Share

I'M Not Your Barbie Girl
I'M Not Your Barbie Girl
Author: LOVELY LUNA

Part 1. Just A Good Samaritan 1

Aku mengerjab merasakan cahaya matahari yang masuk ke mataku. Dan kepalaku sakit! Aku Charlotte Blaine, 32 tahun, hangover, in middle of somewhere! Fuck!

"Shit! Dimana aku... " Sebuah selimut menutup badanku. Dan memakai sebuah t-shirt putih besar. Baju pria?! Hot-pant ku masih yang kupakai semalam. Did I have sex last night? Aku mengedarkan pandanganku ke kamar ini. Ini kamar presidential suite besar, ini jelas masih di Monaco Beach, tapi ini bukan kamarku, kamar siapa?

My Godness, terakhir ku ingat adalah aku masuk dan minum sendirian, merasa sedih di bar pinggir pantai hotel ini, dan kemudian tampaknya seseorang bicara padaku. Tapi aku bahkan tak ingat wajahnya. Dan sekarang aku berada entah dimana dengan memakai baju seorang pria! Celana jeans pendekku masih ada, lingerieku masih ada, apa pria ini yang memakaikannya. Shit! Ini gara-gara Joshua Baldwin sialan itu! Dia harus membayar ini.

Tasku? Aku membawa tas dan ponselku. Aku mengedarkan pandangan ke sekitar ruangan dan mendapatkan tas selempangku ada di sofa putih di ruangan depan.

Aku melangkah turun dari ranjang besar itu. Sepatuku tergeletak dibawah kakiku, baru dua langkah aku melangkah. Seseorang pria tiba-tiba dengan jubah mandi muncul dari pintu bagian dalam. Aku berteriak kaget dan dia juga mundur selangkah karena teriakanku.

"Hei, kau sudah bangun?" Dia bertanya sambil mengeringkan rambutnya sementara aku masih berusaha keras mengumpulkan ingatanku.

"Kau siapa?" Pria berambut coklat gelap pendek yang masih basah itu tersenyum kecil. Dia tampan, mata abu-abunya menghipnotis dan posturnya bagus. Walaupun begitu, sialnya aku bahkan masih tidak ingat siapa dia. Apa aku sudah tidur dengannya?! Aku dikamarnya, bajuku adalah bajunya dan dia mandi! Sial,sial dan sial!

"Kau tidak ingat siapa aku? Kau tidur di ranjangku?" Dia menyeringai lebar sambil melipat tangannya dan bersender di dinding. Aku benar-benar bodoh, menyumpah didalam hati ini tak akan menyelesaikan masalahku.

"Apa kita... " Aku ingin bertanya apa kami melakukannya. Aku benar-benar kacau! Mukaku langsung panas.

"Bagaimana menurutmu?" Dia tertawa. Sial! Aku tak pernah tidur dengan orang asing yang bahkan aku tidak tahu namanya. Apa dia bersih? Bagaimana kalau dia punya penyakit menular. Kali ini aku benar-benar kacau.

"Duduklah, kepalamu sakit? Aku akan mengambilkanmu kopi. Itu akan menolong." Aku jelas berantakan, aku mabuk. Apa aku muntah disatu tempat. Aku mungkin melakukan unprotected sex. Ini jelas bencana! Walaupun dia tampaknya tak begitu buruk.

"Aku Ethan Brown, jika kau tak bisa mengingat namaku, Charlotte... " Dia maju ke depan meja dan menuangkan kopi dari mesin kopi. Aku duduk di kursi berseberangan, untunglah aku tidak ditemukan oleh seseorang psycopat yang akan menjual ginjalku. Aku bersyukur diantara nasib burukku akhir pekan ini.

"Apa aku melakukan sesuatu yang buruk semalam ..." Aku memandangnya, ini kacau aku tak bisa menemukan satu jejak memori pun kenapa aku bisa berakhir di kamar pria ini.

"Tidak, kecuali kau banyak minum dan banyak bicara..." Dia menawarkan English breakfast, toast hangat, sandwich dan buah-buahan potong yang tampaknya baru diantar.

"Apa yang kubicarakan?"

"Banyak hal... " Dia menatapku, aku pasti meracau hal-hal aneh tentang kekesalanku terhadap Joshua. Aku mengajaknya ke Monte Carlo untuk menemaniku, tapi dia malah memanfaatkan kesempatan ini untuk menggoda wanita lain dibelakangku. Kami memang tak punya ikatan selain teman dekat atau partner sex, tapi tak pantas sekali dia menggoda wanita lain saat dia bersamaku.

"Makanlah... kau perlu makan sesuatu, ini sudah jam 11 siang. " Dia melihatku sedang melamun. Aku mengambil sepotong sandwich, aku memang merasa lapar, walaupun kepalaku masih berdenyut sakit tapi setidaknya pria ini adalah pria sopan.

"Terimakasih... setidaknya aku tak berakhir di kamar perampok. Apa aku terlihat menyedihkan bagimu?" Aku menertawakan diriku sendiri. Aku ingin menagis sebenarnya. Sambil menyesap kopiku. Setidaknya segelas kafein bisa membuatku berdiri lagi.

"Well, setiap orang punya masalahnya sendiri Charlotte, begitu juga aku. Aku tak berdiri disini untuk menghakimi apapun darimu." Aku menatapnya. Dia duduk didepanku sambil mengaduk kopinya.

"Aku harus pergi. Kita mungkin tidak akan bertemu lagi. Tapi terimakasih buat semua ini."

"Bagaimana kau yakin kita tidak bertemu lagi, Charlotte. Kita tinggal di kota yang sama." Aku menatapnya. Dia tersenyum menatapku. Dia punya senyum yang hangat. Aku menyukai caranya tersenyum.

"Kau tinggal di London?"

"Mostly..."

"Lebih baik tidak Ethan ... " Dia diam.

"Aku akan check out dan mengejar pernerbangan ke Nice, kau mau ikut, bagaimana kalau makan siang di Nice, kapan kau akan kembali ke London?"

"Tiketku jam enam sore."

"Makan sianglah denganku. Untuk sekali merayakan pertemuan kita karena mungkin kita tidak akan bertemu lagi..." Sekarang aku tertawa.

"Kenapa kau bersusah payah untuk wanita yang tidak akan kau temui lagi Ethan."

"Kau tak pernah tahu bagaimana takdir bekerja Charllote, buktinya kau berakhir di ranjangku tadi malam." Wajahku langsung panas. Aku menatapnya dan menyadari bahwa aku bukanlah berhadapan dengan pria biasa. Pria biasa tidak menyewa kamar terbaik di hotel bintang lima Monaco Beach dan dia sangat tampan sebagai nilai tambah.

“Aku bahkan tidak punya ingatan apapun soal semalam.”

“Mungkin aku bisa membantu mengingatkanmu nanti.” Dia menaikkan alisnya padaku dengan lucu. Dia menggodaku.

"Aku punya persyaratan untuk itu..."

"Katakan..."

"Kita boleh bicara apapun, tapi tidak akan membuka indentitas pribadi kita, atau bertukar kontak, karena kita tidak akan bertemu lagi." Dia tersenyum kecil mendengar persyaratanku. Itu membuatku berpikir apa artinya.

"Baiklah. Setuju."

================****============================

"Aku tak pernah berpikir akan menikah..." aku mengucapkan itu ditengah kota Nice di minggu siang penuh matahari. Duduk diantara semilir angin hangat laut Mediterranean di Le Pengoir, sebuah restaurant menakjubkan di tepian tebing pantai La Riviera, Nice, France. Hanya sekitar 20 menit dari Monaco Beach Hotel.

"Kenapa ..." pertanyaan yang pendek tapi penjelasannya terlalu rumit untukku.

"Mungkin karena aku terbiasa melihat pernikahan adalah sesuatu yang rumit, menyakitkan dan ... mahal." Aku tertawa, karena aku adalah Charlotte Blaine, pengacara perceraian paling berhasil di London. Aku dan timku selalu berhasil memenangkan banyak kasus tuntutan klienku dengan nilai perceraian paling fantastis di Inggris.

Dan perjalananku ke Monaco ini adalah bonus karena aku baru saja memenangkan kasus pembagian kekayaan paling fantastis tahun ini, Ian Scotia dan Maria Schwartz, menikah 20 tahun dengan nilai kekayaan diatas kertas 500juta euro. Bukankah pasangan-pasangan ini aneh, mereka menikah penuh cinta dan kemudian saling menyewa pengacara untuk saling menghabisi satu sama lain di pengadilan dengan berbagai drama menyertainya.

Pernikahan hanyalah omong kosong bagiku. Cinta adalah itu tidak ada, itu hanya pengaruh sebuah sebuah hormon yang beredar ditubuhmu dan membuat otakmu sedikit kehilangan rasionalitas bahkan fungsi fisiologismu menjadi tidak normal.

Bahkan Ibuku membenci mantan suaminya dan berjuang sendiri membesarkanku. Jadi apa yang harus kupercayai. Sebuah cerita Cinderella? Dari pertama aku mendengarnya aku tahu itu hanyalah dongeng pengantar tidur.

"Well, bisa jadi kau benar..." Aku tersenyum pada pria didepanku saat dia menyetujuiku.

"Untuk cinta yang tak realistis bagi kita. Mari kita menertawakannya." Aku mengajak toss champagne. Ethan tertawa dan menyambut toss ku.

"Tentu saja, untuk cinta yang membinggungkan, dan... mahal ...." kami berdua tertawa ketika gelas kami berdenting.

"Dan siapa Joshua yang kau sumpahi semalam sebagai bastard..." pertanyaan lanjutan itu membuatku terbatuk. Dan dia menyeringai lebar.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
menarik nih ceritanya.. pengen follow akun sosmed nya tp ga ketemu :( boleh kasih tau gaa?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status