Share

5. Ketika Hujan

Ting!

Brian membuka notifikasi yang asa di ponsel pintarnya. Ternyata itu adalah pesan dari Dion.

[Cewek di rumah lo itu pembantu lo?

Nggak lo apa-apain kan?]

Brian hanya mengernyitkan dahi saat membacanya, tanpa adanya keinginan untuk membalas pesan tersebut.

"Jam … 9? Sial! Aku kesiangan!" Lita melompat dari tidurnya ketika matanya melihat jam yang menempel di dinding telah menunjukkan pukul 9 pagi.

"Kok … aku di kamar? Ah, bodo amat!"

Lita segera keluar dari kamar dan berlari ke dapur. Lita mungkin lupa jika jam segini pastinya Brian sudah berangkat ke kantor.

"Lita?" panggil Brian yang sedang menuangkan kopi dari teko ke cangkir, tentu saja itu adalah kopi buatan Lita yang memang sengaja disiapkan untuk Brian tadi malam.

Lita yang mendengar suara Brian terkejut, dia belum siap untuk bertemu dengan pria itu setelah kejadian malam tadi. Tanpa di sadari wajah Lita kini mulia bersemu. "Bri … Brian, maaf aku kesiangan," ujar Lita dengan tergagap bahkan suaranya seperti cicitan.

"Tidak masalah, aku juga tidak berangkat ke perusahaan hari ini."

"Kemarin kamu menungguku pulang?" tanya Brian lagi yang diangguki Lita.

Brian menghadap ke arah Lita sepenuhnya. Walaupun samar, Brian masih mengingat ekspresi Lita yang terkejut ketika bibir mereka bertemu bahkan reaksi perempuan itu yang berdiri tiba-tiba dan berlari keluar.

"Maaf membuatmu harus tidur di sofa." Kedua bola mata Brian berlari ke arah lain. "Dan kejadian tadi malam, aku tidak bermaksud melecehkan mu. Aku juga ingin meminta maaf jika hal itu membuatmu merasa tidak nyaman."

Telunjuk Brian mengetuk pantry menimbulkan bunyi yang menjadi lagu selagi keheningan terjadi diantara keduanya. "Aku harap kamu tidak membuat jarak di antara kita, maksud ku kamu tidak berlaku sungkan denganku. Lakukan seperti sebelumnya."

Brian mengambil cangkir kopinya dan berjalan pergi, baru beberapa langkah yang baru Brian lakukan dia berhenti. "Oh, ya, Lita. Aku belum sarapan, tolong panggil aku di ruang kerja jika kamu telah selesai membuat sarapan."

Dengan kopi buatan Lita yang kini menjadi favoritnya, Brian mulai mengerjakan pekerjaannya dengan kacamata yang telah kembali membingkai wajahnya.

Sedangkan, di lantai bawah Lita segera membuat sarapan karena seharusnya jam sarapan telah habis. Lita membuat menu yang kemarin dia coba, walaupun ini terlalu nekat tapi Lita tetap harus mencobanya atau dia akan berjalan di tempat.

Lita berjalan ke lantai atas dan mengetuk ruang kerja Brian.

"Sarapannya sudah siap, kamu bisa turun, Brian. Maaf, aku harus ke kamar dulu sebentar dan akan segera menyusulmu segera." Lita berujar dengan tatapan mata yang menyorot lantai dan segera pergi setelah menyelesaikan kalimatnya.

Brian menurut, pria dengan pakaian rumahan itu berjalan ke lantai bawah dan duduk di kursinya. Brian tidak memakan sarapannya, dia menunggu Lita datang.

"Kamu tidak memakannya? Apa rasanya tidak enak?" tanya Lita yang baru saja tiba dengan penampilan lebih segar.

"Aku sengaja menunggumu, jadi aku belum tahu rasanya."

"Lita?" panggil Brian dan hal itu berhasil membuat Lita menatap ke arah Brian.

"Brian, aku benar-benar terkejut dengan kejadian malam tadi. Maaf, jika aku terlihat kurang ajar karena telah berani mengacuhkanmu yang pada dasarnya kamu adalah atasanku. Namun, setelah berfikir aku akan mencoba biasa saja dan melupakan kejadian tadi malam. Aku tahu saat itu kamu sedang dipengaruhi alkohol, jadi aku akan memakluminya."

"Tidak perlu meminta maaf, Lita. Itu salahku. Aku juga memaklumi sikapmu karena aku tahu kamu terkejut dan sikap acuhmu tidak bisa aku salahkan walaupun aku atasanmu."

Wajah Lita berubah ceria dengan cepat. "Baiklah, bisa kita hentikan pembahasan ini? Aku rasa masalah ini tidak perlu diperpanjang lagi karena saat itu kamu tidak sadar dan aku yang tidak menolak. Jadi, kita impas. Aku juga tidak terlalu rugi besar karena orang yang menciumku adalah kamu. Ups!" Lita menutup bibirnya ketika dia berbicara terlalu banyak dan mengatakan hal yang tidak seharusnya dia katakan secara gamblang.

Brian tertawa pelan melihat wajah malu Lita. "Jadi, jika suatu saat aku menciummu kembali kamu tidak masalah?" goda Brian.

"Tentu saja masalah! Hubungan kita hanya atasan dan bawahan, bukan pacar!"

Brian kembali tertawa, pagi ini terasa lebih berwarna untuk pria itu. Dan dia senang karena Lita memaafkannya juga bersikap seperti biasa.

"Bagaimana rasanya? Enak atau tidak? Aku baru mencobanya kemarin," tanya Lita dengan cemas bahkan perempuan itu belum menyentuh miliknya karena penasaran dengan komentar Brian.

"Untuk pemula, ini cukup enak."

Lita bernafas lega. "Syukurlah. Aku berniat mencoba resep lain nanti." Lita lalu mencoba miliknya dan menganggukkan kepalanya, Brian tidak berbohong dengan komentarnya.

"Tidak perlu memaksa, aku tidak masalah jika kamu memasak masakan rumahan. Itu juga tidak buruk."

"Aku tidak memaksa diriku, memasak itu sebenarnya hobiku dan aku memiliki rencana membua restoran suatu hari nanti."

Langit cerah kini berubah mendung, Brian sedang duduk di halaman belakang rumah Brian, melihat air hujan yang turun dari langit. Lita datang dengan membawa nampan dengan dua gelas diatasnya yang berisi coklat panas milik Lita dan kopi milik Brian.

"Jadi, kamu yang memindahkan ku ke kamar?" tanya Lita yang telah duduk di kursinya.

Brian mengangguk. "Aku tahu tubuhmu pasti akan sakit jika tidur di sofa. Dan sepertinya kamu tidur terlalu larut hingga bawah matamu menghitam."

"Jujur saja aku tidak bisa tidur setelah ekhem. Bahkan ketika aku mencobanya yang datang hanya kejadian beberapa detik itu. Jadi, aku baru tertidur pukul setengah empat pagi."

Lita meminum coklatnya. "Aku pernah mendengar bisik-bisik karyawan perusahaan ketika rapat bulanan, salah satu dari mereka bahkan meminta dijodohkan denganmu jika dia berasal dari orang kaya. Tentu saja, aku yakin semua perempuan mau menjadi pacarmu dengan banyak hal yang kamu miliki."

Brian mengangkat alisnya membuat Lita meringis pelan dan kembali menggaruk kepalanya. "Aku akui kamu tampan, bahkan sejak pertama aku melihatmu aku sudah menggumamkan hal itu dihatiku. Dan hal baru yang aku tahu, kamu juga baik." Lita kembali meminum coklatnya dan berdehem pelan. "Tolong berhenti menatapku seperti itu!"

"Lalu, bagaimana denganmu? Kamu mau jadi pacarku?" Saat ini Lita benar-benar tersedak dengan ucapan Brian. "Kita sudah berciuman kemarin, kenapa tidak pacaran saja. Dan aku juga terus teringat lembutnya bibirmu dan rasa stroberi ketika aku mengecup bibirmu, itu membuatku ingin mencobanya lagi. Dari kalimat yang kamu katakan ketika sarapan tadi aku menyimpulkan jika aku bisa menciummu ketika kita berpacaran. Jadi, bagaimana, Lita?"

Oh, sial! Seberapa merah wajah Lita sekarang ketika Brian tidak segan mengatakan hal itu dan wajah pria berumur 29 tahun yang terlihat tampan dengan rahang kokoh kini menggodanya.

"Jangan menggodaku, Brian!" Lita mengalihkan tatapannya ke depan melihat hujan yang semakin lebat dan udara yang semakin dingin.

"Apa aku terlihat menggodamu?"

~~~~~

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Viva Oke
cie asyik nih Brian dan Lita bisa mengobrol berdua
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status