Share

3

Superhero berpostur gagah dan besar itupun terbang lagi dan memadamkan api dengan meniupkan udara dingin dari mulutnya. Dan tak butuh waktu lama, seluruh api padam. Semua orang bertepuk tangan. 

"Terimakasih!" seru warga, "Kau memang superhero sejati!"

Si wanita tua pun turut senang, lalu menatapku marah dan memberiku penilaian 'bintang satu' pada aplikasi. 

"Lambat, payah! Tak pantas jadi superhero!" tulisnya sebagai ulasan. 

Ahh, dasar wanita itu!

"Jangan berkecil hati, Keris Man!" hibur High Quality Man menghampiriku setelah berhasil memadamkan api, "Aku hanya menjalankan tugasku. Kau harap kau juga bisa menjalankan tugasmu dengan baik. Mau tumpangan pulang?" 

"Tidak! Aku bisa naik ojek!"

"Oke, bye!" jawab superhero itu segera terbang pergi.

"Aku kasih 'bintang lima'!" seru warga yang memesannya.

Huh, aku segera pergi dari sana dengan perasaan kesal. Ini 'bintang satu' untuk kesekian kalinya yang kudapatkan. 

Banyak warga yang mengejekku di sepanjang gang. Para pemadam kebakaran menggeleng-gelengkan kepala kagum pada High Quality Man dari luar gang. Mereka tak menghiraukanku lewat. 

Aku kembali ke warung kopi Pak Yono. Menunggu pelanggan berikutnya. 

"Jangan lesu Kris!" hibur Pak Yono, "Ini cuma pagi yang buruk."

"Darimana Bapak tahu?"

"Kejadianmu sudah ada di Herostube!"

"Apa?!"

Pak Yono memutar Herostube di televisi warung. Itu bukan televisi biasa, namun televisi pintar yang tersambung internet. 

Herostube adalah situs penyedia layanan video superhero. Semua hal tentang superhero dapat diunggah dan disaksikan di sana. 

Terlihat rekaman amatir bagaimana High Quality Man berhasil menyelamatkan wanita itu dan mendapatkan sorak sorai. Sedangkan aku mendapatkan hujatan. 

"High Quality Man tadi juga menyiarkannya siaran langsung proses penyelamatan itu di Herogram." Imbuh Istri Pak Yono. 

Herogram adalah aplikasi media sosial yang membahas para superhero. Biasanya berisi foto-foto, video pendek dan video siaran langsung. 

"Menolong orang sambil live di Herogram?" gerutuku, "Sangat tak profesional!"

"Tapi nyatanya ia berhasil!" balas istri Pak Yono, "Mereka memasang kamera kecil di kelopak mata. Bisa merekam segala kejadian yang dilihat, dan bisa langsung diunggah ke internet."

"Uhh!"

"Teknologi yang keren, ya Kris?!" tanya Pak Yono. 

"Bukankah itu berbahaya? Baik bagi mata mereka sendiri ataupun profesionalitas pekerjaan!"

"Yah, dasar superhero jaman sekarang, Kris! Hanya ingin tampil di media sosial, mendapatkan banyak like dan subcriber. Mirip orang-orang kurang kerjaan yang coba-coba terkenal dan cari uang dari internet."

"Betul, Pak! Minta es burjo dong."

"Oke. Hari yang berat dan panas begini memang paling enak didinginkan dengan es burjo."

"Kau harus bersyukur kami masih menyediakan burjo," ujar istri Pak Yono menyiapkan burjo, "Sekarang ini banyak yang mengaku sebagai warung burjo tapi tak menyediakan bubur kacang hijau. Hanya menyediakan mie instan! Menyedihkan."

"Padahal ini makanan bergizi daripada mie instan," sahutku, "Aku paling suka paduan manis ketan hitam dan gurihnya santan dan kacang hijau. Ini menu sehat yang mulai banyak dilupakan orang."

"Yah, kebanyakan makan mie instan," balas Pak Yono, "kemana-mana naik ojek online! Bagaimana kesehatan pemuda-pemudi negeri ini kelak?!"

Baru beberapa saat menikmati burjo, muncul pesanan lagi di aplikasi. Tertulis; seorang anak menangis. Butuh pertolongan superhero. 

Teman-temanku yang lain belum kembali. Akupun mengambil pesanan itu dan segera menuju ke sana. 

Lagi-lagi harus naik ojek online karena lokasinya cukup jauh. 

Ternyata pesanan datang dari sebuah apartemen mewah. Kutanyakan tempat pastinya kepada si pemesan. Jawabnya, berada di kamar 815. Lantai delapan. 

Aku pun naik lift untuk menuju ke kamar itu. Ada bahaya apa gerangan? Aku harus waspada!

Semua tampak tenang-tenang saja. Ada bahaya apa ini?! Kutempelkan telinga di pintu. Samar-samar terdengar jeritan anak-anak.

Wah, bahaya! Kudobrak pintu sekuat tenaga. Brakk! 

Pintu roboh, dan sekitar sepuluh anak berteriak kaget. 

Lalu mereka berseru-seru, "Yeee, Keris Man, Keris Man!"

"Dia sudah datang!" seru seorang anak lelaki bertubuh agak gendut.

Mereka pun segera mengerumuniku. Beberapa orang dewasa tampak senang mengamati mereka di berbagai sudut kamar yang cukup luas dan mewah ini. 

"Ada apa?" tanyaku, "Siapa yang memesanku?"

"Aku," jawab seorang bapak dengan tampang dan badan agak gendut. Pakaiannya rapi, mungkin seorang manajer atau direktur perusahaan, atau mungkin programmer sukses. 

"Begini Keris Man," jelasnya mendekatiku dengan tatapan kagum dan sedikit gugup, "Anakku ini sedang ulang tahun," katanya mengelus seorang lelaki agak gendut yang tadi menyambutku, "Ia ingin dirayakan bersama teman-teman dan seorang superhero. Karena itulah, aku memanggilmu. Tolong, hibur anakku."

"Astaga, superhero bukan untuk ini Pak," jawabku, "Tapi untuk keadaan darurat!"

"Saya tahu, saya tahu, maaf. Saya tahu saya salah. Tapi tolonglah, untuk kali ini saja. Demi anakku. Aku akan beri uang banyak."

"Tidak Pak. Cari badut atau tukang sulap saja untuk ulang tahun. Superhero bukan untuk hiburan! Sekarang banyak aplikasi badut dan musisi online."

"Lalu kenapa orang-orang bikin film dan komik superhero jika bukan untuk hiburan?" sahut seorang ibu sinis. Ia tampak cantik dan terpelajar. Sepertinya pengusaha atau karyawan sukses. Entah dia ibu atau istri siapa. 

"Itu cuma film Bu," jawabku, "Untuk cari duit!"

"Kan kau jadi superhero juga untuk cari duit?!"

"Tapi untuk menolong orang, Bu. Bukan hiburan."

"Apa bedanya?!" debatnya mendekatiku. 

Ia terlihat semakin cantik dan aromanya pun wangi. Pengusaha atau orang kantoran biasanya memang suka berdebat dan ingin menang sendiri. Semakin sukses, semakin tak mau kalah. 

Lebih baik kutinggalkan saja pesta para eksekutif sukses ini. Mereka memang orang-orang yang merasa paling segalanya. "Maaf, aku harus pergi!" pamitku. 

"Jangan, jangan!" rengek anak-anak mencegahku. Sebagian menarik-narik tanganku. 

Aku tetap beranjak pergi. 

"Yahhh!" seru anak-anak itu kecewa, "Mamaa..."

Aku berhenti melangkah dan menghela nafas. Hatiku tak tahan melihat kekecewaan mereka. 

"Baiklah," kataku kemudian berbalik, "Tapi hanya untuk kali ini saja! Lain kali, jangan begini. Superhero bukan mainan!"

"Yeee!" seru anak-anak girang. 

Aku pun mengikuti pesta ulang tahun itu. Ternyata cukup seru. Entah kapan terakhir kali aku merayakan ulang tahun. Orang desa tak terbiasa merayakannya. Apalagi yang miskin sepertiku. 

Anak-anak bermain dengan riang mengitariku. Sesekali berpura-pura jadi penjahat dan bertarung denganku. 

Kami lalu bernyanyi-nyanyi. Ada yang meminta lagu dangdut! Ah, dasar anak sekarang. Kekurangan lagu anak!

Mereka lalu menanyakan banyak hal padaku, "Apakah sulit jadi superhero?" 

"Yah, lumayan." jawabku seramah mungkin. 

"Bagaimana caranya jadi superhero?" tanya si anak gendut, pemesanku, "Aku juga ingin jadi salah-satunya kalau besar nanti."

"Ehm, yah. Minimal kau harus berusia delapan belas tahun," jawabku, "Punya kekuatan super, dan lolos uji verifikasi dari negara. Setelah itu, kau bisa mendaftar di aplikasi online pilihanmu."

"Kereen!"

"Tapi yang paling penting," sambungku, "untuk jadi superhero, kau harus punya keinginan untuk membantu orang lain."

"Yeeah!"

Para ibu menatapku kagum dan senang. Bahkan si ibu yang suka berdebat tadi. Kulihat ia tak bersama suaminya. 

"Aku sering lihat tips-tips jadi superhero di Herostube!" ujar perempuan cilik yang cantik, sepertinya anak ibu tadi, "Tidak sulit! Kita bisa belajar apa saja dari internet!"

"Yah, kadang apa yang kau lihat di internet tak semudah kenyataannya." Jawabku. 

"Tunjukkan kekuatan keris saktimu!" pinta gadis cilik itu. 

"Jangan, itu bukan untuk mainan!"

"Yaah, ayo dong! Ayo dong!" tuntut anak-anak. 

"Tidak, tidak boleh!"

"Aku jadi ragu, kau superhero betulan atau tidak!" cecar gadis itu lagi, "Pantas ulasan tentangmu selalu buruk! Apakah kekuatan supermu itu nyata atau cuma editan?!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status