Share

Episode 2

Ruangan berukuran sekitar 5x5 meter. Terdapat beberapa peralatan yang sudah familier di hidupku. Beberapa peralatan penjalan sistem komputer, juga pengubah susunan struktur tubuh asli manusia dengan beberapa imbuhan sistem komputer. Ruangan ini adalah ruangan khusus yang didesain dengan sangat akurat. Tembok bercat putih kebiruan dengan pelapis keamanan sudah dari awal berdiri dengan tegak.

Selain itu, terdapat juga ranjang kecil yang dilengkapi dengan peralatan canggih yang aku pun tak tahu apa namanya. Namun, setahuku di sanalah tempat praktek yang sesungguhnya. Ini ruangan ayahku, ruang utama yang ia gunakan untuk melaksanakan tugasnya. Sebenarnya bukan lagi tugas, karena ia sendiri yang terkadang memaksa orang lain yang justru bertugas padanya. 

Aku duduk di hadapan ayah, hanya terpisah meja kecil. Ayah memainkan pulpennya dengan lihai, sepertinya ia sedang berpikir. 

"Apakah kau sudah siap, Annie?" Ayah menatapku, memastikan keadaan.

Aku hanya mengangguk gugup, sedikit memalingkan muka. Ya, memang benar. Aku sangat membenci ayah, bahkan sejak dulu saat aku mulai mengerti semua pekerjaan busuk ayah. Sejak umurku menginjak 15 tahun, aku telah mengerti semuanya, berkat pengintaianku, juga berkat informasi yang kucari tahu dari para pekerja di kantor ayah. Namun bagaimana lagi, aku sudah tidak memiliki seorang pun yang bisa melindungi diri ini. Ibuku telah meninggal ketika umurku masih menginjak usia 5 tahun. Bahkan aku belum bisa mengingat dengan jelas semua kejadian saat itu. Namun, berdasarkan informasi yang kudapatkan dari Rey, ibu meninggal karena ayah juga. Sebenarnya aku tahu, kalau Rey mengetahui tentang kisah ini lebih detail, hanya saja dia sangat mengkhawatirkanku akan melakukan hal yang mustahil untuk ayah. Padahal sangat jelas itu tidak mungkin terjadi.

Ayah adalah pemilik kukuasaan tertinggi. Bahkan ia telah memiliki kekuatan yang didesainnya sendiri. Sayangnya, aku tak sedikit pun ingin mengetahuinya. 

Ren, dia adalah satu-satunya orang yang melindungiku selama ini. Dia yang selalu mengertikanku. Walau begitu ia tak pernah menentang ayah. Biasanya ia selalu mengutamakan tingkah laku baiknya dengan ayah, jika mereka beradu argumen, mereka bisa membahasnya dengan santai. Mereka terlihat sangat cocok, walau sebenarnya jelas Ren lebih mendukungku. Bahkan saat Ren harus melawan ayah, ia tak pernah menunjukkan nada tingginya, semua hanya ia katakan dengan baik, lalu menunduk mendengarkan.

Beberapa kali ia juga mengomunikasikan padaku bahwa ayah sebenarnya baik, memiliki niatan baik untuk membantu manusia. Namun tidak denganku, bagiku semua hanya akal-akalan ayah agar memiliki penghasilan besar. 

"Apa yang kau pikirkan, Annie?" Ayah tampak mulai emosi.

Aku hanya diam, tetap memalingkan muka.

Terasa sangat muak saat ini untuk melihat wajah ayah yang membuat emosiku bertambah parah. Seorang ayah yang kebanyakan orang bilang bahwa ia adalah pahlawan keluarga, seorang yang pasti sangat menyayangi keluarganya, menyayangi anak perempuannya, bahkan akan sangat melindunginya dari bahaya apapun, kini ia malah bersiap dengan entengnya mengorbankan kembali anggota keluarganya? Apakah ada, ayah yang bersikap seperti itu? Ia akan menjadikanku bahan percobaannya, setelah beberapa tahun yang lalu telah ia lakukan pada ibu, dan hasilnya gagal.

Apakah ada seorang ayah yang sekejam itu pada anaknya sendiri? Aku tak habis pikir, mungkin dia bukan manusia. Otaknya hanya terisi oleh susunan bahasa komputer dan ilmu-ilmu teknologi maju. Semua ia lakukan demi kesenangannya, demi jabatan, juga demi sanjungan pada orang-orang yang menurutku sangat bodoh.

"Annie!" Ayah menatapku geram, tangannya terkepal di meja. 

Aku hanya mendengus kesal.

"Kau sendiri yang sudah memutuskan berada di ruangan ini, Annie. Kau sendiri yang menyetujui semua rencana terbaik kita, apakah saat ini kau ingin menggugurkan impian ibumu? Kau lupa, hah?"

"Impian ibu kau kata? Heh, tolong jangan sebut nama ibu di sini. Apalagi sampai ayah tega menuduhnya dengan alasan yang sangat tak masuk akal. Demi apa, Ayah? Agar aku bisa mengikuti kemauanmu? Agar aku mengikuti semua ide gilamu?" Aku menatapnya berapi.

"Tolonglah, Annie. Keadaan sekarang sudah terlampau sulit dan kau jangan menambah sulit keadaan dengan mengikuti kemauan kerasmu yang sama sekali tak berguna. Dengarkan ayah baik-baik dulu, Nak. Dengarkan semua, dengarkan jika kau ingin mengerti mengapa ayah melakukan ini padamu. Juga ibumu, aku tak pernah omong kosong dengan keinginannya dulu. Dia yang berkata dengan sangat mantap, bahwa ia menginginkanmu menjadi ..."

"Diam, Ayah!" Aku menjerit lantang.

Ayah hanya diam, terlihat garis kecewa di matanya. Pertama kali dalam hidupku, aku membentak ayah. Memang tak pernah diajarkan oleh kedua orang tuaku untuk bisa membentak orang-orang yang telah berjasa bagiku. Namun, aku sendiri tak tahu, kata itu terlepas begitu saja dari mulutku. Aku menunduk, menyadari kesalahan.

"Keluarlah, jika kau tak ingin berada di sini. Lupakan semua kerja kerasku beberapa tahun terakhir, lupakan semuanya, Annie." Ayah berkata memelas.

Entahlah apa yang ada di pikirannya saat ini, sikapnya berubah seratus persen dari biasanya. Justru hal seperti inilah yang membuatku semakin merasa tertekan.

"Lakukan sekarang juga," ucapku mantap.

Ayah memandangku lamat, "Apa yang kau bilang barusan, Nak?"

Aku hanya diam, melangkah ke tempat praktek ayah, memposisikan diri di sana. Beberapa butir air mataku menetes. Aku tak tahu apa yang akan terjadi pada tubuh ini selanjutnya. Mungkin nanti tak bisa mengendalikan tubuhku lagi. Jelaslah, setelah ini aku bukan lagi manusia. Aku adalah Cyborg!

Ren, maafkan aku .... Mulai sekarang aku bukan lagi kekasihmu. Aku sama sekali tak pantas bersanding di sisimu lagi. Lebih baik aku pergi. Pertemuan tadi, biarlah menjadi waktu terakhir kita. Aku sangat mencintaimu, Ren.

Setelah ini, bisa saja aku sudah lupa dengan kehidupan asliku, denganmu, juga dengan mimpi kita. Aku akan pergi jauh sesuai perjanjianku pada ayah, aku tak ingin melihatmu lagi. 

Aku langsung menghapus air mata, saat ayah perlahan mendekatiku. Tampak dengan jelas jas kebesarannya dengan anggun bertengger di badan sosok jenius itu.

Kuakui, sebenarnya ayah adalah orang yang memiliki pemikiran sangat baik. Semua keperluan kesehatan masyarakat ia desain sendiri dengan melakukan percobaan berkali-kali. Ibu juga pernah mengatakan dulu, kalau ia bangga memiliki ayah, memiliki suami yang bisa berguna bagi orang banyak. Namun, mengapa aku tak merasakan seperti itu? Sama sekali tak ada rasa bangga di hatiku. Semua telah tertutup dengan rasa benci.

"Apakah kau benar-benar yakin, Annie? Barusan Ren menghubungiku, dia ingin berbicara padamu sebentar. Sepertinya ia sedikit sudah bisa membaca rencana kita. Apa yang akan kau lakukan? Aku takkan memaksamu untuk bersama rencanaku lagi." Ia tersenyum licik.

"Lakukan sekarang juga. Jangan sampai rahasia kita bocor dan dia mengetahuinya." 

"Apakah kau tak mau mendengarkan penjelasanku dulu? Kau akan tetap menjadi manusia, Annie. Semua tak seperti yang kau pikirkan. Aku sudah memikirkan ini berpuluh-puluh tahun. Setidaknya kau harus tahu dulu apa alasanku melakukan ini padamu."

"Tidak perlu, Ayah. Aku percaya padamu," ujarku sedikit tak percaya.

"Baiklah, persiapkan dirimu. Proses ini memerlukan waktu yang sangat lama. Nanti juga akan ada beberapa rekanku yang siap membantu kita. Aku janji, setelah ini, kau masih menjadi layaknya manusia. Hanya saja kau menjadi manusia yang luar biasa." Ayah tersenyum mantap.

Aku hanya diam. 

Beberapa rekan ayah telah memasuki ruangan dan tengah mempersiapkan segalanya. 

Mereka mulai memasangakan banyak alat di tubuhku, termasuk di kepalaku. Kepalaku tiba-tiba terasa sedikit pusing, tubuhku lemas. Mungkin aku terlalu berpikir negatif. 

Aku selalu membayangkan wajah Ren yang sejuk, juga senyumnya yang selalu bisa membuatku kebih baik. Aku sudah tak bisa meneteskan air mata, segala emosi telah bercampur aduk saat ini.

Ayah memimpin rekannya dengan sangat baik. Itu hal yang terakhur kulihat, sebelum akhirnya aku memejamkan mata. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status