Share

Tukang selingkuh, ya diselingkuhi !

Aldo memacu pelan kendaraannya sembari berulang kali mengecek jumlah tabungannya serta mulai menghitung berapa banyak uang yang telah ia keluarkan untuk menyenangkan wanita pujaannya. 

"Tekor!" ujar Aldo kemudian tatkala teringat amplop coklat berisi uang 20 juta yang harus berpindah tangan begitu saja. 

Sepulang dari rumah mbah dukun yang katanya sakti sejagat raya itu, Aldo tidak langsung memacu kendaraan mewahnya untuk pulang, ia memilih menuju rumah Sania, wanita idaman lain yang begitu dirindukannya. 

Sebenarnya Sania tidaklah cantik, remaja cabe cabean dengan rambut pirang sebahu lengkap dengan deretan kawat gigi bewarna biru yang berjajar rapi persis seperti pagar rumah pak lurah, tapi satu hal yang membuat Aldo amat kesemsem dengan Sania ialah Sania memiliki bentuk tubuh yang aduhai, ramping dan menggoda serta goyangannya yang Hot membuat Aldo seketika tidak fokus menyetir lantaran meneguk saliva berkali kali. 

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit, Aldo segera menepikan mobil di depan pagar rumah Sania, ia membunyikan klakson berkali kali berharap sang empunya rumah membuka pintu dan berdiri dengan hanya memakai lingeri merah menyala serta mengedipkan mata ke arahnya. Aldo menyeringai, terbawa fikiran liarnya yang tengah membayangkan hubungan terlarangnya dengan Sang pujaan hati. 

Aldo menekan klakson pelan sembari melongok keluar jendela, menatap sekeliling kemudian kembali merapikan rambut sembari bersiul senang. 

Dirasa Sania tak juga muncul, Aldo kembali menekan klakson untuk yang kedua kalinya dan menatap pintu depan rumah Sania, berharap wanita berbehel itu segera muncul dan menyambutnya. 

Sampai pada kali ketiga klakson kembali ditekan, Sania tak juga muncul malahan suara gonggongan anjing tetangga mulai terdengar bersahutan, seirama dengan suara klakson yang berbunyi semakin nyaring yang menandakan bahwa kedatangan Aldo saat menjelang maghrib ibarat munculnya makhluk halus yang tidak diharapkan oleh para anjing sekalian. 

"SANIA!" Aldo membuka pintu mobil dan melangkah mendekati pagar bercat kuning itu, sepi. Semilir sore menerbangkan wangi melati dari perkarangan rumah tetangga yang seketika membuat Aldo tidak nyaman. 

Tak berputus asa, Aldo meneruskan langkah memasuki halaman rumah sembari celingak celinguk, takut kalau kalau peliharaan tetangga mengamuk dan mengajaknya berduel saat maghrib. 

"Apa Sania tak ada di rumah?" Tanya Aldo sembari mengetuk pintu berkali kali. Tepat pada ketukan pintu yang ketiga, pintu bergeser dengan perlahan menandakan bahwa pintu itu tidak sedang dikunci dan itu menandakan Sania ada di rumah. 

Aldo melangkah masuk, mengendap endap di   antara pencahayaan yang minim. 

"Sayang, kamu ada di rumah, kan?" Aldo bergumam dengan penuh tanya. 

"Apa ini kejutan, sayang?" Gumam Aldo kemudian. Dan lagi-lagi hanya sepi yang ditemuinya. 

Dengan langkah yakin, Aldo menelusuri ruang demi ruang yang ada di rumah itu, rumah yang dibelikannya untuk Sania setahun lalu, minimalis tapi elegan untuk di tempati oleh gadis muda seperti Sania. 

Tepat saat di depan pintu kamar, Aldo mendengar alunan musik yang begitu lembut, dipadukan dengan suara guyuran shower yang terdengar gemercik membelai lantai. Wangi aroma sabun serta shampo menyeruak memenuhi ruangan. Aldo melangkah masuk dan melempar pandang keseluruh sudut kamar . 

"Sania, kamu lagi mandi?" Aldo bertanya sembari mengetuk pintu kamar mandi. 

"Oh, iya, Mas! nunggu lama ya?" balas Sania di sela sela guyuran shower. 

"Gak juga," sahut Aldo pendek. 

Aldo memilih merebahkan tubuh di ranjang, menatap langit-langit kamar yang berwalpaper biru muda lengkap dengan bintang bintang kecil ciri khas remaja seperti Sania. 

Tak lama kemudian, Sania muncul dengan piyama merah jambu lengkap dengan lilitan handuk di kepala. Aldo beranjak seketika, menikmati aroma mawar yang terbawa hembusan angin dari pintu kamar mandi yang tidak tertutup rapat. 

"Kamu wangi banget, Sayang," Aldo segera mendekati Sania dan merangkulnya. 

"Iya donk, Sayang. Makanya kamu harus lebih sering transfer aku, biar aku selalu wangi. Jangan kaya istri kamu, udah bau ompol, dekil lagi," balas Sania sembari melepaskan rangkulan Aldo. 

"Mending pesen makan deh, Mas. Aku lapar nih," ujar Sania sembari membuka pintu lemari, memilah milah pakaian yang semuanya terlihat belum selesai dijahit. 

Aldo segera menuruti kemauan Sania, pria berkemeja putih itu segera melangkah meninggalkan kamar dan menunggu kurir di ruang  tamu.

Selepas kepergian Aldo, Sania buru-buru menutup pintu dan menarik seorang remaja pria dari dalam lemari. 

"Untung beb, kita gak ketauan, hihi," ujar Jono sembari tertawa cekikikan. 

"Iya beb, buru noh lewat jendela aja," pinta Sania pada Jono, pacar barunya. 

Jono melangkah perlahan sembari mendorong jendela yang sengaja tidak ditutup rapat karena inilah jalur akses satu satunya agar keberadaan Jono di rumah Sania tidak terekam cctv di pintu depan. 

Aldo memang sengaja memasang cctv di depan pintu guna mewanti wanti kalau kalau nantinya Sania menerima tamu laki-laki lain selain dirinya. 

Sania segera mengandeng Jono menuju jendela sembari beberapa kali mencubit nakal lengan remaja pria di sisinya. 

"Kamu mainnya keren, sayang. Apa sih rahasianya?" tanya Sania sembari mengerling genit. 

Jono kemudian melingkarkan tangan ke pinggang ramping Sania, mengelus lembut kemudian mendaratkan kecupan lembut pada bibir gadis di depannya. 

"Satu kali lagi donk, sayang?" bisik Jono kemudian. 

"ih, besok lagi aja, atm ku ada di depan tuh, kamu sabar ya," balas Sania kemudian. 

"Yaudah, besok aku tunggu di bawah jendela ya, jangan lupa pakai baju yang sexy," ujar Jono sembari melepaskan pelukannya dari Sania. 

Sania mengangguk sembari menuntun Jono memanjat jendela serta berulang kali melambaikan tangan dengan serta memberikan kiss bye berkali kali ke arah Jono. Jono pun membalas dengan tak henti henti hingga terjdilah satu insiden malam itu. 

KREEETT, KROTAK ! 

Lengan jaket yang di pakai Jono tersangkut paku dan membuat remaja tanggung itu tergantung di jendela.

Pintu jendela yang kecil membuat Jono terjepit hingga kesulitan menapakan kaki pada pagar rumah, suara derit engsel yang berderit menimbulkan sedikit kegaduhan sehingga menarik perhatian ketiga anjing persia yang berada di halaman rumah tetangga. Ketiga Anjing itu manyalak ke arah Jono yang tergantung serta mulai mendekati pagar pembatas rumah. 

"Sania, tolongin aku!" Jono yang mulai panik terdengar berteriak berkali kali sedangkan Sania mulai kebingungan, ia takut kalau kalau suara teriakan Jono di dengar oleh Aldo yang  tengah berada di ruang tamu. 

"Diam ih, jangan teriak!" Sania berujar sembari melempari ketiga anjing berbadan besar itu dengan botol minuman. Ketiga anjing yang merasa mendapat respon dari Sania, kembali menyalak dengan keras serta mengaruk garuk pagar berusaha mendekati kaki Aldo yang terlihat berayun ayun. 

"Sania, tolong aku!" teriak Jono lagi dan lagi. Dengan nafas terengah-engah, Jono menatap ke arah Sania dengan penuh harap.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status