Share

Episode 3

"Kenapa Annie tak bisa dihubungi?" Aku melempar topi sebagai pelampiasan.

Setelah kepergian Annie, aku berusaha sekencang mungkin mengejar mobil yang ia gunakan. Namun nihil. Bahkan sampai depan rumahnya pun tak kutemukan  keberadaannya di sana. Sepertinya ia langsung menuju ke lain tempat. Kuhubungi beberapa kali ponselnya, tapi selalu tidak aktif. Layar hologram di depanku hanya berkedip pelan, tak ada tanda akan tersambung. Aku mengutuki diri, mengapa aku tadi terlalu lama berpikir hingga kehilangan jejak sejauh itu? Ah bodoh, dasar pengecut!

Mencoba beberapa kali kegagalan, akhirnya kuputuskan untuk menanyakan langsung pada ayah Annie. Dia pasti tahu segalanya, terserah nanti akan kudapati jawaban atau tidak, yang terpenting sekarang aku harus mencari peluang. Ya, itulah keajaiban terakhir yang kubutuhkan. 

Ayah Annie menolak panggilan. Ia justru mengirimkan pesan singkat sebagai gantinya, menanyakan kebutuhanku.

Ayah Annie : Apa yang kau butuhkan, Ren? Maaf aku tak bisa mengangkat panggilanmu. Saat ini aku sedang bekerja.

Aku : Maaf ayah jika aku mengganggu. Namun, kepergian Annie tadi membuatku cemas, apakah ia bersamamu?

Ayah Annie : Ya, dia bersamaku.

Aku : Apakah ada sesuatu yang penting, Ayah? Hingga Annie harus pergi dengan cepat. Ia bilang akan menemuimu secepatnya. Apa yang akan kau lakukan kepadanya, Ayah? Aku mohon, beri aku alamatmu sekarang juga.

Ayah Annie : Maaf tidak bisa, Ren. Ini masalah keluarga. Sudahlah, aku harus bekerja. Kita bahas lain waktu saja.

Aku : Ayah aku mohon ....

Aku : Ayah, izinkan aku untuk bisa menghubunginya sebentar

Aku : Bagaimana aku tidak khawatir jika kau saja seperti menghalangiku untuk menghubunginya? Aku bisa saja sekarang mencari keberadaanmu, bukan hal yang sulit untukku. Lalu aku menjemput paksa Annie darimu. 

Ayah Annie : Nanti akan kutanyakan pada Annie apakah dia mau kauhubungi. 

Aku masih berusaha mengirimkan banyak sekali pesan pada ayah Annie, tapi nihil. Ia telah memutus semua perangkat komunikasi. Entah memang benar ia sedang sibuk bekerja, atau bisa saja memang dia sedang menyembunyikan Annie dariku. Namun, inilah kehebatanku. Sebagai pekerja di pasukan intelijen, tentu hal ini bukan masalah besar bagiku. Aku akan segera menemukan lokasi Annie, lalu menemukannya secepatnya. 

Sial, mereka telah menutup segala layanan lokasi. Hal ini tentu mempersulitku untuk menemukannya. Kucoba beberapa kali memantau semua jenis sistem perkomunikasian, juga melacak sedikit demi sedikit arah mobil Annie berada. Berhasil, dia berhasil kutemukan. 

Bodoh, ternyata ia sedang berada di tempat praktek pribadi ayahnya. Padahal setahuku dia sangat membenci tempat itu. Apa yang mereka lakukan di sana? Aku langsung memakai lagi jaketku, memungut topi yang kulempar tadi, dan secepat mungkin menuju tempat yang jaraknya lumayan jauh. Untungnya saat ini sudah banyak jalan yang sangat bagus untuk menghindari kendaraan lain, pun mobil di era ini sudah dilengkapi banyak fitur terbaru. 

Tiba.

Suasana lenggang, seperti tak ada seorang pun di dalam. Bahkan tak kulihat satu pun penjaga di luar.

Gedung dengan tinggi hanya 5 lantai itu sangat terlihat elegan untuk keperluan satu keluarga. Tak ada yang boleh memasuki gedung ini selain keluarga Annie, juga beberapa rekan ayah Annie yang telah mendapat perintah dari ayah Annie sendiri. Di gedung ini juga terdapat banyak para peneliti yang tentunya mereka adalah lulusan terbaik di bidang kedokteran pada setiap universitas. Mereka bekerja di bawah naungan gedung kecil ini.

Aku masih berada di dalam mobil, memikirkan cara agar bisa masuk ke dalam gedung. Bahkan ruangannya saja aku tak tahu. 

Aku mencari informasi dengan beberapa kali menggeser layar hologram di depanku. Baiklah, aku akan masuk sekarang juga, aku telah menemukan caranya. 

"Apa yang Anda perlukan, Tuan?" Salah satu penjaga bertanya setelah aku masuk melewati dua pintu. Sungguh aneh, bahkan di gerbang utama saja tak ada seorang pun penjaga. 

"Aku ingin menemui Annie."

"Siapa itu, Annie?" 

Hah, dasar bodoh. Apa dia benar-benar tak tahu tentang Annie, atau memang ia berpura-pura di hadapanku? Aku mendengus kesal, harus menjawab apa.

"Dia salah satu peneliti di sini, dan aku juga akan didaftarkan sebagai peneliti baru," ucapku asal.

"Baiklah, silakan masuk, Tuan. Ruang penelitian berada di sebelah kanan lantai dua."

Hah, apa-apaan lagi ini. Bahkan penjaganya pun langsung mempersilakan orang asing masuk hanya dengan alasan yang sangat dangkal? Sungguh di luar dugaan normalku. Bagaimana bisa, gedung yang sangat menyimpan banyak rahasia dan tempat dilakukannya praktek serta keperluan informasi keluarga dibiarkan terbuka begitu saja bagi orang baru?

Namun, tak ada banyak waktu untukku memikirkan itu semua. Aku harus segera mencari keberadaan Annie. Mulai dari memutari lantai paling bawah, bertanya pada banyak orang tentang Annie dan ayahnya, juga menerka sendiri arah yang akan kulewati. 

Anehnya, banyaknya orang di sini justru tak ada satu pun dari mereka yang mengenal Annie, apakah privasi keluarga ini benar-benar dijaga sebegitu ketatnya? Bahkan anak dari atasan mereka pun tak tahu, sungguh aneh.

Setengah jam berkeliling, aku masih belum menemukan keberadaan Annie. Aku memutuskan kembali menghubungi Annie yang masih berada di fase ketidakaktifannya. Berjalan ke rencana kedua, aku mulai menghubungi ayah Annie. Hasilnya nihil, mereka sama-sama tak bisa dihubungi.

Padahal aku sudah mencari di segala penjuru ruangan, tapi tetap tidak kutemui mereka. Apakah ada ruang rahasia di sini? Ah, tidak mungkin petaku tak bisa membacanya. Aku memutuskan keluar gedung, mencari cara lain.

"Maaf Tuan, apakah Anda yang bernama Rey?"

Aku mengangguk. 

Seorang pengaman yang tadi kutanya ternyata mengejarku. Aku keluar dari mobil. 

"Anda di tunggu Tuan besar di atas. Mari saya antar, Tuan."

Entah apa yang kupikirkan, aku langsung saja menurut padanya. 

Sangat aneh. Mengapa mereka mencoba menutupi akses lokasi, jika akhirnya mereka sendiri yang menyuruhku datang. Entahlah, yang kupikirkan sekarang adalah bagaimana cara agar aku bisa menemukan Annie, kekasihku.

Tiba di ruang lantai paling atas. Tempat ini sebelumnya pernah kumasuki tadi. Sama, tak ada apa-apa. 

"Tunggu di sini, Tuan. Nanti akan ada yang menjemput Tuan. Saya permisi dulu." Dia menganggukan kepalanya sopan.

Tiga menit menunggu, datang seorang dengan seragan praktek khasnya. Sepertinya dia bawahan di sini. Tanpa kata, ia langsung melambaikan tangannya menyuruhku mengikuti. Aku menurut.

Benar saja, ternyata ada ruangan di dalam ruangan, ini ruang rahasia yang sebelumnya tak sempat kutebak. Di dalam sana masih ada sebuah pintu yang tertutup rapat, tapi aku tak diizinkan masuk. Aku hanya diperbolehkan duduk di meja tunggu. 

"Tunggulah di sini hingga Tuan besar datang. Sekitar 10 menit lagi ia akan menemuimu."

"Baiklah, terima kasih," ucapku siaga.

Bagaimanapun juga aku harus tetap bersiaga. Siapa tahu ada jebakan yang mereka pasang di sini. Buktinya mereka dengan mudahnya malah mempersilakanku masuk dan menemui ayah Annie. Anehnya, mereka menganggapku ingin menemui tuan mereka. Padahal itu jelas salah. Aku sama sekali tak mencarinya. Sayangnya mereka sama sekali tak mengenal Annie. 

Ruang ini tak terdapat apa-apa, hanya sebuah meja dengan dua kursi yang saling berhadapan. Yaitu kursi yang sedang kududuki. Sedangakan tadi aku melewati pintu yang sama persis seperti tembok. Mereka sangat pintar memanipulasi tempat. Hingga menggunakan teknik kuno yang sama sekali tak pernah ada di pikiranku. 

"Selamat sore, Tuan muda Ren." Suara berat khas yang tiba-tiba membuyarkan lamunanku. Dia tersenyum ramah.

Banyak peluh di dahinya, ia juga menggunakan seragam prakteknya. Ternyata memang benar ia sedang sibuk bekerja.

Aku membalasnya dengan senyum tipis.

 

"Sabar dulu, Ren. Aku tahu apa yang akan kau tanyakan. Namun, dengarlah dulu perkataanku. Aku sama sekali tak pernah mengada-ada, Ren." Dia berhenti sejenak.

"Di mana Annie, Ayah," jawabku tak sabar.

"Dia bersamaku. Dia aman, kau jangan terlalu mengkhawatirkannya. Hanya saja dia berpesan untuk tak menemuimu, begitu pun juga tadi saat aku menawarkan untuk menghubungimu."

Aku diam tanpa ekspresi, dasar pembohong.

"Kau tak perlu berpura-pura. Cepat katakan yang sebenarnya, Ayah." Kali ini aku sama sekali tak bisa memendam emosi.

"Bukankah sudah kukatakan tadi? Buat apa aku bohong? Hahaha.... Lihatlah benda di tanganku, dia yang berpesan padaku untuk memberimu ini."

Sepucuk surat dari kertas disodorkan ayah untukku. Aku diam, masih tak menerima. Jika dari tampilannya saja bisa ditebak kalau ini memang ide Annie. Karena hanya dia yang masih mencintai tradisi zaman dulu. Ayah meletakkan surat itu di atas meja. 

"Aku tak punya banyak waktu untuk menemanimu, Ren. Pulanglah, jika kau tak ingin membuat kekasihnu itu kecewa. Kau bisa datang kembali esok atau kapan pun yang kau mau, aku bisa membantumu menceritakan semuanya. Bahkan sesuatu yang Annie sendiri tak tahu. Aku sangat percaya padamu, kau anak yang jenius untuk masalah teknologi. Kau pasti bisa memahaminya nanti. Aku harus masuk ke ruangan lagi, Ren. Hati-hati di jalan."

"Ayah, tunggu!" 

Aku berlari menyusulnya. Kalah cepat. Dia telah menutup dan menguncinya dari dalam. 

Kugenggam dengan sangat erat surat yang Annie berikan. Aku belum membacanya, tapi kutahu isi surat itu. Tak bisa berbuat, ini keputusan Annie sendiri. Aku bisa melihatnya besok. Setidaknya aku tahu kalau ayah sebenarnya adalah orang yang baik, apalagi untuk keselamatan putri semata wayangnya. Aku memutuskan kembali ke rumah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status