Istri Yang Kucampakkan

Istri Yang Kucampakkan

Oleh:  Goresan Pena93  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
55Bab
2.7KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Lelaki yang selalu diam-diam perhatian tetapi selalu bersikap kasar di depanku, ya, dia adalah Fatih. Aku tahu, dia tidak sejahat yang terlihat. Namun, entah kenapa selalu bersikap begitu padaku. Dia tidak mau mengakui perasaannya langsung padaku.

Lihat lebih banyak
Istri Yang Kucampakkan Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
55 Bab
Bab 1
"Apa? Papa mau nikah lagi?" Tubuh Fatih seketika meremang. Kepalanya berdenyut nyeri, ditambah rasa panas membakar dadanya. Kedua tangan Fatih pun mengepal seolah siap melayangkan tinju kepada lelaki yang baru saja menalak Mamanya pekan lalu."Iya, Fatih. Papa akan menikahi Bu Erika, Ibunya Rani. Mereka akan tinggal di sini, bersama kita." Bram mengulas senyuman. Tangannya terayun menyentuh pundak Fatih, berharap dia akan menganggap Rani seperti adiknya sendiri.Rani dan Ibunya hanya bisa menunduk. Berdiri di tempat pertama kali kedua kakinya menjejak bumi kota Jakarta, di depan rumah Fatih. Rani baru saja mengetahui kalau Fatih, teman satu kampusnya adalah calon saudara tiri. Ia tak bisa membayangkan bagaimana jika mereka tinggal satu atap nanti.Begitu pula Bu Erika, ia gugup sampai-sampai tubuhnya gemetaran. Ia menggigit bibirnya karena takut Fatih tidak akan bisa menerimanya. Wanita mantan pembantu paruh waktu itu paham betul bagaimana sifat Fatih. "Tidak. Papa jahat! Papa baru s
Baca selengkapnya
Bab 2
Jingga di ujung senja membuat hati Rani semakin nelangsa. Semua barang miliknya telah terlempar keluar dari rumah beserta Ibunya yang tengah tersedu tepat di depan pagar bertuliskan 'Disita'. Rani baru saja sampai dan mendapati Ibunya dengan memar di pipi serta tangis pilu. Wajah keriput Erika membuat Rani langsung menghambur dalam pelukan wanita itu. Sekarang, sedetik pun Rani berjanji tak akan meninggalkan Ibunya lagi."Maafkan Rani, Bu." Gadis itu mengusap wajahnya setelah melepas pelukan. "Tidak usah takut lagi, Bu! Rani sudah di sini. Rani akan jagain Ibu." Gadis itu terus menguatkan Erika. Wanita tua yang baru saja mendapat perlakuan tak enak oleh dua lelaki berbadan kekar. Sayang, sampai di sana Rani hanya melihat Ibunya saja.Gadis mungil yang kini tumbuh dewasa itu bersumpah dalam hati. Jika ia bertemu dengan para rentenir yang tak punya hati itu, ia akan memberinya pelajaran karena telah menyakiti Erika."Ibu enggak apa-apa?" tanya Arfan. Yang sejak tadi masih tercengang me
Baca selengkapnya
Bab
Rani benar-benar menarik keras pakaian kebanggaan lelaki berwajah muram itu. Hingga Fatih hampir saja terjungkal ke belakang. Rani sudah tak bisa sabar lagi mendengar setiap umpatan Fatih sejak pertama Bramantyo menyatakan niatnya menikahi sang Ibu."Apa sih maumu sebenarnya?" bentak Fatih. Hingga beberapa karyawan dan karyawati berdiri menyaksikan dua anak manusia itu bertengkar. Fatih memang berwajah tampan, tetapi sifatnya sangat jauh berbeda dengan fisiknya."Seharusnya aku yang tanya seperti itu padamu! Sekali lagi kau sebut Ibuku dengan sebutan seperti tadi, kupastikan kau akan menyesal!" ancam Rani. Gemeretuk gigi Rani bisa terdengar hingga ke telinga Fatih.Melihat Rani yang menyeringai tajam, Fatih tak mau kalah. Lelaki berhidung bangir itu mengayun langkahnya semakin maju. Membuat Rani terbelalak. Fatih telah membuat gadis itu terpojok di sudut ruangan. Lalu, mendekatkan wajahnya hampir bersentuhan kulit hidung Rani. "Jangan harap kau akan tenang kerja di sini! Sebentar lagi
Baca selengkapnya
Bab 4
"Mas Arfan, bukan? Ya Allah." Rani terkejut setelah lelaki itu membuka kaca mata hitamnya. "Iya, Ran. Ini aku, Arfan." Pemuda tampan dengan segudang prestasi itu mengulum senyuman. Membuat Bram tercengang. "Kalian sudah saling kenal?" Bram menunjuk dengan jarinya pada mereka secara bergantian. "Iya, Om. Saya dan Rani satu kampus dulu. Dalam hati Arfan, ia memang sengaja pindah kantor karena tahu kalau Rani bekerja pada Bram, sahabat Papanya."Wah, saya yakin perusahaan ini akan semakin maju dengan adanya kalian." Kedua mata Bram berbinar-binar. Tak salah ia mengajak Rani dan Arfan bekerja di sana. Bram mengajak mereka makan siang mewah. Sebagai acara penyambutan mereka berdua. Dalam hati lelaki itu, sebenarnya ia teringat dengan Fatih. Andai, Fatih seperti Arfan atau Rani yang mudah diatur dan menerima keadaan. Pasti Bram akan menjadi orangtua paling bahagia."Oiya, Om, gimana Fatih? Apakah dia juga bergabung di perusahaan Om?" tanya Arfan di sela-sela menikmati jamuan siang. Meat
Baca selengkapnya
Bab 5
Dengan hati perih, Fatih dan dua orang di belakangnya membuka pintu ruangan tempat Bram terkulai tak berdaya. Selang infus serta cup oksigen telah menempel pada bagian tubuhnya. Bram masih belum sadarkan diri.Fatih segera mendekat dan menatap setiap jengkal tubuh lelaki yang telah menyebabkan ia terlahir di dunia ini. Saat seperti ini, pemuda itu menyesali semua perbuatannya. Ia terduduk di samping ranjang rumah sakit dengan bibir mengatup rapat."Sabar, Fatih!" Rani menyentuh pundak lelaki itu. Fatih tak menjawab. Pikirannya masih bergulat tentang sebab-sebab Bram terbujur di sana.Lepas beberapa detik berlalu, Bram menunjukkan gerakan lewat tangannya. Napasnya juga terdengar berat membuat Fatih segera beranjak dari kursi. Bram telah melewati masa kritis."Pa," panggil Fatih seraya menyentuh tangan Papanya.Rani dan Arfan pun sontak mendekat. "Papa," panggil Fatih lagi. Ia tak sabar ingin melihat Bram membuka mata. "Fatih." Bram mengeratkan genggaman tangan putranya. Suasana beru
Baca selengkapnya
Bab 6
Pemandangan laut lepas membentang di hadapan gadis cantik itu. Ia seperti orang kebingungan karena mencari keberadaan Fatih yang tak kunjung terlihat batang hidungnya. Sudah beberapa menit berlalu, sejauh hamparan pasir di depan mata Rani, Fatih nihil tak ditemukan."Fatih, jangan mulai membuatku repot dan kehilangan waktuku!" gumam Rani seraya pasrah dan duduk menyandar pohon kelapa dan menatap laut biru yang menggulung ombak, menerpa karang.Di belakang sana, tepatnya di kursi kayu dengan kaki bertopang, Fatih menyeringai puas. Satu sudut bibirnya terangkat bersorak dalam hati. Ia mulai berdiri dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana, lalu mendekati gadis muda yang telah menunggunya sejak tadi.Rani masih mencari sosok yang membuatnya bimbang, awan mulai bergumul membentuk kepalan hitam. Ia khawatir jika badai akan datang. Angin pun seakan tak mau tenang, menerbangkan jilbabnya ke sana ke mari."Heh!" Fatih membuat Rani terkejut. Gadis itu mengguncangkan bahu yang menjiplak k
Baca selengkapnya
Bab 7
Benda persegi panjang dengan layar menyala menampilkan gambar-gambar design milik Rani. Tercatat ratusan design yang telah mendapat persetujuan perusahaan. Design-design itu rencananya akan dibuat bahan meeting dan pengajuan kerja sama. Rani segera menyimpan semua file pada flashdisk yang telah disiapkan sejak dari Jakarta."Mbak, enggak tidur?" Fita yang sudah merebahkan diri sejak tadi, kini membuka mata lagi karena merasakan tenggorokan yang kering. Gadis itu pun segera bangkit dan berjalan sempoyongan bak orang mabuk menuju tempat air minum."Aku enggak bisa tidur, Fit." Masih dengan tatapan pada laptop, Rani menjawab. Tangannya masih menari di atas keyboard, lalu Fita ikut duduk di sebelahnya. Memahami setiap perkataan Rani agar ia tidak kagok besok.*Semburat mentari pagi membuat dua raga melangkah cepat. Mondar-mandir mencari pakaian dan menata berkas, mereka terlihat kalang kabut meski semalam sudah disiapkan, tetapi mereka tak ingin ada satu pun yang tertinggal. Mereka harus
Baca selengkapnya
Bab 8
"Fatih!" Suara Rani memekik. "Apa-apaan kamu?" Rani yang hendak mencari kembali liontin yang telah lenyap entah ke mana langsung dicegah oleh Fatih. "Dasar wanita tak tau malu! Kemarin kau menggoda Papaku, sekarang kau menggoda bawahannya? Lantas, setelah ini siapa lagi? Aku?" Seringai mengejek itu selalu mengikuti setiap ucapan Fatih. "Bukan urusan kamu!" Saat Rani terus menjawab, Arfan mencoba melerai. Pemuda yang lebih tua dari Fatih itu tak ingin mereka menjadi bahan perhatian para pengunjung. Rani melepaskan tangan Arfan yang menyentuhnya. Napasnya tersengal hanya dengan satu kalimat saja. Namun, di dalam dada sana ia menyimpan ribuan kata yang tak mampu terlontar."Sudahlah, Ran! Kita tidak perlu berlelah-lelah meladeni dia. Apakah kamu lupa, Om Bram sendiri yang mengatakan kalau dia itu ...." Arfan sengaja menyudahi kalimatnya. Ia rela Rani mengalami tekanan terus menerus. Apalagi, semua itu karena ulah Fatih.Bibir mengatup, Fatih seketika melangkah dan menantang dengan dada
Baca selengkapnya
Bab 9
Fatih membalik badan. "Ran!" Ia melihat Rani tiba-tiba ambruk dan tak sadarkan diri. Wajah yang menoleh kanan kiri itu memastikan bantuan. Dengan segala daya yang ia miliki, Fatih mengangkat tubuh kurus Rani dan membawanya kembali ke hotel. Arfan sudah tak terlihat lagi di dalam kamar. Fatih lantas meletakkan Rani di atas ranjang. Namun, saat memastikan sekelilingnya, Fatih tak menemukan barang-barang Arfan tak terlihat lagi. Koper sedang yang tadi pagi masih teronggok di sudut ruangan, kini bersih tanpa jejak. Fatih segera menuang air dalam gelas. Ia mencipratkan pada wajah Rani. Rani masih diam tak juga sadar juga, membuat Fatih semakin gelisah, sungguh ini keadaan di luar bayangannya. Ada apa dengan gadis itu?Fatih sudah mencoba menghubungi Papanya, tetapi tidak diangkat. Akhirnya, hanya sebuah kepasrahan yang mampu ia perbuat. Menunggu Rani hingga sadar. Selain itu, pekerjaan kantor yang baru saja disepakati tadi pagi, ia cek kembali di sofa dalam ruangan itu.Keputusan yang te
Baca selengkapnya
Bab 10
Ragu Rani mengatakannya. Akan tetapi, ia tak punya cadangan benda itu. Kedua mata menatap ke bawah mencari solusi yang tepat. Sejujurnya, Rani pun malu mengatakan hal itu."Apa, Ran? Cepat katakan!" Fatih mulai lelah menunggu. Ia berdecak tetapi tak tega."Aku ... nitip pembalut," bisik Rani dengan sangat pelan. Bahkan hampir saja Fatih tak mendengar. "CK, ada-ada saja. Enggak mau! Beli aja sendiri!" Dengan nada sewot, Fatih menyedekapkan tangannya di depan dada. Ia menyandarkan punggungnya pada dinding dan menatap ke depan."Please, Fatih! Perutku kram, ini sudah biasa terjadi. Kalau lagi begini, tensiku pasti rendah. Ibu biasanya membuatkan jamu khusus. Tapi, kan, kita sekarang lagi ada di sini." Tak kuat lama-lama berdiri, Rani mencoba meraih pegangan setelah kaki kanannya yang basah menjejak kain keset di bawah mereka."Hem, biar kubantu!" Meskipun terlihat menyebalkan, tetapi Fatih diam-diam memiliki sifat perhatian.Ia membantu Rani lagi kembali ke atas tempat tidur. Ketika gadi
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status