Share

Mandi di Kali

Durasi akting yang cukup lama ternyata membuat Anjani sedikit gerah. Ia beranjak, mencari cari teko milik sang paman dan segera menuangkan air di dalam gelas lalu meminumnya. Lidahnya terasa pahit lantaran  mengunyah kembang tujuh rupa yang entah termasuk jenis kembang apa itu. Rio yang memperhatikan sang Ibu lantas mendekat, menggoyang goyang tangan Ibunya lalu menatap lekat. 

"Ibu udah sehat?" tanya anak itu dengan begitu polosnya. 

Anjani mengangguk dan mengajak anak semata wayangnya  duduk di kursi rotan milik sang paman sembari memencet remote   Tv. Tak lama terdengar riuh tawa ibu dan anak itu di saat menyaksikan kelucuan dari drama yang sedang mereka tonton. 

"Bu, Apa masih  ada sisa martabak tadi?" tanya Rio kemudian. Anjani menatap datar bocah itu dan mengangguk. Seketika raut wajah Rio menjadi cerah, ia sudah membayangkan pulang ke rumah lalu mengunyah martabak spesial dengan segelas susu hangat. 

"Bu, Apa orang kesurupan suka makan martabak?" tanya Rio lagi. 

Anjani terhenyak kemudian bertingkah seolah tak peduli dengan kecurigaan putranya. 

Rio yang belum menyerah mengintrogasi Ibunya kembali menatap lekat wajah sang ibu  kemudian menggoyang goyangkan lengan sang Ibu dengan lembut. 

"Bu .... Apa sebenarnya Ibu cuma pura-pura kesurupan?" 

Rio semakin menuding Ibunya dengan berbagai pertanyaan yang seketika membuat wanita bertubuh ramping itu tak mampu berkata. 

"Bu ...." pinta Rio kemudian. 

"Ok, ok, Rio. Tahukah kamu semua orang yang sedang kesurupan bisa makan apa saja, termasuk martabak!" tegas Anjani menyakinkan putra tunggalnya itu. 

"Apa Ibu juga bisa makan beling?" tanya Rio dengan polosnya. 

"Ah, tentu saja bisa!" sahut sang ibu yakin. Padahal dalam hati ini mengumpat sejadi jadinya jika ternyata harus berakting makan beling juga. Ada ada saja. 

Puas mencerca sang Ibu dengan berbagai pertanyaan laksana seorang detektif, bocah bermata bulat itu kembali fokus menonton acara sulap yang baru saja ditemukannya pada salah satu chenel favoritnya 

Anjani  celingak celinguk, memperhatikan pintu dapur sesering mungkin, takut kalau kalau sang paman dan suaminya tiba tiba muncul dan melihat mereka yang sedang asyik menonton tv. 

Di sisi lain, Aldo dan Mbah dukun yang baru saja tiba di kali, menyorot senter ke arah rerimbunan semak dan pohon yang memenuhi pinggiran kali. 

Pria berkemeja navy itu menatap sang dukun sebentar, tampaknya ada keraguan di hatinya kalau kalau di kali kecil itu ada beberapa binatang melata yang berbahaya. 

"Lintah ada?" tanya Aldo yang ingin menuntaskan rasa penasarannya. 

Sang dukun menoleh dengan cepat, ia langsung teringat akan kejadian seminggu yang lalu. 

"Mbah ...." Panggil Aldo lagi. Sang dukun tersadar dan kembali menyorot senter ke arah sungai yang mengalir. 

"Ada," sahut sang dukun pendek. 

"Waduh, saya takut, Mbah!" jawab Aldo pendek. 

"Ada yang pernah kena gigit?" tanya Aldo lagi. 

"Tidak ada. Tapi kalau di mangsa buaya ada!" Terang saang Dukun sembari menyorot senter tepat di wajah pria yang terkenal pelit itu. Aldo memicingkan mata dan terlihat mulai gugup. 

"Cepat buka pakaian mu dan mandi," perintah sang dukun kemudian. 

Aldo yang masih ragu ragu kini terlihat semakin gugup, deru nafasnya yang berhembus cepat menandakan bahwa pria yang bernama lengkap Aldo Suganda itu tengah dilanda ketakutan. 

"Cepat, buka bajumu dan mandi!" perintah sang dukun kemudian. 

Aldo lantas membuka kancing kemejanya satu persatu dan menanggalkan pakaiannya, disusul pula dengan celana yang tengah ia pakai. Pria itu tampak kedinginan hanya dalam balutan pakaian dalam saja. 

"Mbah, kalau saya dimangsa buaya, bagaimana?" tanya Aldo sembari melangkah mengikuti sang dukun yang hendak menuju pinggiran sungai. 

"Buaya kok takut sama buaya!" ketus si dukun pelan. 

"Jangan gitu donk, Mbah," balas Aldo kemudian. 

"Aman, percayalah dengan kesaktianku!" sahut sang dukun pendek. Padahal dalam hati ia juga sangat berhati hati. Bukan tanpa sebab, seminggu yang lalu ada dua warga yang tengah mencari ikan menghilang, warga mencarinya hingga subuh namun tidak menemukan kedua orang itu. Setelah tiga hari kemudian barulah ditemukan jasad kedua pencari ikan itu dalam keadaan tak bernyawa serta sudah tak utuh. Dimangsa buaya konon katanya. 

Mbah Rejo, nama sang dukun. Memang sudah biasa mandi di kali itu. Ia lebih nyaman mandi di tempat terbuka dengan jernihnya air yang mengalir. Sudah lama sekali ia tak terlibat dengan mewahnya kehidupan layaknya orang orang kota. 

Setelah mengguyur tubuh beberapa kali, Aldo beranjak meraih handuk dan kain lalu segera menyelimuti tubuhnya yang polos dan menggigil. 

Mbah dukun yang terlihat puas telah mengerjai Aldo terkekeh geli dan meledek pria itu habis habisan. 

Aldo yang merasa ini adalah bagian dari ritual agar bisa menyelamatkan nyawa sang Istri yang sebenarnya sudah tak lagi dicintainya, tanpa sadar mulai memikirkan nasib wanita yang telah menemaninya hampir sepuluh tahun lamanya. 

Rencana Anjani dan sang paman justru membuat Aldo mengingat banyak kenangan manis yang dahulu pernah Ia dan sang Istri habiskan berdua. 

"Mikirin Apa?" tanya Sang Dukun saat memperhatikan sosok pria di sampingnya yang berjalan lurus dengan tatapan jauh. 

"Ingat kenangan dengan istri saya, Mbah," jawab Aldo pendek. 

Sang dukun terhenyak. Ia berfikir bahwa pria yang sebenarnya suami dari keponakannya ini ternyata masih mempunyai perasaan terhadap istrinya. Meskipun pelit, perhitungan dan juga suka selingkuh tapi Sang dukun akan mengusahakan yang terbaik untuk rumah tangga Anjani dan juga kepada suaminya agar lebih menghargai istri dan janji suci sebuah pernikahan. 

"Punya banyak kenangan manis,toh!" ujar Sang dukun lagi. Aldo mengangguk dengan senyuman manis di sela sela bibirnya yang membiru akibat kedinginan. 

Memang tak bisa dipungkiri, memasuki usia pernikahan yang semakin lama, rasa bosan dan jenuh akan ikatan pernikahan akan selalu ada. Bagian dari ujian dari Sang Kuasa untuk lebih mempererat hubungan dalam rumah tangga, baik itu suami ke istri, orang tua ke anak atau menantu ke mertua. Untuk itulah berumah tangga adalah ibadah terlama yang akan dijalani oleh setiap orang yang akan menikah. Sampai akhir hayat. Kedati demikian, untuk alasan apapun, perselingkuhan tidak bisa dibenarkan walau dalam kondisi apapun. 

Meminta maaf dan memaafkan adalah bekal utama yang harus selalu dimiliki oleh setiap pasangan karena di dunia ini tak ada insan yang 100% hidup dengan benar. Semuanya pendosa dan berdosa. 

Kedua pria itu melangkah pelan melewati jalan setapak yang di penuhi semak liar dan beberapa tumbuhan putri malu yang sesekali menggores kaki dan hampir saja membuat keduanya terjerembab. 

Malam semakin larut, suara jangkrik mulai terdengar  semakin bersahutan, suara burung hantu di atas pohon beringin tua di sisi kali terdengar semakin jelas dan menambah suasana menjadi semakin mencekam dan menakutan. 

"Mbah sering mandi di kali itu?" tanya Aldo memecah sunyi diantara mereka. 

Sang dukun menoleh sejenak,"Bukan hanya mandi, BAB pun saya di kali itu juga" sahutnya santai. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status