gembulnya terlihat lucu memendam amarah. Wajahnya terkesan lebih mirip komedian daripada direktur. Namun kegalakannya melebihi debt collector. 

"Dan kadang ada hal penting yang harus kami selamatkan!" lanjutku. 

"Apa? Cinta, perasaan? Melebihi keselamatan kawan-kawan dan perusahaan?!"

"Maaf, aku benar-benar tak tahu kejadian semalam, Pak."

"Karena kau bersama wanita! Apa kau mau kawin dan berhenti jadi superhero?!"

"Apa superhero tak boleh jatuh cinta?"

"Tidak, jika itu membahayakan kawan dan perusahaan!"

Kami sama-sama terdiam. Bingung arah pembicaraan mau sampai ke sana. 

"Kau teledor, Kris!" lanjut bos, "Sangat lamban, tak berkompeten dan payah. Tak baik untuk perusahaan."

"Kenapa kinerja perusahaan begitu penting?"

"Karena kami yang menggajimu. Iklan dari aplikasi, dari Herostube dan Herogram. Juga iklan di kostum kalian. Tanpa kami, siapa yang akan menggaji kalian?!"

Aku tak bisa jawab. Teringat adik-adikku di kampung. 

"Kami harus memberimu skors! Kau akan dikirim ke pusat pelatihan superhero lagi, Kris! Untuk memperbaiki kinerjamu!"

"Saya lebih baik mengundurkan diri, Pak!"

"Apa?!"

"Saya pilih keluar dari perusahaan ini daripada masuk pusat pelatihan lagi." 

"Hahaha, lalu kau mau kemana kalau keluar?! Aplikasi sebelah tak mungkin menerimamu dengan kinerjamu itu! Pemerintah mewajibkan superhero untuk bergabung dalam aplikasi online! Mau kemana kau, Kris?! Hanya kami yang mau menampungmu!"

"Aku lelah jadi superhero!" jawabku berjalan keluar dari kantor bos. Mantan bos!

Dan akupun kembali teringat adik-adikku di kampung. Yang tertua hendak kuliah. 

"Kris, Kris!" seru bos, "Jangan konyol!Jangan harap kami bisa menerimamu kembali setelah kau keluar!"

"Aku tidak akan kembali." Jawabku menoleh padanya setenang mungkin.

"Baiklah, kembalikan kostum dan ponselmu pada manajer saat kau keluar!" perintahnya, "Itu semua dari sponsor!"

Kukembalikan kostum dan ponsel pada manajer. Padahal itu satu-satunya ponsel yang kupunya. Dan kostum menyedihkan itu, ah, kostum dengan banyak tempelan iklan dan sponsor di sana-sini. Lebih mirip kostum pembalap daripada kostum superhero. 

Manajer memberiku pakaian ganti seadanya dan aku berpamitan pada teman-temanku di klinik perawatan. 

"Serius Kris, kau keluar?" tanya Anginia lagi-lagi mengenggam tanganku, "Kau tega tinggalkan kami?"

"Aku tidak akan meninggalkan kalian," jawabku sendu, "Akan kucari siapa yang menyerang kalian dan membunuh Pak Yono."

"Hati-hati, Kris!" sahut Cahayani di ranjang sebelah Anginia, "Mereka berbahaya! Kerbau merah rupanya ancaman serius!"

"Bagaimana kau akan mencari mereka kalau kau keluar dari perusahaan?" tanya Gajah Man. 

"Yah, kalian tenang aja," jawabku, "istirahat saja demi kepulihan kalian."

"Hmm, akhirnya kau keluar," ujar Jago Man di sudut lain yang mengejutkan, "Jangan ambil hati segala ucapanku selama ini, Kris! Aku tak bermaksud melukaimu. Ayam memang kadang suka bersuara seenaknya."

"Kenapa kau masih di sini?" tanyaku, "Tak mangkal atau cari penjahatnya?"

"Mau mangkal kemana? Warung kopi kita sudah hancur. Perusahaan memutuskan menarik dulu semua superhero ke kantor dan rumah-rumah perlindungan untuk berjaga-jaga. Mereka bisa melacak keberadaan kita. Mungkin kita semua masuk dalam target mereka. Perusahaan masih mengatur strategi untuk mengambil langkah berikutnya."

Akupun segera pergi meninggalkan mereka. 

"Hati-hati Kris," ucap Jago Man ramah, "mungkin mereka juga mengincarmu!"

Saat keluar dari klinik, kulihat banyak superhero berkeliaran atau duduk-duduk di kantor berlantai sepuluh ini. Rupanya perusahaan memang menarik sementara para mitra superhero-nya. Barangkali juga disiagakan untuk menjaga kantor ini. 

Dan tak ada yang mengenaliku tanpa kostum superhero. Hanya teman-teman dekatku yang mengenali wajah asliku. Lelaki desa ini, Krismantoro. Sekarang bukan superhero lagi. 

Aku pulang ke rumah kos. Terlihat beberapa polisi di sana. Garis polisi juga terpasang di beberapa area. 

"Ada apa ini?" tanyaku pada petugas polisi yang berjaga. 

"Kasus pembunuhan," jawabnya, "Siapa kamu?"

"Saya penghuni kos di sini."

Beberapa tim medis membawa mayat dalam kantong jenazah ke mobil ambulans.

"Mas Kris!" seru Dinda, anak ibu kos, "Ibu dibunuh orang, Mas!"

"Apa?!"

Aku menyelonong masuk, dan polisi membiarkannya.

"Mas!" peluk Dinda, anak tunggal ibu kos yang berumur empat belas tahun, kelas dua SMP, "Aku takut!"

"Apa yang terjadi, Din?"

"Nggak tahu Mas, pagi-pagi datang beberapa orang berpakaian hitam-hitam. Ada satu orang perempuan."

"Entah mereka bicara apa pada ibu," lanjutnya terisak, "Lalu mereka mengacak-acak dan merusak rumah. Ibuku berusaha menghentikan mereka, tapi, tapi malah dihajar hingga tersungkur. Ibu meninggal, Mas!"

Kupeluk erat dan kuelus kepala Dinda untuk menenangkannya. 

"Kamar kita juga diacak-acak oleh mereka!" ujar Tomo, mahasiswa yang indekos di kamar sebelahku. 

"Kenapa? Siapa mereka?"

"Entah, Mas Kris! Ada empat orang lelaki, satu wanita. Berjaket dan bercelana hitam. Ada satu berbadan besar dan kekar. Matanya menyala merah!"

Sialan, mungkin mereka yang menyerang teman-temanku juga. Kelompok kerbau merah? 

Kenapa mereka menyerang kemari? Mungkinkah mereka tahu identitasku? 

"Ibumu akan diotopsi di rumah sakit," kata seorang polisi pada Dinda, "Kau ikut ke kantor polisi saja untuk memberikan keterangan, kau akan aman di sana."

"Temani aku, Mas Kris!" pinta Dinda padaku. 

"Mas siapa?"tanya polisi itu, mungkin seorang komandan, atau detektif. 

"Saya penyewa kamar kos di sini."

"Kamar yang mana?"

Kutunjukkan kamarku yang terletak di samping rumah. Kulihat memang kamarku dijebol pintunya dan diacak-acak. 

"Kau penyewa kamar ini?" tanya polisi itu lagi. 

"Iya, kenapa mereka mengacak-acak kamar kami?"

"Kau harus ikut kami ke kantor polisi.  Kami menemukan berbagai senjata tajam di kamarmu!"

"Ah, tunggu, jangan salah sangka, Pak! "

"Jelaskan nanti di kantor! Pedang, trisula, karambit, keris. Kau perampok? Atau anggota geng motor?!"

"Bukan. Punya motor pun tidak!"

"Lalu kenapa menyimpan senjata tajam? Kau bermasalah dengan orang, hingga orang-orang itu mencarimu dan membunuh ibu kos?"

"Tidak!"

Aku memang bermasalah dengan banyak orang. Superhero mana yang tak bermasalah? Tapi aku tak tahu perbuatan siapa itu. Apakah dari salah seorang penjahat yang dendam padaku? 

Tapi selama ini tak ada yang mengetahui persembunyianku di sini. Atau jangan-jangan mereka memang kelompok kerbau merah yang menyerang teman-temanku? Ada dendam apa mereka pada kami? 

Dan tak mungkin kukatakan pada polisi ini jika aku adalah superhero. 

"Pokoknya ikut kami," kukuh polisi itu lagi, "Kau harus diperiksa di kantor!"

"Tunggu," jawabku berbisik, "Sebenarnya saya adalah superhero online! Itu senjataku!"

"Benarkah? Mana buktinya? Tunjukkan ponselmu!"

Celaka, ponselku sudah diambil perusahaan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status