Share

Bab 4

Dean berhenti mengotak-atik data si kucing saat balapan dimulai. Informasi yang didapat dari kucing ini hanya nama dan jenisnya saja. Bahkan umur kucing itu tidak tersedia di pusat datanya. Nama kucing ini adalah Liye, dan merupakan jenis kucing Tabby. Tidak ada nama akun yang terhubung, atau bahkan nama produser ANI hewan peliharaan yang biasanya tersedia sebagai informasi dasar produk ANI dari segala jenis.

Kerutan di dahi Dean menjadi semakin dalam akibat keanehan yang dirasakannya dari kucing Liye. Si kucing sendiri hanya memandang Dean dengan mata bulat besarnya. Liye mengeong dengan lembut dan mulai menyundul tangan Dean yang terdiam karena sedang berpikir keras.

Tiba-tiba suara tembakan terdengar, yang menandakan balapannya telah dimulai. Dean tersadar dari renungannya. Dean langsung lari ke tempat bandar balapannya. Disana penonton dapat melihat pergerakan umum dari pembalap di layar besar, dan pergerakan masing-masing individu di layar kecil yang bertebaran di sekitar layar utama. Penonton pun sudah mulai membandingkan nomor urut andalan mereka.

“Kamu bertaruh di nomor mana?” penonton berbaju ungu bertanya ke penonton di sebelahnya.

“Aku tetep coba mau bertaruh ke temanku sendiri, walaupun sepertinya dia akan kalah, tapi aku juga hanya mengeluarkan taruhan yang kecil” penonton kedua yang memakai baju merah terkekeh kecil.

“Aku mau bertaruh dengan nomor urut Anji, kemaren dia berhasil memiliki waktu yg sejajar dengan Arun, mungkin kali ini dia akan menang dengan mobil barunya.” lanjut penonton berbaju ungu.

“Anji sehebat itu?” penonton berbaju merah membelalakkan matanya.

“Coba aja liat, nanti kamu akan tau sendiri, perbedaan mobil itu sangat mempengaruhi balapan.” jawab penonton berbaju ungu sambil menyeringai lebar.

Dean mencari layar yang berisi nomor urut Arun dan melihat Arun yang sedang berkonsentrasi tinggi. Matanya berbinar terang dan bibirnya membentuk senyuman lebar. Dean merasa Arun akan benar-benar menang hari ini. Janjinya untuk mentraktir ke taman bermain pasti bisa di negosiasi dengan lancar. Dean ikut tersenyum lebar karenanya.

Jalur pertama adalah tikungan maut yang biasa menjadi momok para pembalap di sektor 156. Dean menunggu dengan jantung yang berdebar kencang. Beberapa mobil di depan Arun telah lama hilang kendali, keluar dari jalan utama, Arun mulai mencapai tikungan. Tiba-tiba ada mobil di sebelah mobil Arun yang menyalipnya kemudian melakukan manuver di tikungan itu dengan kecepatan yang tidak terduga.

“Itu mobil siapa?!” seru Dean.

Sayangnya mobil tersebut tidak terkendali dengan baik. Roda kiri dari mobil itu keluar dari jalan utama, dan memperlambat kecepatan mobil itu. Arun yang dengan mudah membelok di tikungan itu bisa menyalip mobil didepannya. Untung saja Arun tidak buyar konsentrasinya akibat mobil tadi. Dean menepukkan tangannya dengan kencang melihat temannya berhasil menjadi yang pertama dalam tikungan maut itu.

“Anji masih kalah sama Arun.” penonton baju merah menyalahkan si ungu..

“Tunggu saja,” sahut penonton baju ungu dengan nada santai.

Dean menyadari dari pembicaraan dari dua orang di depannya bahwa mobil yang gagal untuk menyalip Arun adalah mobil Anji. Mobil Anji bergerak dengan aneh. Pada tikungan, mobilnya dapat bergerak dengan sangat cepat seperti tidak mengerem sama sekali. Ini pertama kalinya Dean melihat hal seperti itu. Pantas saja Anji sangat percaya diri akan menang dari Arun. ternyata dia punya senjata rahasia seperti ini.

“Liat aja, Anji pasti menang dari Arun.” Tiba-tiba ada suara orang memuji Anji dari sebelah kanan Dean dengan nada mencemooh. Dean agak kaget dibuatnya. Dari tadi dia hanya memperhatikan layar dan dua orang di depannya yang sedang berseteru tentang balapan ini.

Dean menoleh ke arah sumber suara. Kucing Liye juga ikut menoleh ke arah suara itu, melihat si pembicara dengan mata besarnya. Ternyata orang itu adalah konconya Anji. Dean lupa namanya. Dia berdiri di samping Dean bersama seorang wanita yang juga sering nongkrong bareng bersama Anji. Orang itu menyeringai ke arah Dean, seperti mencelanya.

“Apa katamu tadi?” kata Dean dengan sinis.

“Kamu budek ya? Otak bagian pendengaranmu rusak, ha?” jawabnya dengan nada mengejek, “Anji bakal menang, ngalahin si jelek Arun.” timpalnya lagi.

“Gak, Arun yang bakal menang!” seru Dean kepada konconya Anji. Mereka saling memandang dengan intense. Tidak ada teman yang mau mengalah dalam membela temannya. Mereka hampir saja bergelut menggunakan fisik mereka. Tapi tiba-tiba para penonton serentak terkesikap sambil menunjuk layar utama.

Beberapa saat yang lalu Arun dibuat kaget akibat mobil yang menyalipnya. Untung saja mobil itu tidak dapat bermanuver dengan mulus. Oleh karena itu Arun tetap dapat menjadi orang pertama yang melewati tikungan maut.

Jalur kedua merupakan lanjutan dari tikungan pertama. Jalur ini adalah jalan yang dipenuhi belokan-belokan tajam. Sekitarnya jalan itu adalah toko-toko yang sudah non aktif. Data yang membangunnya sudah tua dan sering terkena gangguan dari luar. Tembok-temboknya sudah terlihat transparan dan di sudut-sudutnya sudah terjadi degradasi data. Hal ini ditandai dengan bangun yang berbentuk kotak-kotak kecil yang berkerlap-kerlip dan berwarna pelangi. 

Mobil pembalap lain berada lumayan jauh dari Arun. Beberapa mobil bahkan ada yang sudah menabrak gedung-gedung yang berada di pinggir jalan. Gedung yang paling terkena imbasnya adalah gedung yang berada tepat didekat tikungan. Mungkin lebih baik gedung-gedung itu dihancurkan saja. Warna dan bentuknya sudah tidak terlihat lagi.

Sial, pikir Arun. Mobil yang tadi gagal menyalipnya ternyata mobil milik Anji. Tadi Arun tidak terlalu memperhatikan karena hal itu terjadi dengan sangat cepat. Dan Arun tidak terlalu memperhatikan detail mobil tadi. Sekarang, setelah mobil itu mengekor di belakang Arun, mau tidak mau Arun dapat selalu melihat mobil itu dari kamera belakang mobilnya.

Mobil itu dengan keras kepala mengikuti Arun.

Pada awalnya Anji tertinggal beberapa detik karena tidak bisa mengendalikan kecepatan mobilnya, dan kerap kali sebelah ban belakang mobilnya terjebak pembatas kecepatan dari daerah pejalan kaki. Setelah beberapa kali tikungan, Anji mulai memperbaiki metode berkendaranya, sehingga dia dapat cepat menyusul Arun.

Arun yang masih kesal dengan Anji tidak mengindahkan program yang dia susun sendiri untuk menghadapi medan balapan di sektor 156 ini. Arun mulai mempercepat lajunya. Anji yang melihat Arun lari dari terkamannya ikut mengakselerasi mobilnya.

Walaupun melalui banyak rintangan dengan salip-menyalip. Akhirnya mereka sampai di jalur ketiga yang melewati sektor 157. Jalur ini hampir sama dengan jalur pertama, yaitu jalur lurus tanpa belokan. Tetapi tantangan disini lebih besar, karena ada banyak gedung berpenghuni disini. Jika mereka menghancurkan fasilitas pribadi, mereka akan di denda oleh PPKM. Jadi biasanya pembalap dari sektor 156 selalu berhati-hati dalam berkendara.

Arun melihat sekitar, tidak ada orang-orang yang berjalan di bagian pejalan kaki. Arun menghela napas lega, dan dia pun langsung mengakselerasi kendaraannya agar bisa lepas dari Anji. Akan tetapi, Anji yang sudah capek akan kejar-kejaran ini memiliki niat lain.

Sebelum menyalip Arun, Anji menyenggol bemper belakang mobil Arun. Arun yang sedang tidak memperhatikan Anji akhirnya oleng, dan rodanya terjebak di daerah pejalan kaki. Tapi tidak hanya itu saja. Mobilnya Arun tiba-tiba terhentak dan berhenti karena menabrak benda keras.

Ternyata Arun menabrak lampu jalan rumah berpenghuni. Arun kaget dan keluar dari mobilnya, untuk melihat kerusakan yang telah ia lakukan. 

“Arun!” terdengar suara orang berteriak memanggil Arun dari seberang jalan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status