Share

Invasi Metaverse
Invasi Metaverse
Penulis: Angkasa Diana

Bab 1

“Dimana pelakunya?”

Lelaki berbadan tinggi, dengan kaki yang jenjang dan siluet yang tegas menghampiri dua opsir jaga yang sedang berdiskusi di pinggir jalan. Kedua opsir tersebut berdiri di sebelah mobil patrol yang masih menyiarkan bunyi siaga. Lampu kerlap-kerip berputar diatas mobil hitam putih tersebut. Mendengar suara lelaki itu, kedua opsir jaga itu langsung berbaris rapih, dan menegakkan tulang punggung mereka, sambil mengangkat tangan mereka diatas kepala untuk memberikan penghormatan.

“Siap, Laksamana! Terduga pelaku melarikan diri ke arah Sektor 157, sektor yang biasa menjadi tempat tinggal para ‘Gurem’. Diduga pelaku berkomplot dengan Gurem.” Opsir pertama memberikan laporannya dengan suara lantang.

“Pantas saja, Gurem soalnya.” Opsir kedua membisikkan opininya dengan suara lirih.

Mendengar pernyataan dari opsir kedua, Laksamana yang bernama Bayanaka itu, menoleh ke arahnya dan bergerak mendekat untuk melihat nama yang tersemat di seragam hitamnya. Opsir yang bersangkutan merasakan tekanan yang besar dari pandangan atasannya tersebut.

“Hati-hati kalau berbicara, Opsir Hajaah.” Bayanaka membisikan kata tersebut dengan nada berat dan air muka datar.

“Siap, Laksamana!” Opsir Hajaah berdiri sangat tegak sampai otot-ototnya terasa tegang. Dia tidak tahu kalau kata-katanya menyinggung Laksamana yang sangat dia segani itu. Hajaah merasa mata dan hidungnya mulai berair karena sadar dirinya telah mengecewakan Laksamana.

Bayanaka mengangkat tangan dan mengibaskan tangannya di depan wajahnya. Panel-panel transparan muncul di depannya. Kode-kode yang tercetak rapat dan padat bergulir cepat di depan matanya.

Horizon perkotaan terlihat kelabu walaupun kerlap kerlip iklan yang terpajang di gedung-gedung menerangi jalanan.

……..

Arun berjalan dengan santai ke arah mansion terbesar di daerah itu. Arun telah memarkir automobilnya di pinggir kebun bunga milik ibunya . Ia lalu mencoba mendobrak kode rumahnya dengan diam-diam. Tangannya dengan lincah menari diatas custom keyboard favoritnya. Matanya dipenuhi dengan Code APG 0.3 yang bergulir dengan cepat. Code APG 0.3 adalah kode keamanan yang paling populer saat ini. Arun merasakan adrenalinnya memuncak, lebih dari saat dia mengikuti balapan liar bersama temannya dari sektor 156.

Tidak, yang tadi hanyalah guyonan. Tentu saja balapan liar lebih memicu adrenalin daripada memecahkan kode yang membosankan ini. Code APG 0.3, sangat mirip dengan series kode sebelumnya Code APG 0.2. Arun hanya perlu membuat sedikit modifikasi pada virus buatannya yang dapat melumpuhkan Code APG 0.2, dan voila, Code APG 0.3 langsung bisa dilumpuhkan dalam beberapa milisekon. Kemudian Arun mengembalikan kustom keyboard favoritnya kedalam kotak inventaris.

Arun membuka pintu belakang rumahnya dan tidak lupa mengganti bajunya dengan baju yang lebih cocok untuk di rumah. Ia membuka personal komputer ‘Persokom’ miliknya dengan kibasan telapak tangannya. Berbagai macam jenis baju terpampang di layar pink transparan dari Persokom miliknya. Ia lalu memilih untuk mengganti baju pembalapnya yang ketat dengan baju tidur yang nyaman berpola flora. Baju yang Arun pakai langsung tergantikan dengan baju yang dia pilih. Animasi mosaik kubus mengelilingi Arun dan membentuk baju tidur flora.

Dengan wajah yang  berseri seakan telah memenangkan balapan, Arun berdiri dengan tangan dipinggang dan dagu ditengadahkan. Rambut coklat panjangnya yang bergelombang seakan tersibak angin. Tiba-tiba lampu diseluruh mansionnya menyala dan kegelapan yang menutupi kegiatan yang Arun lakukan tadi menjadi dilingkupi oleh cahaya. Arun dikagetkan oleh lampu yang tiba-tiba menyala, membuat kepalanya menjadi agak pusing dengan informasi baru yang mengalir ke otaknya.

“Arun.” Suara bass rendah menggema di seluruh ruangan. Mendengar suara itu, arun menjadi kaku dan keringat dingin mulai mengucur dari seluruh tubuhnya. Arun dengan gerakan yang sangat pelan, memutarkan tubuhnya ke arah sumber suara tersebut.

“Iya, Pa.” Arun menjawab dengan suara sekecil semut. Ayah Arun, Pak Dimas, memasang muka masam dan aura yang gelap.

“Kamu dari mana?” Pak Dimas mengintrogasi Arun dengan nada berat.

Arun mulai memainkan tangannya agar terdistraksi dari tekanan mental yang dikeluarkan dari Ayahnya,”Dari ikut konser sama temen, Pa.” Arun akhirnya menjawab dengan nada mantap walaupun masih dengan volum yang kecil.

“Konser apa?” Pak Dimas masih terus mengintrogasi Arun dengan bergeming dari tempat berdirinya.

“…..” Arun berpikir keras untuk menjawab pertanyaan ayahnya ini. Pasalnya, jelas karena dia tidak ikut konser. Arun hanya mendengar sekilas kalau di sektor 25 ada konser selama tiga malam dari temannya Wanda. Tapi, Arun lupa apakah konsernya itu dari band kesukaannya Wanda atau bukan. Wanda suka banyak band. ‘Stan’ sebutannya, Wanda nge-stan banyak band. Lalu kalau misalnya Arun salah menyebut nama band tersebut, bisa hancur semua rencana Arun untuk istirahat dengan damai.

“Band Night Alone, Pa” Arun akhirnya mendapatkan ilham dan dapat menjawab pertanyaan tadi dengan tegas. Arun teringat saat Wanda bercerita tentang Band yang dia suka. Band itu memiliki nama yang menyedihkan pikir Arun. Dan benar saja, lagu-lagu yang ditulis oleh Band Night Alone rata-rata merupakan lagu patah hati yang menyayat sampai ketulang. Arun sendiri lebih menyukai lagu-lagu yang menstimulasi adrenalin seperti lagu rock atau hip hop dengan rap yang cepat. Karena itu Arun tidak terlalu memberikan perhatian pada Band kesukaan temannya itu, apalagi Wanda baru mulai menyukai Band tersebut. Band baru yang sedang naik daun.

“Hmm….” dengung Pak Dimas sambil memeriksa Persokom-nya. Pak Dimas mengetik nama Band yang disebutkan oleh anak perempuan yang bandel ini dan mencari berita dari konser yang mungkin hanya fiktif semata. Dengan tidak terduga oleh Pak Dimas, ternyata benar malam ini ada konser dari Band Night Alone di sektor 30. Pak Dimas tidak menyangka Arun berkata jujur. Hati Pak Dimas jadi luluh karenanya, dan juga timbul sepercik rasa bersalah karena sudah sanksi terhadap anak perempuan satu-satunya ini.

“Ya sudah, sekarang kamu tidur yang cukup, agar otakmu bisa istirahat untuk membersihkan protein d459.” Pak Dimas menghampiri Arun dengan wajah yang menampilkan rasa khawatir dihatinya.

“Kamu tau kan garis keturunan keluarga ibumu itu memiliki gen yang rentan terkena dementia. Bisa-bisa kamu cepat masuk ke tempat panti jompo di dunia nyata. Arun jangan bandel, dengerin kata Papa, okay.” Pak Dimas menepuk pundak Arun dengan pelan dan lalu memeluk Arun singkat. Arun yang kaget karena perubahan dari Ayahnya yang tiba-tiba menyebabkan dirinya hanya bisa berdiri kaku, tidak tau mau berbuat apa.

“Iya Pa, Arun ngerti. Arun tidur dulu ya.” Arun yang merasa bersalah karena telah membohongi Ayahnya langsung mengambil langkah seribu ke arah port yang terhubung ke kamarnya di lantai 2. Arun berdiri di atas port tersebut dan langsung terteleportasi ke kamarnya. Arun memiliki akses langsung ke kamarnya, jika orang lain yang mencoba untuk teleportasi menggunakan port yang sama, maka mereka akan diteleportasi ke depan pintu kamar Arun.

Arun berbaring terlentang di tempat tidurnya membentuk seperti bintang laut. Ia menggesek-gesekkan tangan dan kakinya ke bedcovernya yang lembutnya suudah disimulasi ke level paling lembut selembut bulu anak kucing yang baru lahir. Arun mendesah lega dan mulai membuka Persokom-nya dan menjelajah di Internet dan mengecek akun sosial medianya sebelum rasa kantuk datang.

………

Automobil milik Arun yang tadi dia parkir di dekat taman bunga milik ibunya terlihat terlantar dan tak terurus, karena memang penampilan automobil itu hanyalah sebuah kamuflase dari wujud automobil Arun yang sesungguhnya. Di dalam automobil yang seharusnya kosong itu, tiba-tiba ada cahaya yang bersinar redup, sinarnya terlihat terputus-putus, kemudian hilang seperti tidak ada suatu yang janggal.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status