Share

02. Impoten Sungguhan?

"Kamu bisa menjelaskan foto-foto ini, Noah?"

Pertanyaan tersebut mendapat decakan kesal dari si pemilik nama yang tengah menjadi topik terpanas pada pagi hari ini. Noah melirik Radu, Personal Manager yang baru bekerja padanya kurang lebih setengah tahun belakangan. Meskipun belum terlalu lama, nyatanya Radu telah menjadi saudara jauh yang senantiasa dipatuhi dan disegani oleh Noah.

Bahkan saat ini, Noah seperti anak kecil yang baru saja ketahuan kakaknya lantaran mencuri pakaian milik tetangga. Noah mendengus kasar. Sarapan yang ditelannya tadi tak mempan untuk mengisi sudut-sudut otaknya.

"Bang, tapi itu beneran nggak seperti yang Abang pikirkan, atau seperti yang paparazzi itu tulis di artikel. Ada kisah di baliknya yang berguna sebagai keterangan lebih lanjut." Kilahnya. "Lagian ya, Bang! Mana sanggup aku pesen cewek di sini? Seleraku yang lokal, Bang. Bukan yang blasteran."

Sebuah geplakan tertuju pada punggung Noah. Tentu saja berasal dari Radu, yang tidak habis pikir mengapa bisa memegang aktor semacam Noah yang bebalnya minta ampun.

"Kok malah ditimpuk, Bang? Salahku apa?"

"Jelaskan arti dari foto ini, Noah!"

"Ck! Yang fotoin itu nggak tau apa-apa, Bang! Gini nih! Ceritanya aku nyasar ke kamarnya orang lain, Bang. Sumpah ya, kami nggak ngapa-ngapain! Malah aku yang diusir!"

"Ya iyalah, katanya itu bukan kamarmu, wajar aja kalau kamu diusir." Sahut Radu, setengah kesal.

"Nah! Jadi Bang Radu udah percaya kan? Memang nggak ada apa-apa kok, Bang! Sumpah!"

Radu memejamkan mata sejenak. Terlihat dari tatapan Noah, sepertinya pemuda itu tidak berbohong. Selama bekerja dengan Noah, Radu hampir mengenali bagaimana cara Noah berbohong atau berkata jujur. Sekarang, dia hanya perlu memikirkan kalimat yang akan diungkapkan ke media massa agar nama Noah bisa dikembalikan seperti sedia kala.

"Oke! Kalau gitu, jangan ke mana-mana sampai malam ini, Noah. Cuma sampai malam ini sebelum kita pulang ke negeri sendiri."

Noah mengendikkan bahu, terlihat santai walaupun Radu telah menghunuskan tatapan tajamnya. Ketika Radu hendak mengomel lagi, laki-laki itu mendapatkan pesan dari atasan yang memintanya untuk bergegas menyelesaikan kesalahpahaman ini.

Begitu Radu keluar, Noah menyandarkan dirinya pada kepala ranjang. Sejenak, dia memikirkan kemungkinan yang terjadi semalam. Bagaimana bisa dia memasuki kamar bernomorkan 707 yang ditempati oleh salah satu staf Hacer?

Kamarnya saja berada di lantai 9. Kalau menyasar, seharusnya tidak sampai turun lantai. Lagi pula, dia bisa memasuki sebuah kamar hanya jika dirinya mempunyai kartu pas kamar tersebut kan? Lantas bagaimana bisa semalam dia memasuki kamar di lantai 7 itu?

"Lah?" Noah berpikir keras. "Kalau dipikir-pikir, aku kan nggak bisa masuk kalau nggak ada yang membukakan kan? Apa jangan-jangan wanita itu memang mau menjebakku, tapi berlagak polos?"

Noah beranjak, mondar-mandir seperti setrikaan. Mulai memunculkan asumsi buruknya mengenai penghuni kamar 707. "Ck! Mana aku nggak tau namanya pula!"

Noah mencari ponselnya, hendak menghubungi salah satu rekan sesama aktor. Dia akan bertanya mengenai staf wanita yang tak diketahui namanya itu. Akan tetapi, dia menyadari satu hal; bahwa orang-orang Hacer akan berkumpul di ballroom untuk melangsungkan acara penutupan dari serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh Hacer Ent. selama satu pekan itu.

Namun, suasana hatinya telanjur berantakan. Tidak ada jalan lain, dia harus mencari kesenangan seperti biasanya. Secepat kilat, Noah menghubungi Radu yang tampaknya masih berada di lift.

"Bang!"

"Apaan sih, Noah? Kamu nggak tau kalau aku belum—"

"Carikan mangsa dong! Gatal nih, minta dimanja."

"Astaga, menjijikkan!"

•••••

Noah tak peduli dengan klarifikasi yang akan mencuat. Yang penting, dia sudah memberitahu Radu bahwa tak terjadi sesuatu semalam. Sekarang, gilirannya yang membutuhkan hiburan. Sudah hampir 2 pekan lamanya dia tak bermain dengan para wanita panggilan. Satu-satunya sisi gelap Noah yang hanya diketahui oleh Radu, adalah dirinya merupakan seorang pemain kelas ulung.

Noah sering menjejakkan dirinya di salah satu hotel, bersama Radu sebagai pengawas. Pihak agensi tak mengetahui kenakalannya yang satu ini. Serta yang membuat Noah menyukai Radu untuk menjadi PM-nya antara lain; pandai bersembunyi dari awak media. Radu seperti mengetahui berbagai jalan tikus yang ada di dunia. Katakan saja dia mau 'bermain' di mana, maka Radu akan menyalurkan jalan tikus paling aman.

Seperti sekarang ini, biarpun Radu baru saja mengomel soal foto yang disebar oleh paparazzi, sekarang lelaki itu malah membantu Noah menuju hotel lain dan bertemu dengan wanita panggilan pilihan yang memiliki darah tanah airnya.

"Wow! Seperti yang diharapkan, Bang Radu bisa aja pilihin cewek yang seksi dan bohay begini." Puji Noah, yang enggan diterima oleh Radu. Sebab bukan pujian semacam itu yang diharapkan Radu atas diri sendiri.

"Satu jam, Noah." Peringat Radu, saat keduanya berhenti di tempat parkir bagian dalam hotel yang telah diatur olehnya.

Radu mengecek arlojinya. Semestinya dia membersamai staf yang tengah menyunting artikel klarifikasi dari wartawan. Namun sialnya, dia lupa bahwa aktor yang dipegangnya merupakan jelmaan ular piton. Sukanya bergerak ke sana kemari mencari mangsa yang akan memberikan kenikmatan duniawi.

"Siap, Bang!"

Noah mengenakan masker, tudung jaket, dan kacamata hitamnya. Walaupun berada di luar negeri, dia harus tetap menyembunyikan diri. Buktinya saja, paparazzi bisa mendapatkan fotonya yang berada di depan kamar 707.

"Ck! Seharusnya aku tanya soal staf perempuan di kamar 707 itu sama Bang Radu, dia pasti tau." Gumamnya selagi menaiki lift menuju lantai 3.

Kamar 316 merupakan tujuan Noah saat ini. Menurut ucapan Radu, wanita panggilannya sudah ada di dalam lebih dulu. Noah mengetuk pintu, lantas dipersilakan masuk saat dia menyebutkan kode yang sengaja dibuat untuk memastikan pelanggan yang sebenarnya.

Noah menyeringai. Wanita panggilan dengan nama samaran Sally itu tampil menggoda dalam balutan lingerie hitam. Tanpa perlu mendekat, Noah dapat mengenali bagian intim Sally yang mengundangnya untuk lekas bergerak itu.

Sebagai sambutan, Sally mendudukkan Noah pada sebuah kursi yang berada di depan tempat tidur. Wanita itu menyuguhkan tontonan menarik yang membuat Noah kegirangan. Bahkan kausnya telah dilepas, disusul dengan celana jeans-nya.

Menyadari afeksi yang terpancar dari wajah Sally, jelas sekali wanita itu menginginkannya. Noah tak mau melewatkan momentum yang telah terbangun itu. Diterimanya ciuman bertubi-tubi yang dilontarkan Sally. Membalasnya sama besar, dengan gairah yang menggebu-gebu.

Akan tetapi, Sally menghentikan pangutannya saat menyadari sesuatu yang tak tergapai oleh tangan kanannya.

"Hey! What's wrong, babe?" tanya Noah keheranan.

Sally menundukkan pandangan, begitu juga dengan Noah. Dalam beberapa detik mencerna situasi yang sedang terjadi, Noah membulatkan matanya. Bahkan pemuda itu berteriak heboh, sementara Sally segera mengenakan pakaiannya dan keluar.

"SIALAN! KENAPA TONGKATKU NGGAK BERDIRI?!"

•••••

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status