Share

Ritual Dimulai

Setiap malam menjadi malam yang panjang bagi Anjani. Ia telah lupa bagaimana bisa tidur dengan nyenyak dengan semua makian yang kerap kali di terimanya dari sang suami. 

Tubuh ringkihnya kini seolah menjadi bukti bahwa betapa menderitanya ia selama ini. Walaupun demikian, jauh di lubuk hatinya, ia masih berharap suaminya akan berubah. 

Anjani yang masih sakit hati dengan perbuatan suaminya memutuskan untuk meneruskan rencananya bersama Sang paman, tadinya anjani berfikir bahwa dengan melakukan perawatan serta tampil lebih modis akan membuat suaminya berubah dan mau menganggapnya sebagai istri seperti dulu. Tapi kenyataan kini semakin berbanding terbalik dengan harapannya, suaminya yang dikira akan berubah haluan malah dengan tega memangkas jatah bulanannya bersama Rio yang sebenarnya tidak seberapa. 

Rio yang tengah mengerjakan PR matematika di samping sang Ibu kini mulai sedikit curi-curi pandang, memperhatikan sosok sang Ibu yang semakin hari semakin murung namun enggan memberitahunya tentang masalah apa yang tengah terjadi di dalam keluarga mereka.

 

Rio memberanikan diri menyodorkan buku dan pensil ke arah sang Ibu, meminta diajari tentang bilangan perkalian yang sebelumnya belum sempat Rio hapal. 

"Bu, 8 x 8,berapa ya?" tanya Rio kemudian. 

Anjani yang tadinya tengah disibukkan dengan upaya balas dendamnya kini balas menatap putra tunggalnya itu. 

"Kamu tanya ayahmu sana karena Ayahmu yang paling perhitungan!" sahut Anjani datar. Ia belum sadar dengan apa yang diucapkannya sehingga membuat bocah bermata bulat itu terdiam penuh tanya. 

"Maksud Ibu?" tanya Rio kemudian. 

"Astaghfirullah, nak, maafkan Ibu," ujar Anjani sembari mengusap wajah dengan lembut. 

Wanita dalam balutan dress hitam itu segera meraih buku yang disodorkan putranya lalu mulai mengajarinya dengan telaten. 

Aldo yang baru selesai mandi, kini tengah bersiap dengan keris pemberian sang dukun.

Sepasang netranya menatap tajam benda pipih itu, meneliti setiap guratan aneh yang tertera. 

"Kenapa ukirannya terlihat seperti ikan cupang?" gumam Aldo sembari mengucek netra berkali kali. 

"Ah, mungkin perasaanku saja," lanjut pria berpiayama biru itu. 

Seusai memastikan bahwa ritual keris itu akan segera dimulai, Aldo melangkah meninggalkan kamar tidurnya. Ya, selama ini ia dan Anjani sudah lama tidak tidur sekamar. Semenjak dirinya jarang di rumah, Anjani lebih sering tidur bersama Rio sembari membantu mengajari putranya mengerjakan PR sekolah dan berbagai tugas lainnya yang sama sekali tidak ingin didengar atau diketahui oleh dirinya. 

Pria berpiyama biru itu melangkah menuju dapur, menyiapkan segelas air dan mulai membuka kembali pembungkus keris itu. 

"Jika kerisnya manjur akan kupakai juga untuk menaklukan Sania," ujar Aldo dengan percaya diri hingga ke ubun-ubun. 

Aldo menarik nafas panjang sembari memejamkan mata sejenak, meniup keris dari ujung hingga kepangkal sampai tiga kali. Sebenarnya ini tidak di ajarkan oleh si Dukun hanya saja Aldo yakin dengan di tambah ritual yang demikian, pengaruh kerisnya akan semakin dahsyat. 

Dengan berhati hati Aldo mulai memasukkan ujung keris ke dalam gelas berisi air putih secara perlahan. 

Sepersekian menit, Aldo menarik kembali keris itu kemudian mencelupkannya lagi. Aldo mengulangnya hingga beberapa kali sampai sampai air di dalam gelas itu beriak dan menetes ke meja. 

Di sisi lain, Rio yang kelelahan setelah menghapal perkalian berlari ke dapur dan memperhatikan tingkah aneh sang Ayah. Anak itu mendekat, mengambil gelas kemudian menuangkan air minum lalu meneguknya hingga tak tersisa. 

"Ayah lagi apa?" tanya Rio sebelum beranjak pergi. 

Aldo menatap anak itu sejenak, kemudian kembali meneruskan ritual kerisnya, sejenak ia terlihat komat kamit membaca mantra yang sebenarnya tidak diajarkan oleh sang Dukun. 

Dirasa telah selesai dengan semua ritual yang dilakukannya, Aldo melempar pandang ke arah Rio yang tengah fokus memperhatikannya. Anak itu menatap lekat wajah sang Ayah yang menurutnya terlihat sangat aneh. 

"Tolong berikan pada Ibumu, ya?" ujar Aldo sembari menyodorkan gelas berisi air minum. 

Rio menatap ragu pada sang Ayah tapi tak urung meraih gelas itu kemudian membawanya ke kamar. 

Selang beberapa menit, Rio kembali menemui sang Ayah yang masih menunggu di meja makan dengan jantung berdebar debar. 

Anak itu mendekati Ayahnya dan mulai berkata dengan hati-hati. 

"Ibu gak mau air putih, maunya susu anget," terang Rio dengan polosnya. 

Aldo mendelik kesal, meraih gelas itu kemudian meletakkannya di atas meja. 

"Ck! bertingkah!" gerutunya sembari menatap kepergian putranya. 

Tanpa berlama lama, Aldo langsung memanaskan air dan menunggu dengan tidak sabar. 

Setelah memastikan air mendidih, Aldo kembali mengambil gelas dan menuangkan susu kental manis milik sang putra kemudian mengaduknya beserta seperempat gelas air mendidih. Aroma khas susu segera tercium lembut. Aldo meneguk saliva berkali kali, jika tidak terpaksa mungkin ia tidak akan sudi melakukan pekerjaan yang baginya amat hina itu. 

Segelas susu hangat telah tersaji di depan meja, Aldo mulai bersiap dengan ritual keduanya setelah ritual pertamanya yang gagal. Pria berpiama biru itu menggosokkan kedua telapak tangan berkali kali, kemudian kembali meniup benda pipih itu sampai tiga kali. Langkah terakhirnya, Aldo langsung mencelupkan keris itu ke dalam segelas susu dan mengaduk aduknya secara bersamaan. 

Di lain sisi, Anjani dan Jono yang mengintip dari balik tembok hanya terkekeh geli saat menyaksikan tingkah bodoh Aldo. 

"Ini baru awalnya saja, Mas!" gumam Anjani lirih. 

Setelah selesai dengan semua ritual yang begitu melelahkan baginya, Aldo berteriak memanggil Rio untuk segera menghampirinya. 

Rio yang telah bersiap segera berlari menghampiri sang Ayah dengan tergesa gesa. 

GUBRAKK ! 

Nampan berisi segelas susu hangat lengkap dengan mantra mantranya tertabrak Rio dan jatuh menghantam lantai. Suara gaduh akibat benda keras menghantam lantai terdengar nyaring memenuhi sudut dapur.

Aldo yang telah bersusah payah menyelesaikan semua ritualnya, menatap putranya dengan wajah merah menahan amarah serta deru nafas yang naik turun. 

"Maafkan Rio, Ayah ...." Ujar anak itu dengan wajah tertunduk. Takut. 

Aldo yang melihat semua kejadian itu, menjadi gusar kemudian meraup wajah dengan kasar serta menggebrak meja dengan keras. Pria itu kemudian berteriak, mengusir putranya. 

"Dasar anak bodoh! bodoh seperti ibumu yang tidak bisa apa-apa!" 

Rio yang hanya menjalankan rencana sang Ibu, langsung berlari menuju kamar dan menangis, ia menceritakan semua yang baru saja terjadi kepada Ibunya yang sebenarnya sudah mengetahui masalah apa yang tengah  menimpa putranya. 

"Jangan marah ya, anakku. Ayahmu hanya banyak pikiran," terang Anjani sembari mengelus lembut rambut putranya. 

Aldo yang belum menyerah untuk memantra mantrai istrinya, kembali memanaskan air guna menyeduh susu untuk yang kedua kalinya. 

Dalam hati, ia mengutuk istrinya yang telah memperlakukannya seperti pembantu. Aldo terus saja mengoceh sepanjang ia menyeduh  susu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status