Share

4. Drunk

Pagi ini Lita terbangun lebih dulu, dia dengan segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya dan tak lupa untuk menggosok gigi. Setelah selesai, Lita lantas pergi ke dapur dan hal pertama yang dia lakukan adalah membuat secangkir kopi untuk Brian, baru setelah itu Lita menyiapkan sarapan.

"Pagi, Lita."

Lita menengok ke belakang. "Pagi juga, Brian." Lita lantas menuangkan kopi dari mesin pembuat kopi ke cangkir. "Nikmati kopimu selagi aku menyiapkan sarapan."

"Terima kasih."

Setelah beberapa menit, Lita selesai membuat roti isi untuk sarapan keduanya pagi ini.

"Malam ini sepertinya aku akan pulang telat, jadi kamu tidak perlu membuat makan malam untukku juga. Dan jangan menunggu ku karena aku tidak yakin akan selarut apa aku pulang nanti," papar Brian sebelum pria itu memotong roti isinya.

"Kalau begitu aku hanya akan menyiapkan kopi mu, nanti kamu tinggal pindahkan saja ke cangkir."

"Brian, aku nanti berniat belajar masakan eropa, kalau boleh aku ingin memakai bahan yang ada di kulkasmu."

"Lakukan sesukamu, Lita."

Seperti yang Lita ucapkan kemarin bahwa dia akan belajar masakan Eropa, kini perempuan dengan rambut yang diikat tinggi dan pakaian yang tidak akan membuatnya kesulitan sedang berkutat dengan peralatan masak.

"Terlalu asin dan kurang creamy," ujar Lita ketika mashed potato yang baru saja selesai Lita buat terasa asin.

Pada akhirnya Lita membuang mashed potato tersebut ke dalam tempat sampah, Lita kembali membuatnya dengan lebih hati-hati.

Di sisi lain, Brian kini berada di salah satu kelab malam tempat di mana koleganya sedang membuat pesta dan mengundangnya. Sebenarnya, Brian tidak terlalu suka keramaian, namun untuk menjaga hubungan mereka Brian tetap datang.

Brian duduk dengan tenang di salah satu sofa yang tersedia dengan meminum wine yang dia pesan. Seseorang datang dan ikut duduk di sofa yang sama dengan Brian.

"Masih sendiri aja lo, masih nungguin masa kecil lo?" tanya teman Brian yang juga turut diundang di pesta ini.

"Bukan urusan lo, Yon."

"Brian, Brian. Percuma wajah lo ganteng gitu kalau nggak dimanfaatin. Lihat gue, bahkan sekali kedip aja gue yakin banyak cewek yang rela antri buat jadi pacar gue."

Dion Bastian, mereka telah berteman sejak kecil. Dion tahu bagaimana masa kecil Brian yang hingga dewasa ini masih terpaku dengan satu perempuan yang sama.

Brian tidak mendengarkan ucapan Dion, pria dengan jas yang telah terbuka memilih menikmati anggur yang dia pesan.

Malam semakin larut dan Brian kini hampir kehilangan kesadarannya karena anggur yang pria itu minum memiliki kadar alkohol yang tinggi. Walaupun Brian memiliki toleransi alkohol yang tinggi pula, tidak bisa membuat pria itu bertahan ketika gelas yang berada digenggamannya tidak berhenti diisi.

"Nyusahin, lo!" kesal Dion yang terpaksa mengantar Brian pulang lantaran pria itu yang datang ke sini seorang diri tanpa sopir yang biasa dia bawa. "Lama nggak minum, sekali minum kobam lo!"

Walaupun tidak suka keramaian, sebagai seorang pria dewasa Brian bukannya tidak pernah datang ke kelab. Brian datang, namun dia akan menyewa tempat VIP agar tidak terlalu bising dan ramai orang.

"Bacot! Biasanya juga lo yang gue anter pulang." Brian mengedipkan matanya berulang kali untuk memfokuskan pandangannya.

Brian akhirnya jatuh tertidur ketika pria itu telah duduk di dalam mobil. Dion menggerakkan tubuhnya yang terasa kaku, tubuh Brian itu lebih besar daripada tubuhnya akan sangat memakan banyak tenaga walaupun dia berjalan tidak terlalu jauh.

Dion mengendarai mobilnya menuju alamat rumah Brian. Sesampainya di sana, Dion kembali memapah Brian untuk berjalan masuk. Biasanya Dion akan masuk ke rumah Brian tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu karena rumah itu hanya ditinggali Brian. Namun, ketika Dion melangkah lebih dalam dia terkejut dengan keberadaan perempuan yang sedang duduk tenang dan menonton televisi serta di pangkuannya terdapat toples makanan ringan.

Secara perlahan kepala perempuan itu bergerak ke samping karena mendengar langkah kaki yang menggema di rumah tersebut.

"Lo … siapa?" tanya Dion ketika raut wajah terkejut sangat terlihat di wajah Lita.

Lita segera berdiri dan mendekati Brian. "Brian kenapa?"

"Lo siapanya Brian?"

"Aku … pembantunya," jawab Lita setelah lama berpikir dan langsung mengambil alih tubuh Brian dan meninggalkan Dion yang terkejut.

"Pembantu?" gumam Dion tak percaya.

Lita memapah Brian ke kamar pria itu, namun langkahnya terhenti ketika teringat dia tidak bisa memasuki ruangan pria itu tanpa seizin pemiliknya. Akhirnya Lita berbelok ke kamar sebelahnya yang merupakan kamar milik Lita.

"Berat sekali," keluh Lita setelah menurunkan Brian ke atas tempat tidur. Lita menggerakkan pinggangnya hingga terdengar bunyi retakan yang mampu membuat tubuh Lita lebih rileks.

"Ini terus bagaimana?" Lita bingung karena dia tidak pernah menangani orang mabuk bahkan dia tidak pernah mabuk.

Tiba-tiba Lita merasa tangannya di genggaman dan tak lama tubuhnya ditarik ke bawah membuat Lita kini menimpa tubuh Brian. Kedua bola mata Lita melotot tak percaya ketika wajah mereka berada dalam jarak yang sangat dekat.

Lita semakin melotot ketika Brian mendorong kepalanya untuk mendekati wajah pria yang sedang tidak sepenuhnya terkendali.

"Bri … Brian?"

Cup!

Lita segera bangun dari tidurnya ketika bayangan itu terus menghantuinya. Setelah kejadian tak terduga itu, Lita segera keluar dari kamarnya dengan membawa bantal serta selimut. Lita memutuskan tidur di luar daripada hal tak terduga lainnya akan terjadi.

"Sialan! Jangan memikirkan hal itu, Lita!"

Jam sudah menunjukkan bahwa hari telah berganti, namun mata Lita tak juga ingin menutup.

"Baru dua hari kerja udah dapat tekanan batin gini. Apa dia nggak sadar kalau dia itu ganteng banget dan perbuatannya itu bikin jantung aku mau meledak!" Lita mengacak-acak rambutnya hingga dia kini terlihat seperti orang gila.

"Besok pagi gimana kalau ketemu? Malu banget!!!" Lita menelungkupkan wajahnya di atas bantal dengan kaki yang bergerak acak memukul-mukul sofa yang mampu menampung tubuhnya.

Akhirnya setelah sesi curhatnya, Lita tertidur dengan posisi tengkurap. Hingga pagi kembali tiba, Lita belum juga bangun. Sedangkan di kamar perempuan itu, terlihat Brian yang mulai membuka matanya disertai rasa pusing yang memukul kepalanya.

Ingatan tentang dia yang mencium Lita datang membuat Brian terkejut apalagi mengetahui jika kamar yang saat ini dia tempati adalah kamar Lita.

"Dimana perempuan itu?"

Brian berdiri dan mencari keberadaan Lita. Berjalan ke dapur, Brian tidak menemukan keberadaan Lita yang kemarin dia temukan berada di sana sedang membuat sarapan. Langkah kakinya mengajak Brian untuk berjalan ke ruang televisi dan Brian menemukan Lita yang masih terlelap di sana.

"Tubuhnya pasti sakit semua," gumam Brian.

Brian akhirnya memutuskan mengangkat tubuh Lita ke dalam gendongannya dengan hati-hati agar Lita tidak terbangun. Brian membawa Lita kembali ke dalam kamar perempuan itu dan meninggalkannya sendirian.

Brian menutup pintu kamar Lita dan membuka pintu kamarnya, pria itu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Brian tidak membutuhkan waktu yang lama untuk membersihkan tubuhnya, pria itu bahkan sudah keluar dengan bathrobe yang menutupi tubuh polosnya.

"Steve, hari ini aku tidak datang. Atur ulang jadwal pertemuan hari ini dan untuk berkas-berkas yang bisa aku kerjakan di rumah tolong kirim lewat email."

Brian meletakkan ponselnya kembali ke tempatnya. Brian yang masih memakai bathrobe itu kini duduk di sofa kamarnya. Ibu jari dan telunjuknya memijit hidungnya untuk meredakan rasa pusing yang mendera.

"Bagaimana bisa aku melakukan itu? Sial! Dia bahkan baru dua hari di rumah ini!"

~~~~~

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Viva Oke
gk papa Brian kan gk sengaja kenapa kalian berdua jadi galau
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status