Share

3. Hari Pertama

"Ini kamarmu," ujar Brian dengan membuka salah satu pintu kamar yang ada di rumahnya.

Lita memutuskan untuk menerima pekerjaan yang Brian berikan, mengerjakan tugas rumah tangga bukan hal sulit karena Lita sudah sering melakukannya. Rumah Brian berada di kawasan elite, namun rumahnya tidak begitu besar sehingga untuk Lita bersihkan sendiri bukan masalah besar. Rumah Brian termasuk dalam jenis rumah kontemporer.

"Kamar ku? Bukankah ini terlalu luas untuk kamar seorang asisten rumah tangga?"

Atas permintaan Brian yang tidak bisa Lita tolak karena untuk kedua kalinya Brian menjadi bosnya. Pria tampan yang juga ternyata tidak sombong itu memintanya untuk tidak terlalu kaku dan mengubah cara bicaranya menjadi aku-kamu.

"Apakah aku harus memberi kamar kumuh untuk orang yang berjasa besar merawat rumahku?" Brian yang sebelumnya membelakangi Lita kini menatapnya. "Tidak ada aturan tertulis untuk hal itu. Jadi, masuklah dan kamar ini akan menjadi milikmu. Aku harus kembali ke perusahaan karena ada hal penting yang harus aku urus."

"Terima kasih, Brian. Aku akan melakukan pekerjaan ku dengan serius dan aku tidak akan mengecewakanmu."

Satu lagi, Brian tidak ingin dipanggil Pak atau sejenisnya karena umur mereka tidak terpaut jauh. Walaupun telah diberi izin Lita tetap merasa sungkan dan terkesan tidak sopan. Namun, mau bagaimana lagi Lita tidak bisa menolaknya karena semua bentuk protes Lita tidak diterima pria itu.

"Semoga kamu betah."

"Brian!" panggil Lita membuat langkah Brian tertahan. "Apa ada larangan selama aku bekerja disini?"

"Hanya jangan masuk ke ruanganku dan ruang kerjaku selama aku tidak memberimu izin. Sisanya kamu bisa melakukan sesukamu."

Lita mengangguk paham, lantas pria itu pergi dan Lita masuk ke dalam kamarnya. Kamarnya terlihat sangat luas dengan nuansa warna dinding putih. Lita meletakkan kopernya di dekat lemari dan dia mengelilingi kamar tersebut.

"Ini benar-benar sangat luas," gumamnya.

Malam datang dengan cepat, Lita kini sedang berada di dapur untuk menyiapkan makan malam untuk pemilik rumah. Lita membuat masakan sederhana, namun rasanya akan cocok untuk malam yang dingin.

"Semoga pria itu suka dengan masakan ku."

Hal yang paling menakutkan untuk Lita adalah ketika dia dinilai dan hasilnya buruk. Berulang kali Lita mencicipi kembali sup ayam yang dia buat, memastikan agar sup itu terasa sedap dan tidak terasa berlebihan. Selain membuat sup ayam, Lita juga membuat perkedel kentang dan kering tempe. Sangat sederhana dan Lita harap Brian tidak masalah dengan masakan rumahan.

Bel rumah berbunyi, Lita dengan segera mencuci tangan dan melepas apron yang tadi berfungsi untuk melindungi tubuhnya agar tidak kotor. Perempuan dengan rambut yang masih terikat tinggi itu berlari cepat mendekati pintu. Mengatur nafasnya, Lita lantas membuka pintu tersebut.

"Selamat malam, Brian," sapa Lita dengan meraih tas pria itu dan jas yang telah lepas menyisakan rompi dengan kemeja putih yang melekat di tubuhnya. Bahkan dasinya tidak lagi tertata rapi seperti sebelumnya.

"Aku sudah menyiapkan makan malam, namun akan lebih baik jika kamu mandi terlebih dahulu." Itu adalah rangkaian kalimat yang Lita ingat dan dia hafalkan sejak tangannya mulai memotong bahan-bahan masakan.

"Aku ke kamar dulu untuk membersihkan tubuhku." Lita mengangguk memberi jalan untuk Brian melangkah maju.

Lita yang memegang tas dan jas pria itu saat ini sedang dilanda kebingungan. Dia tidak mungkin dengan lancang masuk ke kamar Brian, maka dari itu Lita memilih meletakkan tas dan jas itu di ruang televisi.

Setelah meletakkannya di atas sofa, Lita pergi ke dapur. Lita tidak tahu apakah Brian menyukai kopi atau teh, karena tidak ingin nantinya pria itu menunggu untuk minumannya, Lita memilih untuk membuat kedua minuman itu.

Lita berbalik dan menemukan Brian yang sedang berjalan mendekat dengan pakaian rumahan yang terlihat lebih santai.

"Em … Brian, kamu ingin teh atau kopi?" tanya Lita setelah pria itu duduk di kursinya.

"Kopi saja, Lita."

Lita mengangguk, lalu membawa cangkir berisi kopi dan meletakkannya di hadapan Brian.

"Maaf, aku hanya bisa membuat masakan rumahan untuk saat ini. Tapi kamu jangan khawatir, aku akan segera belajar masakan eropa dan jika kamu tidak suka dengan masakan rumahan kamu tidak perlu memakannya."

Brian meletakkan kembali cangkir kopi yang baru saja dia minum sedikit. Pria itu lantas menaikkan salah satu alisnya. "Aku tidak pernah bilang jika aku tidak suka masakan rumahan."

Lita menggaruk belakang kepalanya. "Memang tidak, namun aku berpikir jika orang sepertimu mungkin lebih suka makanan Eropa."

"Tidak juga, aku bukan orang yang ribet masalah makanan asal itu mengenyangkan."

"Baiklah. Aku akan menyajikannya untukmu, apa kamu ingin semuanya?"

"Boleh." Brian membuka piringnya disusul dengan sesendok nasi yang Lita ambil lalu ditaruh di piring Brian.

"Duduklah, kenapa kamu hanya diam disana?" tanya Brian setelah Lita selesai menyajikan makanan untuknya dan melangkah ke belakang dua kali.

Lita menggeleng. "Tidak seharusnya aku duduk dan makan bersama dengan orang yang merupakan atasanku, aku akan makan setelah kamu selesai."

"Tidak ada aturan seperti itu dirumah ini, duduklah. Aku tidak suka makan dengan diawasi orang yang tidak makan bersamaku."

Sekali lagi, dengan perasaan sungkan yang melingkupi tubuh Lita, perempuan itu menarik kursi yang ada di sisi kanan Brian lalu duduk dan mulai mengambil makanannya.

"Apakah harus aku katakan lagi jika tidak perlu terlalu kaku denganku. Anggap saja kita teman yang tinggal di rumah yang sama."

Lita tersenyum terpaksa. "Akan aku coba."

Keduanya tidak lagi berbicara dan fokus dengan makanan masing-masing. Sesekali Lita mencuri pandang kepada Brian. Pria itu benar-benar sempurna, dari fisik dan sifat. Seperti tidak ada celah sedikitpun untuk membuat Brian terlihat buruk.

"Ada apa, Lita?"

"Uhuk!" Sup ayam yang memang Lita beri bubuk lada putih untuk membuat sup itu menghangatkan tubuh kini menyakiti kerongkongannya ketika sebuah pertanyaan tiba-tiba keluar dari bibir Brian.

"Hati-hati," ujar Brian dengan memberikan segelas air mineral. "Kalau makan itu lihat makanannya, jangan lihat yang lain."

"Maaf."

"Tidak masalah, bukan kesalahan yang fatal. Namun, kamu harus berhati-hati, apa kamu tidak pernah mendengar berita seseorang yang meninggal setelah tersedak? Jadi, bersyukurlah karena dua kali kamu tersedak sejak kita bertemu kamu masih bisa bernafas."

Keduanya kembali fokus dan tidak ada niat sedikitpun untuk Lita mencuri pandang kepada Brian. Perempuan itu benar-benar fokus dengan makanannya karena dia merasa malu setelah ketahuan Brian jika dia memperhatikan pria it secara sembunyi-sembunyi.

"Aku suka dengan masakanmu dan kopimu, tolong buatkan setiap pagi dan ketika aku pulang kerja. Rasanya tidak terlalu manis dan itu tidak membuatku ngilu dengan rasa manis yang dihasilkan."

~~~~~

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Viva Oke
kamu harus bersyukur Lita Karena Brian menyukai masakan kamu dan kopi buatan kamu lita
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status