Share

Bab 3

“Dean!” sapa Arun sesampainya di arena balap. Sektor 156 telah menjadi arena balap liar sejak bertahun-tahun yang lalu. Sektor ini dibangun dekat dengan sektor 157, sektor yang menjadi tempat tinggalnya para Gurem. Di sektor 156 hanya tertinggal toko-toko kecil dan bangunan yang sudah tidak dirawat, dengan program yang sangat kuno. Bahkan ANI yang ada hanya berupa ANI awal dengan tampilan primer yang telah digunakan sejak lama. Pemilik toko yang lama mungkin sudah melupakan toko yang mereka bangun di sektor ini dan telah pindah ke sektor-sektor besar.

Arun sudah mengganti bajunya dengan gaya baju pembalap, overall ketat dengan desain yang pas di badan dan ramping juga dihiasi dengan warna favorit Arun, yaitu coklat dan merah. Arun menghampiri Dean sambil membawa kucing yang dia temui di dalam mobil balapnya tadi.

“Nih, kucing mu,” Arun dengan santainya menyerahkan kucing berwarna belang oren tersebut. Kucing itu menatap Dean dengan mata yang besar dan memelas. Ia menggosokkan kepala mungilnya ke tangan besar Dean. Dean seakan meleleh dibuatnya. Dean pun balik mengusap-usap kepala dan leher kucing itu dengan antusiasme yang tinggi.

“Eh, bentar,” Dean mengangkat kepalanya dan memandang Arun dengan wajah heran.”Aku gak punya kucing. Makan aja susah, gimana caranya aku bisa ngerawat kucing ANI?” Dean mengernyitkan dahinya tetapi sambil tetap mengelus si kucing.

“Loh, bukan punyamu? Trus kucing ini punya siapa?” Balas Arun dengan nada bingung,”Aku nemu dia di dalem mobil. Mobil yang ini yang aku pake balapan kemarin, jadinya kupikir ini kucing dari sini.” lanjut Arun.

Mulut dean terbuka lebar mendengar penjelasan Arun. Jika benar ini adalah kucing milik penduduk sekitar sini, tapi belum tentu kucingnya adalah milik Dean. Dean tidak mengerti dengan logikanya Arun.

“Bisa jadi kucingnya menyusup masuk waktu kamu pulang di rumah,” jelas Dean dengan skeptis. Kucing dengan program yang sukar ini tidak mungkin dimiliki oleh penduduk sektor ini. Apalagi sektor sebelah. Pramuniaga toko saja masih menggunakan sistem ANI yang lawas.

“Iya juga ya. Kamu pegang dulu deh, sambil coba periksa data dan atribut kucing ini. Siapa tau ini tuh kucing percobaan dari orang-orang Gurem. Mereka kan suka daur ulang program.” kata Arun kepada Dean sambil bersiap memakai helm kesayangannya.

Dean mulai mengotak-atik program dari kucing itu. Dia menemukan antarmuka pengguna dari ANI kucing ini setelah mengetuk kepala kucing itu tiga kali. Si kucing menapis tangan Dean dengan desisan marah. Dean meminta maaf kepada kucing itu sambil mengelus-elus bulu orennya yang lembut. Setelah suara dengkuran kucing terdengar, barulah Dean melanjutkan penyidikannya. 

Melihat Dean yang sedang serius mengutak-atik program ANI kucing, Arun kembali ke tujuan awalnya, yaitu balapan dengan Anji. Beberapa menit lagi waktu yang akan sampai waktu yang dijanjikan. Teman-temannya Anji sudah muncul di lapak seberang, tapi Anjinya sendiri belum muncul batang hidungnya, bahkan mobilnya pun belum datang. Arun menggerakkan kakinya dengan tidak sabar.

Semenit sebelum waktunya, suara knalpot mobil menggema dari ujung jalan menarik perhatian Arun. Ini pasti Anji, pikir Arun. Soalnya, tidak ada orang lain di metaverse yang menggunakan knalpot dengan bunyi-bunyian keras layaknya suara gajah sumatra seperti Anji. Arun mengedikkan ujung mulutnya ke arah datangnya suara bising itu.

Tidak diduga, ternyata Anji mengendarai mobil yang berbeda dari yang dia gunakan kemarin. Pasalnya, mobil yang kemarin saja baru digunakan Anji beberapa minggu. Kenapa sekarang sudah ganti lagi. Pasti Anji takut kalah dari Arun, sehingga membuatnya mengambil jalan ekstrim untuk mengalahkan Arun.

Arun sendiri tidak mempunyai ide yang mungkin bisa dikatakan cemerlang seperti Anji. Sebab mobil yang digunakan Arun adalah mobil yang dia program sendiri dari awal. Arun memiliki kebanggaan yang tinggi pada mobil kesayangannya ini.

Anji keluar dari mobilnya dan langsung mendaftarkan diri di balapan hari ini. Konconya Anji menunjuk ke arah Arun dan membisikkan sesuatu kepada Anji. Anji lalu menoleh ke arah Arun dan menunjukkan senyum khasnya yang sinis. Darah arun mengalir cepat dan urat-urat di kepalanya mulai muncul akibat tautan dari Anji itu.

Lihat saja, aku akan mengalahkan Anji, teriak Arun dalam hati.

Setiap pembalap yang hadir hari itu segera berjajar rapi sesuai nomor undian yang diberikan oleh panitia. Suasana sekitar menjadi sunyi, tidak ada satu pun suara dengung yang terdengar. Arun memeriksa lagi program mobilnya untuk terakhir kali. Di depan masing-masing pembalap terpampang antarmuka jam hitung mundur untuk memulai balapan. Bersamaan dengan detik menunjukkan angka nol, suara tembakan pistol terdengar di telinga setiap pembalap. Mereka langsung memulai balapannya dengan adrenalin tinggi. 

Arun duduk dengan tegap dan menyetir mobilnya menggunakan tuas kendali yang terletak pada dua sisi tempat duduk pengendara. Jalan yang lurus adalah jalur pertama dari balapan ini. Disinilah hampir setiap pemenang ditentukan. Jangan terkecoh dengan lurusnya dan lebarnya jalan ini, sebenarnya jalan itu merupakan turunan dengan derajat yang tidak dapat dilihat oleh kasat mata, tapi mempengaruhi kecepatan mobil pengendara. Di ujung turunan ini terdapat tikungan tajam, yang sering menjadi momok dari setiap pembalap di sektor 156 ini.

Dulu Arun juga menjadi korban dari tikungan maut itu. Arun mengira yang menjadi masalahnya adalah tikungan tajam yang tidak bisa terlihat arahnya. Ternyata yang menjadi masalah utama bukan itu saja, tetapi juga tingkat kecuraman dari turunan ini. Karena tidak terlalu terasa, pada umumnya pembalap disini akan terlena dan lupa mengendalikan kecepatan saat membelok. Sehingga saat mengerem untuk mengubah arah, mobil mereka akan menerima resisten yang tinggi yang mengakibatkan mobil mereka kehilangan kendali dan juga keluar jalan. Kecepatan mobil di tempat pejalan kaki berkurang dengan tajam dibandingkan kecepatan pada jalan utama. Maka mobil mereka akan kehilangan waktu yang berharga untuk menyusul pembalap lainnya. 

Disini perbedaan Arun dengan Anji terlihat. Mereka menjadi panutan dari pembalap lain karena berhasil menaklukkan tikungan maut yang sudah memupuskan mimpi dari pembalap di sektor 156 dengan akurasi yang tinggi. Arun sendiri tidak mengerti mengapa Anji, makhluk tukang pamer itu, bisa menyamai kemampuannya. Dulu Arun berlatih berulang-ulang dan mencatat kecepatan yang bisa digunakan untuk berbelok dengan selamat. Kemudian dia menganalisis data kecepatan yang didapat lalu membuat kisaran kecepatan yang memiliki potensial tinggi untuk berhasil. 

Sehabis itu Arun juga harus mengukur sudut saat membeloknya. Itu semua merupakan hal yang sangat menguras stamina dan membutuhkan tekad yang kuat. Setelah itu Arun membuat program yang digunakan di mobilnya. Ini bagian yang paling Arun sukai. Arun membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk menyelesaikan semua itu dengan sempurna. Karenanya Arun tidak percaya Anji bisa melakukan itu semua.

Tikungan maut yang mereka nantikan sudah didepan mata. Program yang Arun ciptakan mulai mengkalkulasi kecepatan dan derajat yang dibutuhkan untuk membelok di tikungan tersebut. Mobil di depan Arun satu persatu keluar dari jalan utama. Jantung Arun berdetak cepat menantikan kemenangannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status