Share

Semakin Pelit

Aldo yang tengah sibuk mengotak atik ponselnya di ruang tamu, mulai terganggu dengan suara anjing yang saling bersahutan.  Ia bahkan berniat mengecek ke arah sumber suara, tapi niatnya itu segera ia urungkan karena teringat akan keganasan ketiga anjing  yang tadi ia temui. 

Merasa merdengar suara bergaduh, Aldo berdiri sejenak sembari mendekati sumber suara yang tak lain berasal dari dalam kamar Sania.

 

Aldo mendekat perlahan dan menempelkan telinga pada pintu kamar. 

Di sisi lain, Sania yang tengah berupaya melempari ketiga anjing bertubuh besar itu mulai kehabisan akal lantaran anjing itu tak kunjung pergi. 

"Sania gimana ini," Jono merengek tak henti henti sehingga Sania harus memutar otak agar Jono bisa segera turun tanpa harus cidera apapun. 

Aldo yang masih setia menguping dari luar pintu, akhirnya mencoba mengetuk berulang kali. Ia merasa ada yang tidak beres dengan Sania di dalam sana dan satu lagi, gonggongan anjing yang saling bersahutan begitu mengganggu pendengarannya. 

"Sayang, kamu kok lama?" tanya Aldo sembari mengetuk ngetuk pintu. 

Sania yang kelabakan, kini harus dihadapkan dengan dua situasi yang semakin membuatnya gugup. Gunting kecil yang dari tadi telah ia temukan, kini malah jatuh ke kolong ranjang. 

"Iya,Mas, lagi dandan nih," jawab Sania sekenanya. Wanita itu kini sibuk berjongkok sembari mengais gunting kecil bewarna hitam yang kini berada di kolong ranjangnya. 

"iis, sial!" gerutu Sania lagi. 

Jono yang kini tergantung, hanya pasrah. Pasrah dengan semua gonggongan yang ia terima. Ia sudah membayangkan kalau ketiga anjing berbadan besar itu mengoyak habis betisnya. 

"Sania, buka donk!" Aldo yang semakin curiga  kini kembali menggedor pintu dengan keras. 

"Iya .... iya," sahut Sania dengan peluh bertetesan. 

Setelah susah payah berjuang, akhirnya Sania berhasil meraih gunting kecil itu dan segera menghampiri Jono yang tengah tergantung di jendela. 

"Aku gunting nih, kamu pegangan!" bisik Sania kemudian. 

Aldo yang kini terlihat gusar, menggedor dengan serta menendang pintu kamar Sania. 

Pria berkemeja putih itu mulai berfikir bahwa Sania tengah menyembunyikan sesuatu yang penting darinya. 

"Awas saja, Sania! kalau macam macam, habis kamu!" Gerutu Aldo dengan wajah memerah. 

Tepat pada guntingan yang terakhir, akhirnya jaket tebal Jono berhasil robek dan terlepas dari paku berkarat yang ada di jendela. Jono jatuh tepat menghantam vas bunga dan suara riuh anjing kembali bersahutan, menyalak Jono yang kini berlari tunggang langgang. 

Sania menarik nafas lega, mengusap peluh yang memenuhi pelipis serta membenahi piyama merah jambu nya yang terlihat berantakan. 

Dengan langkah santai, remaja yang hendak beranjak dewasa itu melangkah membukakan pintu untuk Aldo. Aldo yang telah menunggu cukup lama langsung menerobos masuk dan memeriksa semua sudut kamar tak terkecuali kamar mandi. 

Sepasang netra pria berjambang itu menelisik seluruh sudut bahkan kolong ranjang pun diperiksa olehnya. Dirasa tak menemukan tanda tanda apapun di dalam kamar, Aldo beralih ke kamar mandi. 

Di dalam kamar mandi, kedua netra Jono mendapati sesuatu yang amat mengganggu, sebuah kain bewarna coklat terongok di sudut kotak sampah.

Aldo meraih benda itu dan memperhatikan sejenak. Benda bewarna coklat dengan karet yang terlihat bergelambir itu tak  lain adalah sebuah celana dalam milik seorang pria. 

"Sania! celana dalam siapa ini?" Aldo menenteng celana dalam coklat  dan melemparkannya ke arah Sania. 

Sania yang kaget dengan perlakuan kasar Aldo seketika melangkah mundur. 

"Bukan punya siapa siapa!" balas Sania dengan jantung bergedup tak menentu. 

Aldo yang tidak puas dengan jawaban Sania, melangkah mendekati Sania dan mencengkram dagu remaja itu. 

"Awas, kalau macam macam!" ancam Aldo sembari melangkah pergi. 

Sania yang merasa akan kehilangan Atm berjalannya, sontak mengejar Aldo dan berupaya merayu Sang pujaan. 

"Sayang, beneran deh, bukan punya siapa. Paling punya temen yang ketinggalan," Terang Sania kemudian. 

Aldo yang merasa ditipu mentah mentah oleh Sania, melangkah dengan cepat dan langsung memasuki mobil. 

Tak lama kemudian, mobil mewah itu putar haluan dan menghilang di persimpangan jalan, meninggalkan gadis berambut pirang yang tengah mematung bagaikan pahatan batu. 

Aldo memacu kendaraan mewahnya dengan kecepatan tinggi, teringat akan sosok Sang Istri dan keris pemberian si Dukun tadi sore. 

Ia yakin dengan keris itu, ia bisa kembali menundukkan hati istrinya tanpa harus meminta maaf, karena baginya pantang untuk meminta maaf meski ia tahu bahwa ia salah sekalipun. 

Mobil mewah bewarna putih itu kini berbelok arah, memasuki halaman rumah yang cukup luas sekedar untuk menampung dua buah mobil sekalipun. Aldo segera memarkirkan mobil dan melangkah menuju pintu utama. 

Anjani yang mengetahui bahwa suaminya telah pulang tetap bersikap seperti biasanya, acuh tak acuh dan enggan menyambut pria berkemeja putih itu. 

Aldo yang berpapasan dengan Anjani seketika dibuat heran dengan penampilan istrinya itu, rambutnya tampak lurus dan terawat dengan dress hitam selutut yang membuat lekuk tubuhnya terlihat indah. Aldo kini berfikir sudah pasti jatah uang satu juta lima ratus ribu sebulan itu sudah lebih dari cukup atau bahkan lebih. Itulah sebabnya Istrinya bisa melakukan perawatan seperti ini. 

"Mana kopi?" 

Aldo yang pembawaannya selalu kasar terhadap Istrinya tetap bertingkah seakan akan ia adalah raja yang harus dilayani. 

Anjani yang mulai kesal dengan sikap kasar suaminya menolak membuatkan segelas kopi kemudian berlalu begitu saja.

"Mulai bulan depan, jatah bulanan akan aku kurangi lima ratus ribu!" teriak Aldo kemudian yang akhirnya disusul oleh hantaman pintu kamar akibat di banting oleh sang Istri. 

Wanita dengan dress hitam selutut itu, merebahkan diri sejenak, memandang setiap sudut ruangan. Ada perih di hatinya, luka yang telah menganga bertahun tahun lamanya seakan berdarah tak henti henti. Tekatnya semakin kuat untuk mengeruk habis uang milik suaminya dengan bantuan pamannya. 

"Tunggulah, Mas, aku pastikan kamu menjadi gembel!" gumam Anjani dengan netra terpejam. 

"Kopi mana! dasar istri kurang ajar!" teriak Aldo menggema memenuhi ruangan sedangkan Anjani tetap membeku, ia bahkan mengunci pintu kamar agar suaminya tak bisa menemui dirinya. 

"Dasar anita tak tau di untung! dikasih nafkah, malah malas malasan di rumah!" Ocehan Aldo yang tak henti henti kembali menggelegar dari ruang makan. 

Tak lama kemudian, dering ponsel dari saku kiri celana Aldo berdering nyaring, pria itu buru buru merogoh kantong sejenak kemudian mengeluarkan benda pipih itu dan menatap lekat layar ponselnya. 

"Mau apa lagi!" bentak Aldo setelah mengangkat telepon. 

"Aku mohon percaya sama aku, sayang," ujar Sania terdengar serak. 

Aldo yang masih gusar segera mematikan telepon dan meninggalkan ruang makan, kini pria berjambang itu melangkah menuju kamar tidurnya dan menghempaskan tubuh sejenak. Kedua netranya memandang langit- langit kamar dengan kepala  yang dipenuhi banyak masalah.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status