Share

Istri Cantik CEO
Istri Cantik CEO
Penulis: Nunu Nana

1. CEO Muda

Menjadi anak tunggal kaya raya dan cucu pertama dari keluarga yang berada tidak membuat dia bisa hidup tentram dan damai. Lika-liku menjadi penerus bisnis keluarga membuat dirinya harus menerima dengan lapang dada. Sebut saja dia Leonardo Matt Thomas seorang CEO muda yang memiliki wajah tampan dan mempesona. Ia lahir dari salah satu keluarga pebisnis kaya raya di Indonesia.

Bisnis usaha keluarganya banyak bergerak di bidang macam, mulai dari properti, hotel, pendidikan bahkan juga bergerak di bidang kuliner. Setelah kakeknya meninggal dan papanya memutuskan untuk pensiun dini karena masalah kesehatan mau tak mau Leo harus menerima untuk meneruskan bisnis keluarganya. Lelah sudah pasti, karena setiap harinya ia harus bergelut dengan bisnis bisnis dan bisnis. Pagi ini ia melangkahkan kakinya memasuki gedung pencakar langit tempat kantor pusat yang setiap hari harus ia datangi.

"Selamat pagi pak."

"Pagi pak."

Setiap pagi Leo selalu mendapatkan sapaan dari para karyawannya. Ia yang dikenal dengan CEO dingin, Leo hanya mengangguk tipis tanpa membalas atau tersenyum ke arah mereka. Langkah kakinya ia teruskan untuk menuju lift khusus untuk menuju ke ruangannya. Lift itu hanya untuk dirinya dan sekretarisnya, Hans Dirgantara.

"Hari ini jadwalku apa saja?"

Hans yang merasa mendapatkan pertanyaan, langsung saja membuntuti Leo dari belakang. Ia tau, ketika Leo menanyakan sesuatu Hans diminta untum segera menjawab. Leo membenci karyawan yang lelet dan tidak bisa diandalkan.

"Jam sembilan nanti bertemu dengan klien dari Batam. Habis itu bapak ada meeting dengan setiap ketua bidang di kantor ini pak. Selebihnya tidak ada pak. Karena bapak sendiri yang sudah meminta ke saya untuk mengurangi jadwal hari ini." Jelas Hans dengan rinci.

"Yaudah kalau gitu Hans. Sebelum berangkat ketemu klien. Saya mau pejam mata. Jangan ada yang ganggu saya. Termasuk kamu. Capek asli saya." Leo menyandarkan kepalanya di badan kursi.

"Baik pak. Saya keluar dulu. Berkas yang harus anda tanda tangani mohon di cek ya pak sebelum bapak berangkat." Leo hanya membalas dengan deheman saja.

Entah mengapa dirinya benar-benar lelah. Memang sebelum ke kantor, pesawat yang ia tumpangi dari Malaysia baru mendarat pukul 4 pagi. Ia baru saja pergi dari urusan bisnis tanpa Hans dan semuanya terasa lelah. Sekretarisnya itu harus menemui orang tuanya dari kampung, membuat Leo tidak enak untuk mengajak Hans untuk perjalan bisnis.

Leo mempekerjakan sekretaris laki-laki karena ia ingin menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Contohnya cinlok dengan sekretarisnya sendiri. Dari tahun ke tahun keluarganya juga tidak pernah mempekerjakan sekretaris perempuan.

"Hans apa kamu ada obat penghilang lelah? Entah kenapa saya benar-benar tidak tahan." Keluh Leo ketika hendak pergi bertemu dengan klien.

"Apa ditunda saja pak bertemu dengan klien kita kali ini. Mengingat bapak juga baru pulang dari Kuala Lumpur. Bagaimana pak?" Tawar Hans. Hans khawatir dengan kondisi Leonardo.

Leo menggelengkan kepalanya. "Nggak usah. Atau minum susu jahe ya apa badan bisa segar?" tanya Leo.

"Kalau bapak mau saya pesankan itu pak." Ucap Hans sigap.

"Tidak usah. Nanti aja di tempat ketemu klien. Kalau ada saya akan pesan sendiri."

Leo memang tidak suka terlalu merepotkan Hans. Jika ia masih bisa, ia akan melakukan sendiri.

Hans memperhatikan betul bagaimana Leo untuk bisa menarik hati kliennya itu. Dari Leo, Hans bisa bisa membangun usaha kecil-kecilan di rumah. Bukan karena gaji menjadi sekretaris Leo tidak cukup, tapi ia juga memikirkan jangka panjang ke depannya. Leo juga sudah tahu dengan usaha yang Hans lakukan.

"Kalau kita kerja sama di proyek baru ini. Keuntungan juga akan 50% sama pak. Ini pertama kali saya mengeluarkan dana yang sama dengan klien saya. Jadi saya harap nanti akan bisa berjalan lancar proyek kita jika bersama bapak." Leo tersenyum sangat manis. Itulah senjata ampuh untuk menarik rekan kerja.

"Baik. Saya setuju dengan anda Pak Leo."

Leo langsung menjabat tangan kliennya itu. Kini proyek impian Leo selanjutnya step satu terselesaikan. Tinggal bagaimana proses selanjutnya saja. Setelah bertemu dengan klien, Leo meminta untuk segera kembali ke kantor. Ia tidak ingin menunda meeting yang sudah di rencanakan.

Para ketua departemen sudah berada di ruangan sebelum Leo datang. Siang ini Leo meminta para ketua departemen untuk menunjukkan hasil kerjanya selama sebulan dan rencana kerja satu bulan ke depan. Ia tidak mau sampai kecolongan dan ada departemen yang tidak memenuhi target kerja yang Leo harapkan.

"Terus saya tanya ke kamu, kalau di direktorat pengembangan kenapa grafik kerja kalian tidak ada peningkatan. Apa gaji kurang? Menurut saya gaji juga sudah pas sesuai kalian." Tiba-tiba saja Leo marah. Ada kejanggalan di salah satu bidang struktural kantor.

"Kami kekurangan SDM pak. Yang kami andalkan juga kemarin resign." Jawab Ketua Direktorat Pengembangan.

"Terus apa kamu nggak menuntun anggota yang lain. Cuma karena satu orang resign, kalian nggak ada peningkatan di pengembangan? Silahkan tulis apa yang kalian butuhkan nanti akan saya pertimbangkan. Hans tolong catat masalah di bidang ini. Saya tidak mau menggaji karyawan yang tidak kompeten. Oke lanjut bidang selanjutnya?"

Hans yang melihat amarah Leo, hanya bisa diam dan menjalanka apa yang Leo minta. Leo memang direktur yang tegas dari Papa Leo sebelumnya. Satu masalah, Leo yang bertindak untuk menyelesaikannya.

Sampai sore hari, Leo meminta Hans untuk membantunya untuk meninjau berkas-berkas yang menumpuk di mejanya. Hans melihat Leo yang masih diselimuti rasa amarah. Ia tidak tahu jika dirinya berada di posisi Leo, pasti sangat lelah.

"Pak, apa tidak diteruskan besok saja. Bapak jangan memaksakan diri? Bukan saya ingin pulang cepat ya pak. Tapi saya tidak tega lihat kondisi bapak." Hans menatap Leo lekat.

"Yaudah, tapi kita cari martabak dulu. Kamu bawa mobil saya ya, saya nggak sanggup pulang sendiri. Besok jemput saya."

"Baik, pak."

Menolak permintaan Leonardo sungguh tidak mungkin. Hans juga tidak tega melihat kondisi Leo saat ini. Selama perjalanan pulang, Leo nampak termenung. Hans yang melihat dari kaca atas merasa penasaran apa yang dipikirkan Leo.

"Pak, apa bapak kepikiran meeting tadi?" Tanya Hans penuh hati-hati.

"Enggak Hans. Hans apa saya ini buruk atau tidak tampan?" Leo melihat ke arah Hans.

"Mana ada bapak jelek. Janda Ibu kota yang lihat bapak aja pasti bilang bapak ganteng. Kenapa bapak bilang gitu? Apa ada orang yang merasa kecakepan dan membully bapak?" Terkarang Hans sangat cool, terkadang mulutnya juga minta di filter ketika ngomong.

"Jangan mikir aneh-aneh kamu ini. Hans, papa mau jodohin saya sama temannya. Katanya nggak mau saya jadi perjaka tua." Leo mendengus kasar.

Hans terdiam sejenak. Apa yang diucapkan Leo juga tidak main-main "Diterima saja pak. Menurut saya sudah waktunya tendang bola masuk ke gawang pak."

Leo yang menangkap apa maksud Hans, hanya mencebikkan bibirnya.

Setengah perjalanan dari kantor, Leo meminta Hans untuk berhenti di salah satu kedai tempat tukang martbakan kesukaannya. Meskipun dirinya orang kaya, Leo tidak mempermasalahkan makanan dimana ia beli. Leo sangat suka dengan martabak manis rasa coklat.

Antrian pembeli untuk memesan martabak sangatlah panjang. Leo yang lelah kerja tetap ada niatan membeli martabak manis kesukannya. Ketika dirinya mengantri, beberapa pasang mata dari pembeli wanita menatapnya dengan memuja. Leo yang merasakan dirinya menjadi pusat perhatian pun menyadari akan hal itu.

Saat dirinya hendak mendekat ke arah pembeli, tiba-tiba seorang wanita menabrak tubuhnya. "Ahh." Ringis Leo karena kaget.

"Eh maaf mas. Sekali lagi maaf ya mas. Saya buru-buru. Kakek saya nungguin." Wanita yang menubruknya langsung meminta maaf kepada Leo.

Tiba-tiba Leo merasa terhipnotis. Bola mata elang Leo bertemu dengan manik cantik milik wanita yang ada di depannya. Wanita di depannya benar-benar sangat cantik. Wajah khas keturunan Jawa terlihat jelas pada wanita itu.

Belum sempat mengucapkan apa-apa, wanita itu langsung meninggalkan Leo yang masih diam mematung. "Kenapa wajahnya tidak asing." Leo bermonolog sendiri dengan sorot mata yang masih menatap punggung sang wanita yang mulai menjauh.

Ketika wanita itu sudah pergi dengan mobilnya, mata Leo tertuju ke tanah dan melihat dompet berwarna pink yang terjatuh. Ia segera mengambilnya dan dengan rasa takutnya, ia membuka dompet tersebut. Sebuah tanda pengenal pemilik dompet, membuat Leo kembali bekerja keras untuk berpikir. Karena foto wanita yang baru saja menabraknya memiliki nama dengan seorang gadis yang Leo kenal.

"Elena Koesorodiningrat. Seperti nama gadis itu. Tapi tidak mungkin dia gadis kecilku. Kan bapak ibunya ngajak dia pergi ke luar negeri. Tapi nama belakangnya....."

Leo terus memikirkan nama wanita yang ada di dalam dompet tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status