Share

4. Dia Itu Calon Istriku (1)

Setelah pertemuan keluarga malam itu, Leo dan Elena lebih memperkuat komunikasi mereka. Meski tidak harua bertemu setiap harinya, Leo selalu menyempatkan diri untuk video call atau kirim pesan kepada Elena. Elena yang saat ini juga tidak hanya tinggal diam di rumah, melainkan Elena menjadi seorang dosen jurusan seni musik di salah satu Universitas ternama di Jakarta. Leo sempat meminta Elena untuk berhenti dari kerjannya, tapi Elena menolak dengan alasan ia ingin mencari jati dirinya dulu.

Pagi ini, Leo tengah duduk di bersantai di rooftop kantornya yang sudah disulap menjadi taman untuk bersantai untuk para karyawan. Leo merasa jenuh jika setiap harinya harus bekerja di ruangan sehingga sesekali Leo memilih untuk keluar ke atas rooftop. Hans yang menjadi sekretaris setia Leo, kini dirinya turut menemani Leo untuk meninjau kembali evaluasi laporan dari setiap bidang yang Leo minta sebelumnya.

"Pak, bapak nggak takut kah dibilang direktur terkejam sama mereka semua?" Celutuk Hans sambil menatap Leo yang serius dengan berkas-berkas di depannya.

"Ya kalau mereka bilang gitu saya bodoamat. Kalau mau gaji besar kerja juga harus maksimal. Jangan mau gaji besar tapi kerjaannya tidur waktu rapat." Ucap Leo sarkas.

"Anjay pak, pak hati-hati ngomongnya. Nanti kena pasal lo." Hans yang paham apa maksud ucapan Leo hanya tertawa mendengarnya.

"Nggak papa, wong hukuman bisa dibeli. Uang saya banyak. Nggak takut saya. Dah Hans, malah nggak selesai-selesai ini nanti."

"Hahaha iya iya pak. Anggep aja itu tadi selingan buat capek kerja." Hans kembali membantu Leo untuk mengerjakan tugasnya.

Disisi lain, Elena tengah berada di rumah orang tua Leo. Miselia mama Leo mengajak Elena untuk membuat masakan yang Leo suka. Leo yang jarang pulang ke rumah tidak tau jika Elena sedang bersama mamanya sekarang. Dapur yang cukup amat luas, dua wanita itu beperang dengan alat dapur dan bahan dapur yang sudah tersedia.

Saat itu juga, asisten rumah tangga tidak ada yang berada di dapur. Miselia meminta mereka untuk mengerjakan pekerjaannya yang lain. Ia ingin bersama calon menantunya untuk berdua saja ketika memasak.

"Ma, Mas Leo ada alergi makanan nggak?" Tanya Elena sambil mengupas bawang bombay.

"Iya ada pastinya sayang. Masmu nggak bisa makan seafood. Semua jenis seafood Leo nggak suka. Pernah sekali ya, dia ikut acara pernikahn rekan bisnis kakek Erick. Disitu ada makanan ayam balado kan, ya Leo kira just chicken. Tapi ada potongan udang kecil-kecil di dalamnya. Ya baru sesuap, badannya merah-merah langsung pingsan saat itu juga." Jelas Miselia sambil memotong sayur wortel.

"Separah itu ya ma alerginya Mas Leo."

"Iya sayang. Mangkanya mulai dari itu, mama buatin sayur terus. Sesekali ayam atau daging. Kasihan kalau Leo udah salah makanan. Diluar dia kelihatan perfect, tapi dia juga kelemahan sendiri. Cabcai, ayam kecap sama telur gulung ini kesukaan Leo. Kalau nanti kamu udah masak ini. Udahlah Leo nggak bakal sekali doang makannya."

Elena tersenyum mendengarkan penjelasan mama Leo. Ia harus paham mana yang Leo suka dan mana yang nggak Leo suka. Mereka sepakat untuk tidak mempercepat pernikahan, karena Leo sendiri ingin mengenal banyak tentang Elena. Dan begitu sebaliknya.

"Hum udah siap masakannya."

"Ma, boleh nggak kalau Elena aja yang ke kantor Mas Leo? Elena mau main kesana sekalian bawain makanannya." Elena menatap Miselia lekat.

Mama Leo terdiam sejenak. Lalu bibir manisnya merekah. "Iya sayang nggak papa. Tapi biarin sopir mama yang nganter kamu kesana ya. Mama nggak mau kamu naik taksi atau sejenisnya."

"Apa nggak ngerepotin ma?" Tanya Elena.

"Ngerepotin apa sayang kamu ini. Kamu calon menantu mama. Kamu udah seperti putri mama sendiri. Udah kamu siap-siap dulu untuk pergi ke sana. Oh iya ruangan Leo di lantai paling atas. Ada lift khusus buat ke ruangan Leo. Kamu bisa naik itu."

"Iya ma."

Elena bergegas untuk pergi ke kantor Leo. Ia juga tidak bisa menolak ketika Mama Leo memintanya untuk pergi diantarkan sopor pribadi Mama Leo. Tinggal di Indonesia setelah dari Singapura juga baru masih beberapa tahun. Elena belum tahu juga dimana letak pasti kantor tempat Leonardo bekerja.

Setelah menempuh waktu 1 jam, Elena sampai di gedung pencakar langit tempat dimana Leo bekerja. Kantor tempat Leo kerja juga nggak jauh yang Elena pikirkan. Hanya saja jalanan di ibukota yang tidak jauh kata macet. Membuat Elena harus lama di jalan.

"Pak, bapak jangan nunggu saya. Saya nanti minta Mas Leo buat antarkan saya. Makasih ya pak udah ngantar saya sampai sini." Ucap Elena dengan sopan. Meskipun laki-laki tua itu hanya seorang sopir ia tetap menghormati orang yang lebih tua darinya.

"Iya nona sama-sama. Kalau gitu saya pamit dulu pulang ya nona." Pamit sopir prbadi Mama Leo.

"Iya pak."

Setelah mengucapkan terimakasih, Elena melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kantor Leo dengan membawa kotak yang berisi makanan untuk Leo. Ia sedikit merasa canggung untuk datang ke kantor Leo pertama kalinya. Bahkan sampai tiba di kantor Leo, Elena juga belum mengabari Leo jika ia datang.

"Maaf mbak, mau bertemu dengan siapa?" Tanya seorang wanita cantik yang mengenakan baju kantor berwarna abu-abu.

"Mau bertemu sama Pak Leo. Mau ngasih sesuatu ke dia. Lift buat ke ruangan Pak Leo dimana ya mbak?" Tanya Elena balik.

"Mbaknya baru datang tiba-tiba nanyain lift buat ke ruangan Pak Leo? Emang mbaknya siapa?" Wanita itu menatap Elena tak suka. Bahkan ia melihat penampilan Elena dari bawah ke atas.

Elena yang merasa diperhatikan, rasa risih tiba-tiba datang pada dirinya. Ia juga tidak tahu harus bagaimana untuk bisa ke ruangan Leo. Ia melihat wanita yang di depannya terlihat nggak begitu suka dengan kedatangan Elena. Apa karena penampilannya yang sangat jauh atau bahkan biasa saja sehingga dirinya dianggap remeh.

"Kalau mbaknya mau ketemu sama Pak Leo silahkan tunjukkan buktinya dulu. Kebetulan Pak Leo ada meeting dengan rekan bisnis dari Bandung. Silahkan tunggu disitu. Mumpung saya baik sama mbaknya, mbaknya bisa duduk di kursi situ. Saya hubungi sekretaris Pak Leo dulu. Oh ya atas nama mbak siapa ya?" Tanya wanita itu tak biasa.

"Elena." Jawab Elena.

"Oke mbak Elena. Silahkan tunggu dulu ! Jangan asal minta lift buat ke ruangan Pak Leo."

Elena yang tidak tahu apa-apa hanya bisa diam. Ia menuruti wanita resepsionis yang meminta untuk duduk di ruang tunggu dahulu. Elena berusaha menghubungi Leo tapi sama sekali tidak ada balasan dari calon suaminya tersebut.

Seorang laki-laki dengan balutan jas hitamnya mengantarkan rekan kerjanya setelah membahas bisnis yang mereka lakukan. Siapa lagi kalau bukan Leonardo penerus usaha dari keluarga Thomas. Ketika hampir sampai ke pintu masuk, mata elangnya menangkap seseorang yang hari-hari ini sudah masuk ke dalam hidupnya. Leo melihat Elena yang terlihat nampak kurang nyaman ketika duduk di kursi ruang tunggu yang sudah ada.

"Kenapa pak?" Tanya Hans ketika melihat raut wajah Leo yang tiba-tiba berubah.

"Calon istri saya duduk di ruang tunggu, Hans."

Tanpa memperdulikan Hans dan rekan bisnis saat itu, Leo mempercepat langkah kakinya untuk menghampiri Elena. Pikirannya kemana-kemana ketika melihat wanitanya harus duduk di ruang tunggu di kantornya.

"Elena sayang." Panggil Leo dan wanita yang dipanggilnya langsung mendongkakkan kepalanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status