Share

Episode 6

Aku tak tahu dengan keadaan apa yang tengah terjadi saat ini. Tubuhku seakan ditimpa beban sangat berat, apalagi bagian kepala. Seperti ada sesuatu yang akan meledak di dalam kepalaku. Entah sudah berapa hari, aku masih memejamkan mata. Tak tahu dengan keadaan sekitar. Apakah aku masih berada di dunia? Apakah aku masih hidup?

Tidak-tidak, aku memang masih hidup. Aku masih sedikit bisa mendengar suara-suara di sekitar. Bisa mengenal waktu pagi, siang, dan malam. Itu juga berkat percakapan orang di sekitarku, juga suara denting jam khas kota kami. 

Kondisiku saat ini sangat lemah. Jika diukur, mungkin detak jantungku hampir saja menghilang. Sebenarnya apa yang orang-orang pintar ini lakukan pada tubuhku? Apakah mereka sengaja ingin membuatku mati?

Ayah? Bukankah terakhir kali aku melihatnya, ia tengah tersenyum padaku? Apakah dia sudah bangga denganku? Apakah dia sudah tak lagi membenciku? Tidak, aku salah. Ayah tak pernah membenciku, hanya saja aku yang sangat membencinya. Dengan alasan apa aku membencinya? Kenapa ingatanku seakan menghilang begini? Kenapa setiap kali membahas sesuatu aku harus memikirkannya dengan baik dulu? Apa ayah memberiku obat agar aku menjadi anak bodoh? Lah, bukannya ia selalu mengatakanku sebagai anak bodoh, jika aku selalu menolak permintaannya?

Eh, bukankah ayah pernah mengatakan kalau saat ini ibu sudah senang karena aku mau menuruti permintaannya? Seperti apa ya wajah ibu? Apakah dia cantik seperti ibu-ibu lain di dunia? Aku sangat merindukanmu, bu ....

Satu lagi manusia yang harusnya kuingat. Bukankah aku meniliki orang spesial selain mereka? 

Siapa ya dia? 

Aku masih saja memikirkan orang itu. Sayangnya semakin kugunakan berpikir, tubuhku semakin melemah. Alhasil, aku telah melupakan segalanya. Bahkan otakku seakan berhenti bekerja. 

Tiba-tiba aku merasakan ada sesuatu yang memasuki tubuh. Seketika, aliran darahku mengencang. Darahku memanas. Suhu tubuhku meningkat drastis. 

"Bagaimana ini, Dok? Tubuhnya sangat panas." Salah satu perawat mengabarkan dengan sangat panik.

"Biarkan sejenak, lalu kita teruskan ke langkah selanjutnya." Sang dokter berkata mantap.

"Tidak, jika kita memaksanya untuk terus melanjutkan langkah, tubuhnya bisa tidak kuat. Aku sangat tidak menyetujui itu." Salah satu rekan dokter berkata dengan cemas.

"Dia akan tetap kuat." 

"Tidak. Setiap manusia memiliki batasnya masing-masing. Aku mohon Hans, jangan kau korbankan lagi manusia tak bersalah hanya untuk bahan uji cobamu saja."

"Apa yang kau katakan? Kau menyalahkanku? Apakah kalian di sini mulai tidak mempercayaiku, hah?" 

"Bukan begitu, maksudku ..."

"Apa maksudmu? Kalian yang tidak setuju dengan perintahku, silakan jika mau keluar. Aku sama sekali tak memaksa kalian berada di sini. Aku bisa bekerja sendiri, aku tak membutuhkan dokter yang penakut seperti kalian!" 

"Dia anakmu, Hans. Tolonglah, kau harus mengerti. Apakah aku harus berteriak, mengatakan pada semua orang, bahwa bahan uji cobamu kali ini adalah anakmu sendiri, hah? Kau keterlaluan!" Rekan dokter lainnya menimpali.

Suasana seketika menjadi lenggang. 

Dokter dan perawat yang ada di ruangan itu saling pandang. Mereka sama sekali tak tahu sebelumnya akan berita ini. Anak? Mengapa orang yang selama ini mereka hormati, mereka sanjung, ternyata malah memiliki pemikiran sangat rusak seperti ini? 

Dokter Hans menatap sang pembuka rahasia sangat kejam. 

Dia adalah adik dari Hans, tentu dia mengetahui semua tentang keluarga, maupun semua asal usul Hans. Dia hanya tak rela sang keponakannya akan dijadikan korban layaknya kakak iparnya dulu.

"Justru karena dia anakku, maka biarkan aku yang memutuskan. Apakah aku merugikan kalian? Tidak, sama sekali tidak." 

"Buang semua egomu itu, Hans. Dia anakmu. Lihatlah kondisinya saat ini, sudah 3 hari kau mematikan semua sistem dan mengganti-ganti semaumu. Kau memang bodoh!"

"Diam kau!"

"Kali ini aku tak akan tinggal diam, Hans." 

Dia langsung mendekat ke ranjang praktek. Namun, dengan segera sang kakak memutus jalannya. 

"Kita lihat kelanjutannya, aku tak akan pernah menyakiti bidadari kecilku, Frans."

Frans menatap kakanya, mencari kebohongan. Namun, nihil. Tak ada kebohongan yang ia temukan. 

"Dia anakku, dia juga yang memiliki garis tepat untuk bisa kurubah menjadi sesuatu yang sangat mengagumkan. Aku tak mungkin melampaui batas. Lima tahun sudah kulakukan berbagai penelitian. Banyak mahasiswa berprestasi kuminta untuk membantu meneliti, juga kalian?

"Kalian pikir aku main-main untuk hal ini? Sama sekali tidak. Lima tahun, aku mencari jawaban. Lima tahun waktu tidurku terkuras, hanya untuk memikirkan keselamatannya. Dia memiliki sesuatu yang khusus. Dia memiliki sesuatu yang harus kurubah. Kalian belum mengetahuinya, tak ada yang mengetahuinya. Selain aku dan istriku. Bahkan dia sendiri yang memohon padaku untuk melakukan ini, kau tahu itu, Frans?" 

Frans hanya diam. Menunduk.

"Bersabarlah sebentar. Proses ini akan segera selesai. Kumohon, jangan ada apa pun yang menghalangi jalan proses terakhir ini. Justru dengan kalian mengotot ingin menyelamatkannya, kalian malah bisa membunuhnya. Aku mohon, janganlah kalian bertindak sok menjadi pahlawan yang akhirnya malah menjadi tokoh paling anarkis, kejam. Kalian hanya dibutakan oleh keinginan yang dikendalaikan oleh nafsu. Bukan dengan akal, gunakan ini." Dokter Hans menunjuk kepalanya.

Aku mendengar sedikit, sangat sedikit kata yang mereka ucap. Apa yang sedang mereka bicarakan di sana? Mengapa mereka seakan mempeributkan sesuatu? Bukankah dari tadi mereka sangat akur, bahkan nyaris tak bersuara?

Satu kata yang kudengar dengan jelas adalah bidadari kecil. Entahlah, mengapa mendengar kata itu membuatku menjadi kuat. Padahal belum tentu juga aku mendengar dengan benar. 

Arrg, tubuhku semakin memanas. Nafasku mulai tersengal. Bertambah sesak dadaku, seketika otakku juga tambah mengencang. Apa yang terjadi pada tubuhku?

"Beri penanganan, segera!" Sang dokter memerintah langsung disambut gerakan oleh para bawahannya.

Dokter di sini berbeda jauh dengan apa yang ada di dunia perdokteran nyata. Khusus gedung ini, juga para anggota pekerjanya. 

Di dunia biasa, mereka lebih sering disebut ilmuwan dari pada dokter. Hanya saja, mereka memang membuka instansi untuk membantu seseorang yang memerlukan sesuatu khusus. Misalnya, ada warga yang harus kehilangan tangannya, maka ayah dan anggotanyalah yang bersedia membantu dengan memodifikasi tangan pasien tersebut. Mereka bahkan bisa saja menambah sesuatu yang tak dimiliki manusia biasa. Itulah mengapa ayah sering disebut dengan pahlawan Cyborg. Artinya, dialah yang telah membuat manusia memiliki sistem perobotan dalam tubuhnya. 

Aku tak pernah bangga dengan prestasi ayah. Juga dengan usaha dan hasil yang telah ayah miliki. Semua pemikiran ayah berbanding terbalik dengan hal yang selama ini kusukai. Aku sebagai pecinta budaya dan kehidupan tempo dulu, merasa bahwa semua malah merusak kehidupan asli manusia. Maka dari itu, aku bahkan membenci semua pemikir kehidupan modern. Eh, apa aku yang salah dan terlalu over dalam berpendapat? Bahkan Ren saja tidak pernah menyetujui pemikiranku. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status