Share

06. Tawaran Edan

"Eh?"

Noah terpaku. Aset berharganya benar-benar berfungsi hanya terhadap Tara saja. Entah dia harus bersyukur atau tidak, namun pemuda itu mulai menyadari sesuatu. Dipandanginya Tara yang mematung, membeliak di bawah kungkungannya.

Selama beberapa detik, Noah memandangi sepasang iris kelam Tara yang berhasil menerjunkannya pada palung terdalam. Apa ini? Noah bertanya pada dirinya sendiri, sementara dia masih betah mengamati wajah cantik Tara yang baru disadari.

Dalam kesempatan tersebut, Tara langsung membenturkan kepalanya ke kepala Noah. Noah berteriak kesakitan, merasakan adanya bintang-bintang yang memutari kepalanya bagaikan ibu peri. Selagi menjauh, Tara langsung menyambar cutter yang entah didapat dari mana.

"Mau apa tadi? Makan? Iya? Sini! Biar tubuhmu saya mutilasi, saya kasihkan makan ikan. Sekalian saja, aset berharga yang kamu bangga-banggakan itu saya jadikan makanan tikus di rumah." Ancam Tara, lebih mengerikan ketimbang ancaman pada percobaan sebelumnya.

Mendengar ancaman Tara, Noah meringis. Sudah tongkat kesayangannya sedang tidak baik-baik saja, malah mau dijadikan makanan tikus. Noah mendongak, memicingkan mata sembari menghalau kepalanya yang masih berdenyut pelan.

"Terserah kamu mau mengancam saya seperti apa, Tara. Tapi kamu tetap harus bertanggungjawab! Bagaimana bisa saya 'berdiri' saat hanya denganmu saja?" Noah memiringkan kepala, memberikan tatapan menyebalkan yang membuat Tara ingin sekali melempar sesuatu ke wajah tampan pemuda itu.

"Apa jangan-jangan kamu menjampi-jampi saya, Tara?"

Tara membeliak. "Buat apa, heh?! Pekerjaan saya sudah banyak, kenapa saya harus melakukan sesuatu yang nggak berguna seperti itu?!"

Noah tersinggung. Sepertinya wanita muda itu sangat tak menyukai gagasan bahwa aset berharga Noah hanya mampu berfungsi padanya saja. Tara terlihat jengah, tak mau menerima kenyataan baru yang luar biasa konyol ini. Yah, Noah sendiri sebenarnya mau menangis. Kenapa dari sekian banyaknya wanita di muka bumi ini, mengapa dia harus berhadapan dengan salah satu staf yang bekerja di agensi yang sama?

Kenapa bukan wanita lain yang mempunyai tubuh menarik pula?

Sebab lihatlah! Wanita yang kini mengacungkan cutter ke arahnya itu mengenakan pakaian kebesaran. Belum lagi perpaduan warnanya cukup nyentrik, meskipun kemarin wanita itu mengenakan mode tone-to-tone yang membuat adem. Sekarang penampilan wanita itu malah melempem.

Noah heran, kenapa keperkasaannya malah memilih wanita sesederhana ini untuk memunculkan sinyalnya? Selera Noah jelas bukan yang seperti Tara.

"Ngapain lihat-lihat hah?! Keluar sana! Keluar atau saya lukai kamu!" Tara mendekat dua langkah.

Noah mengulum bibir bawahnya. Wanita muda itu tampaknya tidak sedang bercanda. "Begini, Tara. Saya nggak akan keluar sampai kamu setuju untuk bekerja dengan saya."

"Astaga! Saya sudah mempunyai pekerjaan sendiri yang lebih makmur dan terjamin, Tuan Muda Noah Alejandro!"

Pemuda itu terhenyak, terdiam beberapa saat. "Hei?" Noah mendekat, menepikan cutter yang ditodongkan oleh wanita itu padanya. "Coba bilang lagi! Bagaimana cara kamu memanggil saya, Tara?"

"Tuan Muda?"

"Bukan! Nama lengkap saya."

"Noah Alejandro?"

Noah terperangah. Entah mengapa, cara Tara menyebut nama lengkapnya sangat memikat dan terasa spesial. Selama ini, hanya segelintir orang yang mengetahui bagaimana caranya memanggil marga keluarganya dengan benar. Alejandro seharusnya dibaca sebagai 'Alehandro' dalam bahasa Latin. Namun orang-orang kerap memanggilnya sesuai pengucapan abjad umum.

Berbeda dengan Tara, wanita muda itu seperti baru saja mengembuskan angin segar ke arahnya tanpa disadari. "Ah, pantas saja. Kamu kan memang interpreter, tapi saya suka dengan cara kamu mengucapkan nama lengkap saya. Sudah seperti Lady Gaga dalam lagunya yang memiliki judul sama dengan nama keluarga saya."

Tara menurunkan kedua tangannya, memandang Noah dengan sekelumit kebingungan. Apa yang sedang terjadi sih? Bukankah beberapa saat yang lalu pemuda itu sangat ingin melecehkannya? Ya bagus kalau Noah sudah tidak berniat seperti itu. Akan tetapi, apakah sosok Noah yang tengah digandrungi oleh banyak perempuan itu memang semenggelikan ini?

"Bicara apa?" akhirnya dia membuka suara. "Kalau sudah selesai bicaranya, silakan keluar! Atau saya akan melaporkan kamu ke Pak Heru sekarang juga atas dasar pelecehan!"

Noah mendengus lelah. "Pelecehan lagi, pelecehan lagi. Hidupmu kayaknya lurus-lurus saja ya, Tara? Nggak seru ah!"

"Daripada hidupmu belok terus, mendingan mana tuh!" Timpal Tara santai. "Keluarlah! Saya lelah. Lagi pula, besok sudah waktunya kita semua pulang ke rumah masing-masing. Saya harus beristirahat."

"Ya istirahat sama saya dong!"

Dengan tidak tau dirinya, Noah merebahkan diri di atas tempat tidur Tara. Dalam posisi menyamping, tangan kanan menyangga kepalanya. Pemuda itu menepuk sisi kosong di sampingnya, memberi tanda bagi Tara untuk menghuni sisi tersebut.

"Sepertinya aktor muda yang sedang naik daun ini lupa kalau otakknya juga naik ke atap rumahnya orang." Gumam wanita itu, lalu menyibakkan selimut untuk menutupi tubuh Noah. Secepat kilat, Tara membungkus pemuda itu seperti lontong. Saking kesalnya, Tara sempat mengayunkan beberapa pukulan yang tak bisa dianggap remeh.

Akan tetapi, tiba-tiba saja salah satu tangan Noah meraihnya. Tara memekik dan tau-tau saja sudah berada di atas pemuda itu. Noah menyeringai. Sebelum Tara mampu mencerna situasi yang ada, Noah keburu menyingkap separuh bagian dari selimut yang menyelubunginya hingga tertuju pada Tara.

Kini, keduanya berhadap-hadapan. Saling berbaring, menatap di bawah selimut yang sama. Kedua telapak tangan Tara tak sengaja menyentuh dada pemuda itu. Padat sekali. Tara cepat-cepat menjauhkan diri, namun Noah lebih menguasai.

"Apa kamu nggak merasakannya, Tara?" tanya Noah dalam nada bicara yang melembut. Tara merinding. Sebenarnya siapa yang sedang bersama dengannya ini? Sekarang pembahasannya pasti yang aneh-aneh lagi.

"Merasakan apa sih, Noah?! Minggir! Nanti Radu mencari kamu, dan aku nggak akan bersedia untuk menjelaskan apa pun sama dia soal keberadaan kamu di kamar ini."

"Ck! Kamu kayaknya dekat banget sama Bang Radu. Ada hubungan apa kalian? Pacaran? Ah! Atau masih pendekatan?" tanya Noah penasaran.

"Bukan urusanmu, Tuan Muda." Sengitnya. "Kamu aktor terkenal, nggak seharusnya mengurusi kehidupan pribadi staf lain."

"Mau jadi seorang pengaktif, Tara?"

"Ha?" Dahi Tara berkerut heran. Apakah mereka akan tiba pada obrolan acak yang tak dimengerti asal usulnya itu?

"Pengaktif. Maksud saya, orang yang akan mengaktifkan aset berharga saya sesaat sebelum saya melakukannya dengan wanita panggilan pilihan saya."

Tara menggeleng tak percaya. "Edan! Kamu benar-benar edan, Noah. Aku nggak tau dari sisi mana kamu bisa punya penggemar yang luar biasa banyak itu."

Noah mengabaikan ucapan tersebut. "Bagaimana? Mau? Tugasmu cuma harus berdekatan dengan saya kayak begini, lalu setelah 'diaktifkan', kamu bisa bebas ke mana saja."

"Lalu, kamu?"

"Saya? Ya melakukan apa seharusnya dilakukan oleh aset berharga saya ini dong! Apa lagi?" Noah memaksakan seutas senyum, kembali mendekati Tara meskipun sesuatu yang berada di bawah sana sedang meronta-ronta meminta dipuaskan. "Jadi, bagaimana?"

Tara sedang berhadapan dengan aktor sableng rupanya.

"Mau?"

•••••

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status