Share

5. Dia Itu Calon Istriku (2)

"Elena sayang." Panggil Leo dan wanita yang dipanggilnya langsung mendongkakkan kepalanya.

Elena langsung berdiri ketika laki-laki yang ingin ia temui kini berdiri di depannya. Senyum manis yang Elena miliki ia perlihatkan ke arah Leo. Leo memperhatikan Elena dengan setelan dress berwarna navy sampai bawah lututnya. Elena juga membawa sesuatu yang Leo belum tahu apa yang dibawanya.

"Sejak kapan Elena disini?" Tanya Leo panik.

"Humm dari jam 10 tadi kayanya mas. Ini Elena bawain makanan tadi masak sama mama mas. Tapi kayanya udah dingin deh. Maafin Elena ya mas." Elena melihat jam tangannya sudah pukul dua belas siang. Bisa dibilang Elena sudah menunggunya hampir dua jam.

"Dari jam sepuluh sayang? Siapa yang suruh kamu disini sayang. Kenapa nggak kabarin mas?" tiba-tiba Leo menjadi marah.

"Elena udah nelfon mas. Udah chat mas. Tapi masnya nggak angkat. Mama tadi cuma pesan kalau mau ke ruangan mas harus ke lift khusus khsusus buat mas. Terus mbak resepsionis kantor mas Elena tanyain kalau nggak ada janji Elena nggak bisa ketemu mas." Jujur Elena tanpa ada yang disembunyikan.

Leo langsung mengecek handphonenya. Ia melihat jika ada 20 panggilan tak terjawab dan 30 pesan dari Elena. Ia merutuki kesalahannya karena ia memode diam hanphonenya ketika meeting dengan rekan bisnsinya. Leo langsung melihat ke arah Hans.

Hans yang merasa mendapatkan kode dari Leo ia melangkahkan kakinya mendekat ke arah Leo. Pesan dari resepsionis juga Hans tidak melihatnya. Ia dan Leo sama-sama fokus dalam rapat tersebut. Hans menunjukkan pesan dari resepsionis dan mode handphone Hans sama-sama dalam mode diam.

"Pak, saya izin pulang dulu. Kalau mungkin ada masalah yang ingin diselesiakan silahkan diselesaikan pak. Semoga bisnis kita berjalan dengan lancar."

"Siap pak. Maafkan saya nggak bisa mengantar sampai depan."

"Tidak papa pak. Mari pak, mari bu."

Leonardo yang gampang tersulut emosi, ia merasa sungkan juga. Rekan bisnis Leo kali ini bisa dibilang sangat baik orangnya. Setelah melihat rekannya pergi meninggalkan kantor Leo, ia kembali fokus dengan Elena. Ia juga melihat notif yang resepsionis berikan itu di handphone Hans.

"Mas, Elena nggak papa. Mas jangan emosi. Elena juga salah soalnya nggak kasih tau ke mas dulu. Langsung kesini." Elena mengusap lengan Leo untuk menenangkan sang calon suami. Ia tidak ingin Leo tersulut emosi.

Leo menatap Hans dan sang resepsionis Maria bergantian. Ia menghampiri mereka dengan langkah perlahan. Hans dan Maria hanya tertunduk ketika melihat Leo yang menahan amarah. Mungkin jika tidak ada wanita yang mereka kenal untuk menenangkan Leo, entahlah apa yang akan terjadi kepadanya.

"Pertama buat kamu Hans. Saya ingatin kamu, nggak usah buat mode diam. Seserius apapun kamu nemenin saya buat rapat. Kamu tetep tangan kanan saya buat apapun kalau ada masalah. Kamu juga tau kan kalau setiap saya rapat, ponsel saya mode diam? Jangan diulangi lagi untuk kedua kalinya. Kedua, kamu Maria. Siapapun tamu yang datang. Berusaha bersikap sopan. Saya nggak menyalahkan kamu sepenuhnya juga. Tapi saya pernah bilang tidak, kalau ada yang mencari saya. Saya atau Hans gak bisa dihubungi, kamu bisa ke ruangan saya. Bukan begitu Hans, Maria?"

Hans dan Maria menganggukkan kepalanya. Leo memang terkenal kejam dan disiplin, tapi ia juga tidak pernah mempesulit siapapun jika ada sesuatu yang mendesak. Semua orang melihat Leo yang tengah menegur Hans dan Maria. Marahnya Leo adalah hal yang sangat tidak diinginkan mereka.

"Kalian aman kali ini. Saya maafkan kalian. Dan memang ini juga karena tidak sengaja dan tidak sepenuhnya kalian salah. Termasuk kamu Maria, saya kasih tau ya. Dia Elena. Calon istri saya. Kalau nanti diaa cari saya. Saya minta tolong buat antarkan dia ke ruangan saya. Paham?" Leo menatap Maria dengan tajam.

Semua orang kagetnya bukan main, mendengarkan ucapan Leo yang memperkenalkan Elena sebagai calon istrinya. Leo yang banyak disukai kaum hawa, tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba mendeklarasikan bahwa dirinya sudah memliki calon istri. Elena yang mendengarkan ucapan Leo hanya bisa diam mematung. Ia tidak bisa berkata apa-apa.

"Ayo ikut ke ruangan mas!" Leo meninggalkan Hans dan Maria yang tidak berkata apa-apa.

Leo menggandeng Elena untuk pergi ke ruangannya. Elena hanya menundukkan kepalanya. Rasanya benar-benar malu ketika dirinya menjadi pusat perhatian banyak orang di kantor Leo. Leo masih diam membisu. Ia terus menggandeng Elena sampai ke ruangannya.

Leo menutup rapat ruangannya. Ruangan yang di desain dengan kaca yang bisa dilihat banyak orang dari luar, Leo langsung menutup tirainya dengan rapat. Elena merasa takut melihat ke arah Leo. Ia menundukkan kepalanya untuk menenangkan dirinya.

"Maafin kecerobohan karyawan mas sayang." Leo langsung menghambur ke pelukan Elena.

Elena yang merasakan dipeluk Leo kedua kalinya, ia membalas pelukan Leo. Ia mengusap punggung kokoh Leo. Kepalanya ia benamkan ke dada bidang Leo. Rasanya menenangkan ketika Leo memeluknya.

"Mas nggak salah. Elena yang salah nggak bilang ke mas. Pikiran Elena, masa baru datang ke kantor buat ngenalin sebagai calon istri mas. Elena bingung jadi ngikut aja apa kata resepsionis mas. Elena makasih sama mas bisa nahan marah mas ke mereka. Karena nggak semuanya salah mereka mas." Elena memeluk Leo dengan erat.

Setelah merasa lega untuk menenangkan diri, Leo menuntun Elena untuk duduk di atas sofa panjang yang ada di ruangannya. Ia teringat dengan makanan yang dibawa wanitanya itu. Leo bisa mencium bau sedapnya makanan yang sudah dibawakan ke kantornya.

"Mas mau makan sayang. Mas laper banget."Pinta Leo menatap Elena.

Elena yang mendengarkan apa yang diomongkan Leo, ia langsung membuka kotak makanan yang sudah di bawa. Leo melihat Elena sangat lihai ketika menyiapkan makanan untuknya. Senyum manis terbit dari bibirnya. Rasanya ia ingin segera menikahi wanita pujaan hatinya itu.

"Ini Elena yang masak semua?" Tanya Leo.

Elena menggelengkan kepalanya "Enggak mas. Tadi sama mama. Mama kemarin ngajak Elena buat masak di rumah. Yaudah Elena iyain aja. Lagi nggak ada kerjaan juga. Nanti sebelum jadi istri mas. Elena bakal berusaha semaksimal mungkin buat masak kesukaan mas." Elena tersenyum manis ke arah Leo. Lesung pipi indahnya tercetak jelas ketika dia tersenyum.

"Sayang, kamu bukan pembantu. Kamu nggak usah capek-capek. Sebisa Elena saja. Mas gak nuntut kamu macam-macam. Tapi mas suka nanti kalau udah nikah makanan di rumah semuanya Elena yang masak. Tetep, nanti bakal mas cari ART. Elena calon istriku, Mas Leo sayang sama kamu." Leo mengecup puncak kepala Elena.

Elena yang mendapat serangan hangat dari Leo hanya bisa memejamkan matanya. Leo beruntung bisa kembali bersama dengan gadis pujaan hatinya. Ia tidak ingin kehilangan Elena lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status