Share

Part 2. Just A Good Samaritan 2

"Well, dia hanya teman yang tak tahu diri..." aku menolak membicarakan partner pria sialan itu.

"Bagaimana kau sendiri, apa yang membuatmu terdampar sendirian di Monaco, kau single atau menikah."

"Aku belum menikah, aku sering binggung menilai kalian wanita... Mungkin itu sebabnya aku terdampar di Monaco sendirian, dan aku sudah melewati banyak fase untuk percaya sebuah kata cinta. Dulu aku mempercayainya, sekarang kupikir bagiku cinta itu realistis, sex, status, kenyamanan dan sebuah dorongan untuk menguasai sesuatu." Aku mengerti, pria ini telah banyak bertemu gold digger cantik, sehingga mungkin dia sekarang terlalu ahli untuk dibodohi.

"Hmm... , wanita cantik dan kebutuhannya. Itu yang kau maksud bukan." Aku tertawa, pria kaya itu punya dua mata pedang. Dia mudah mendapatkan siapapun, tapi disisi lain itu karena nominal yang tertulis di dirinya, para wanita menyebutnya realistic love. Tapi mungkin mereka menyebutnya "gold digger".

"Ketika mereka tahu siapa aku, gadis-gadis itu mengerumuniku. Berharap aku membawa mereka, semurah itukah mereka tertarik pada dollar, kadang aku sengaja memanfaatkan mereka, tapi itu adalah kesalahan mereka sendiri. Mereka miskin idealisme dan penghargaan atas siapa diri mereka. Maaf aku tidak menyinggungmu, aku tidak berkata semua sama, hanya aku banyak menemukan hal seperti itu."

"Aku mengerti apa yang kau maksud, kau tidak salah... Beberapa wanita cantik diluar sana menyalahgunakan kecantikan mereka untuk membuat hidup mereka lebih mudah, kadang itu bisa disebut realistik tapi kadang mereka bisa saja terlalu malas... mereka menganggap itu pintar " Aku tersenyum sambil menyesap champagneku. Mengalihkan pandanganku ke garis horizon laut luas yang terbentang di depan kami. Laut selalu indah, warna birunya selalu mempesona.

Jika mungkin ayahku tak meninggalkan Ibuku, aku akan punya kehidupan berbeda dari ini. Aku tak bakal terlalu keras pada diriku sendiri, atau sebuah hubungan. Kadang ini melelahkan, tanpa tempat bersandar. Berusaha bersikap tegar, menjadi super woman yang dikagumi dan tak tersentuh. Sometimes, I just need some friend to lay down. Someone I trust with all my heart.

"Tempat ini sangat indah, terima kasih mengajakku kesini." Aku tersenyum sementara mata abu-abu gelapnya gelapnya menatapku. Pria didepanku ini juga indah.

"Terima kasih sudah menemaniku hari ini. Setidaknya aku punya teman bicara yang baik."

"Apa aku bicara sesuatu yang memalukan semalam padamu... " Ethan tersenyum kecil.

"Rahasiamu aman padaku Charlotte... orang mabuk mengatakan hal-hal yang tidak mereka sadari, bahkan mereka cenderung menyangkal itu. Tak apa untuk mengakuinya sesekali." Jadi benar aku bicara banyak hal semalam.

"Aku memalukan semalam bukan?"

"Must be hard sometimes, I get it. But you’ll be ok at the end." Sebuah kalimat yang membuat mataku panas.

Itu sebuah kalimat sederhana yang membuat emosiku bergejolak. Memukul kesadaranku. Entah kenapa tiba-tiba aku menjadi cengeng sekarang. Sebutir air mata bergulir. Joshua sialan itu membuat liburanku menjadi tangisan, aku membencinya. Membuatku disini tidur seranjang dengan pria asing yang bahkan aku tak tahu namanya.

"Hei, kau baik-baik saja.... " Aku dengan cepat menghapus air mataku. Tetap saja butir ke dua merembes disisi lain. Dia pindah ke sampingku.

"I'm sorry... I must be out my mind." Aku mengalihkan pandanganku darinya dengan cepat. Pria asing ini melihatku menangis. Bahkan Ibuku tak pernah melihatku menangis, karena aku tak mau dia bersedih untukku.

"Charlotte... here ..." dia memberiku tissue. "please don't cry, people will hate me and will make me jump to cliff down there since I look like a badguy. You can slap me in the face right now, but please don't cry." Aku langsung tertawa. Dia mengelus punggungku. Aku memandangnya, dia pria yang baik . Orang asing ini, teman tidurku semalam. Setidaknya dia bukan orang yang meninggalkanku begitu saja.

"Thanks, kau tidak perlu melakukan semua ini. Tapi kau membawaku kesini, kau bisa saja meninggalkanku dikamarku sendiri setelah selesai. Dan bahkan aku tak tahu apa yang terjadi... aku memang kacau." Dia tersenyum melihatku menyesali semalam, yang sebenarnya aku tidak ingat sedikitpun apa yang terjadi.

"Semalam, tidak ada apapun terjadi. Aku tak mau memperkosa wanita mabuk, itu bukan gayaku." Giliranku tercengang.

"Apa?" Aku sekarang binggung, jelas-jelas aku berganti pakaian.

"Kau hanya memuntahi bajumu sendiri dan langsung tidur dengan pulas, setelah puas minum dan meracau hal-hal sedih, kita bahkan tak tidur seranjang, aku tidur di sofa. Kau akan baik-baik saja. Jika itu bisa membuatmu lebih baik. Aku mengganti bajumu, membersihkan tubuhmu, melihat sedikit... cuma itu yang terjadi." Aku tak bisa bicara sekarang, aku hanya menatapnya.

"Kenapa kau tak bilang dari awal ..."

"Aku hanya suka ekspresi binggungmu. Itu lucu menurutku." Dia tertawa. Aku memukul lengannya.

"Jadi kau hanya Samaria yang baik hati..."

"Well, itu pujian. Terima kasih sudah memujiku dengan tulus... " Senyumnya terkembang dan sebuah detakan aneh dijantungku untuk pria asing didepanku ini. Sayang sekali, tapi kami tidak akan bertemu lagi. Dia bisa jadi teman cerita yang baik.

"Sudah hampir jam empat, aku akan mengantarmu ke airport. Aku akan membayar billnya dulu."

"Biarkan aku yang membayar ..." bagaimanapun aku berhutang kepada penolongku ini.

"Tidak, kau tak ingat aku Samaria baik hati, dia juga memberi makan pasiennya ... Izinkan aku berbuat satu kebaikan lagi padamu sebagai orang asing." Aku tertawa lepas. Kubiarkan Ethan membayar.

Kami sampai di airport dengan mobil sewaannya, sepanjang jalan kami pembicaraan kami mengalir dengan mudah. Akhirnya aku punya akhir liburan yang tidak begitu mengecewakan.

Saatnya berpisah dengan orang asing yang baik hati ini.

"Thanks Ethan,...aku harap kita punya banyak waktu lagi. Ini sore yang menyenangkan. Terimakasih sudah menghiburku. Aku senang bisa bertemu denganmu." Aku mengucapkan terima kasih dengan tulus.

"Tentu, kita melewatkan waktu dengan penuh kesenangan. Aku harus mengatakan terima kasih juga untukmu." Kami berpandangan dan saling tersenyum. Terakhir kalinya aku melihat orang asing ini.

"Aku harus pergi... "

"Aku akan bantu menurunkan kopermu." Dia dengan cepat membuka pintu bagasi.

Aku berterima kasih sekali lagi dan menset pegangan koperku, aku siap pergi.

"Take care Ethan...Gos Bless You." Itu kata perpisahanku untuk Samaria baik hati ini. Aku mengulurkan tanganku untuk bersalaman.

Tapi diluar dugaanku dia maju merangkul pinggangku dan mencium bibirku dengan cepat. Aku membelalak, dan jantungku berdetak dengan cepat. Ciuman itu tidak lama, tapi tak cukup waktu untukku untuk mengatakan apapun.

"Pergilah, kau akan baik-baik saja. Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri Charlotte. Itu ciuman perkenalan dariku." Ciuman perkenalan?

"Apa maksudmu ...perkenalan... "

"Kau akan tahu nanti..."

"Pergilah, atau aku akan membuatmu benar-benar tidur bersamaku, jika kau tak pergi sekarang juga." Dia menyeringai lebar.

"Jangan harap aku memberimu kesempatan seperti itu saat aku sadar." Aku berkacak pinggang dan Ethan langsung tertawa.

"Aku tahu kau akan mengatakannya. Pergilah sebelum kau ketinggalan pesawat."

"Baiklah, bye Ethan ...."

"Bye Charlotte.... " Aku menatapnya sekali lagi. Tidak mungkin kami akan bertemu lagi. Walau mungkin akan menyenangkan bisa bertemu dengannya lagi.Kami hanyalah orang asing yang kebetulan bertemu. Selamat tinggal Ethan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status