Share

Karena Rayna

Jam lima sore lebih beberapa menit, Rayna masih belum mendapatkan angkutan umum yang biasa mengantarnya pulang. Gelap semakin menguasai hari. Kantor semakin sepi karena banyak karyawan yang sudah dalam perjalanan menuju rumah masing-masing.

Selama masa penantian angkot itu, tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti di depan Rayna. Ia merasa tidak pernah mempunyai kenalan atau teman yang mengendarai mobil semewah itu. Rayna menyipitkan matanya, menajamkan pandangannya agar dapat melihat pengemudi mobil itu dari luar.

Kaca mobil itu terbuka penuh, menampakkan sang empunya, seseorang tersenyum padanya.

“Hai, Rayna!”

Kini Rayna dapat mengenali orang yang berada di belakang kemudi mobil mewah berwarna merah di depannya. Clara, tunangan Reno yang sengaja menghampirinya. Rayna tak merespon. Ia merasa tidak pernah mempunyai urusan dengan wanita itu.

“Ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Naiklah!” kata Clara, dengan sengaja ingin mengantar Rayna pulang karena ada maksud tertentu.

“Tidak perlu. Aku tidak punya urusan apapun denganmu,” sahut Rayna dengan nada tegas.

Clara berusaha meyakinkan Rayna agar bersedia ikut dengannya. Kesal, itulah yang dirasakan Clara. Ia berpikir bahwa Rayna adalah wanita yang sok jual mahal. “Aku tidak akan mencelakaimu. Percayalah! Aku hanya ingin bicara denganmu.”

Rayna ragu namun pada akhirnya dia menuruti Clara dan masuk ke dalam mobil berwarna merah itu. Canggung, Rayna enggan memulai percakapan dengan wanita cantik bernama Clara. Sekilas, Rayna dapat melihat penampilan Clara yang terbilang wah, glamour dan khas orang kaya.

Rambut Clara terurai panjang berwarna coklat terang, kulitnya seputih susu dan terlihat sangat halus, kuku-kukunya pun terawat dan sangat indah. Benar-benar menandakan seorang wanita yang tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah sedikit pun. Ya, memang benar. Kehidupan Clara adalah kehidupan orang kaya. Bahkan wanita cantik itu tidak pernah mencuci piring selama hidupnya.

Sangat berbeda dengan Rayna. Dia cantik natural tanpa poles apapun. Jika tubuhnya dirawat seperti Clara, tentu saja Clara akan kalah jauh dari Rayna. Tanpa perawatan apapun, kulit Rayna tergolong halus dan putih, meski tidak seputih kulit Clara yang mendapat perawatan mahal.

Clara tersenyum sinis, usahanya membujuk Rayna numpang di mobilnya berhasil. Sekarang tinggal melangkah ke tahap kedua.

“Aku tahu kalau kamu adalah sekretaris Reno yang baru,” kata Clara membuka percakapan diantara mereka.

Pandangan Rayna tetap lurus ke depan. Tidak penting melihat ke arah Clara, baginya. “Lalu kenapa? Ada masalah?”

Clara tersenyum sinis yang kedua kalinya. “Tentu tidak jadi masalah jika kamu tidak menggoda tunanganku.”

“Menggoda?” Rayna tertawa mendengar kata yang dia ulang itu. “Dari awal aku sama sekali tidak berniat menggoda atasanku. Aku masih bisa membedakan laki-laki mana yang sudah bertunangan dan yang belum memiliki pasangan.” Rayna mulai emosi karena Clara menuduhnya dengan asal.

“Kalau kamu tidak menggodanya, lalu kenapa kalian berdua berada di restoran itu? Hanya berdua.” Kali ini suara bicara Clara lebih tinggi dari sebelumnya.

Rayna dapat membaca maksud kata-kata Clara secara tersirat. Jelas, wanita itu menuduhnya telah menggoda Reno dan menjadi selingkuhannya. “Jadi, kamu memintaku naik ke mobil ini hanya ingin membicarakan tentang hal yang tidak penting itu?”

Clara menghentikan mobilnya secara tiba-tiba. Dia merasa bahwa Rayna telah meremehkan sikapnya. “Dengar, Rayna! Aku tidak akan mengejarmu jika kamu tidak berbuat macam-macam dengan tunanganku.”

“Dengar, Nona Clara! Kamu telah menuduhku semaumu. Sejak awal aku sama sekali tidak ada niat untuk menggoda atasanku dan sama sekali tidak memiliki perasaan apapun. Hubungan kami berdua hanya sebatas atasan dan sekretaris. Tidak lebih. Jadi, kau tidak berhak mengintimidasiku seperti ini.”

Tidak mau kalah, Clara pun berusaha mengancam Rayna akan membunuhnya jika berani mendekati Reno dengan sengaja. Seorang sekretaris tidak pantas makan berdua dengan bosnya. Itu aturan dari Clara. “Aku akan datang ke kantor secara intens untuk mengawasi kalian berdua.”

Rayna tidak peduli. Clara ingin menginap di kantor pun tidak masalah baginya. “Silahkan, kalau perlu menginap lah di kantor sekalian,” kata Rayna yang berhasil membuat Clara marah. Sejurus kemudian, Rayna keluar dari mobil Clara dan melanjutkan perjalanan pulang dengan jalan kaki.

Clara kesal dan marah. Ia memukul kemudi mobilnya dan menatap Rayna penuh kebencian dari dalam mobil. “Lihat saja, Rayna. Kamu memang miskin tapi kesombonganmu luar biasa. Aku akan benar-benar membunuhmu jika kamu berani mendekati Reno.” Wanita angkuh itu bicara sendiri di dalam mobil mewahnya.

.....

Suasana kediaman keluarga Subrata tak ada bedanya dengan suasana di pemakaman. Sepi, sunyi, entah kata apa lagi yang dapat menggambarkannya. Malam ini Reno memutuskan pulang ke rumah keluarganya. Terpaksa, jelas saja itu yang menjadi alasan dirinya kembali ke rumah itu. Tidak untuk selamanya melainkan untuk semalam saja.

Ketika Reno berada di depan pintu dan siap menarik knopnya, tiba-tiba sang ayah menepuk bahu kanannya dari belakang. Reno mematung dan terdiam. Pikirannya telah dipenuhi berbagai macam masalah, ditambah kehidupannya yang jauh dari kata bahagia.

“Rupanya kau menuruti perintah Ayah,” kata ayahnya, Danu Subrata.

Reno hanya menoleh 45 derajat, tanpa menatap ayahnya yang sedang tersenyum padanya karena bangga memiliki anak penurut seperti Reno. “Tuan Danu Subrata adalah ayahku. Jadi, selama ayah masih hidup, aku akan berusaha patuh. Selama itu tidak membatasi kebebasanku.”

Kata-kata Reno sedikit menusuk hati ayahnya. Namun Tuan Subrata sama sekali tidak memikirkannya. Perubahan sikap anaknya disebabkan oleh perjodohan dengan Clara. Ia tahu bahwa putranya sama sekali tidak menyukai wanita bernama Clara itu. Namun demi perusahaan, Tuan Subrata terpaksa menjodohkan mereka. Masa depan perusahaan adalah masa depan Reno. Semua yang dia miliki kelak akan dilanjutkan oleh sang putra yang sangat dibanggakan itu.

“Aku masuk dulu, Ayah.” Reno pamit masuk ke kamarnya lebih dulu. Ia memang sengaja menghindari ayahnya agar tidak membahas masalah-masalah yang tidak jelas dan membuatnya semakin stres.

Tuan Subrata hanya menatap punggung putranya yang semakin menjauh dan hilang di balik dinding setinggi lima meter.

.....

Reno POV

Lagi dan lagi, ini yang aku rasakan, kesepian. Sampai kapan aku harus menjalani kehidupan seperti ini? Ya Allah, maafkan hamba-Mu. Aku tidak bermaksud untuk mengeluh atas takdirku. Tapi harus sampai kapan? Apakah harus selamanya seperti ini?

Ku pandangi setiap inchi semua benda yang ada di kamarku. Tidak ada yang berbeda di kamar ini sejak aku masih duduk di bangku SMA. Semuanya sama. Hanya warna cat dinding yang berbeda. Baiklah, aku harus sabar. Ku raih ponsel layar sentuh keluaran terbaru, tentu saja harganya mahal. Aku membeli ponsel harga mahal ini hanya untuk menghabiskan uangku. Toh, fungsi ponsel ini dengan yang murah sama saja, bukan?

Aku ingin menelepon seseorang tapi entah siapa yang bersedia mendengarkan ocehanku tentang kehidupan yang membosankan ini.

Kriiiiing!

Berdering. Ya, ponselku tiba-tiba berdering ketika ku pegang. Aku tersenyum membaca nama yang tertera di ponselku. Rayna. Dia meneleponku malam begini?

“Wa’alaikumsalam,” jawabku ketika mendengar dia mengucapkan salam. “Tumben kau menelepon malam seperti ini.”

“Ini masih jam 9 malam, kan? Belum waktunya kau tidur, kan?” tanyanya, mungkin untuk memastikan kalau aku tidak marah jika dia meneleponku jam 9 malam.

Aku tersenyum lagi. “Tentu saja aku belum tidur. Katakan, ada apa?” Rayna meneleponku pasti ada sesuatu yang ingin ia bicarakan. Biasanya bersifat penting.

“Besok aku izin tidak masuk kerja.”

Tidak masuk kerja? Kalau dia tidak ada, lalu siapa moodboster ku besok?

“Memangnya kenapa tidak masuk?” tanyaku ingin tahu alasannya izin dari kerja.

“Besok Ibu mengajakku mengunjungi panti asuhan tempatnya bekerja dulu,” jawab Rayna polos.

“Panti asuhan? Di mana?” tanyaku lagi.

Dia terdiam. “Perlu kau beri tahu juga lokasinya?”

“Tentu saja. Supaya informasimu jelas.”

Rayna memberitahu lokasi panti asuhan itu. Ternyata tidak jauh dari rumah ini. “Baiklah, besok aku akan ikut denganmu.”

“Hah? Apa?” Rayna kaget, mungkin tidak menyangka kalau aku akan mengikutinya.

“Hei, sekretarisku sedang tidak ada. Bagaimana aku bisa menyelesaikan tugas-tugasku.” Aku mencari alasan yang logis agar dia tidak protes lagi.

Rayna sempat terdiam sesaat. Aku tahu kalau gadis itu pasti sedang berpikir.

“Bagaimana?” tanyaku.

“Baiklah, kau bisa menyusul besok. Terserah.”

Yes! Akhirnya aku berhasil membujuk Rayna agar mengizinkan aku ikut mengunjungi panti asuhan. Malam ini aku akan tidur lebih awal supaya tidak telat lagi seperti kemarin-kemarin ketika aku memintanya datang untuk olahraga.

Reno POV end

.....

Pagi tiba dengan cepat, tanpa harus menunggu orang-orang tidur. Banyak yang belum merasakan nyenyaknya tidur namun pagi sudah merajai hari. Matahari sedang tersenyum pada bumi sehingga cuaca sangat cerah.

Pagi ini, Reno telah berpakaian rapi dan siap pergi menyusul Rayna ke panti asuhan. Sebelum berangkat ke sana, ia tak lupa menikmati sarapan spesial buatan asisten rumah tangga yang telah lelah memasak makanan kesukaannya.

Reno duduk manis di bangku menghadap meja panjang di ruang tamu. Dia siap menyantap nasi goreng dan jus jeruk agar tetap bertenaga.

Tak perlu berlama-lama di meja makan. 10 menit saja cukup bagi Reno menikmati santapan enak itu. Satug-satunya yang membuatnya merindukan rumah ini adalah masakan bibi Ijah, asisten rumah tangga yang sudah bekerja lebih dari 25 tahun. Bahkan ketika dia masih kecil, Bi Ijah sudah bekerja di sana.

“Bi, nanti kalau ayah bertanya tentang aku, tolong dijawab kalau aku pergi ke panti asuhan, ya? Hari ini aku libur.” Reno bergegas meninggalkan rumah mewah milik keluarganya.

Kriiiing!

Clata menelepon sang tunangan pagi buta. Reno enggan menjawabnya namun berkali-kali ponselnya berdering karena Clara tak henti-hentinya menelepon.

“Ada apa?” Reno terpaksa menjawab telepon yang sama sekali tak diharapkannya. “Katakan! Ada apa?”

“Bukankah biasanya kau berangkat ke kantor jam tujuh pagi? Kenapa sekarang belum datang?” tanya Clara. Rupanya wanita itu tengah berada di kantor Reno, menepati ucapannya pada Rayna bahwa dirinya akan datang ke kantor secara intens.

Reno mengerutkan keningnya. “Hah? Kau sedang berada di kantorku?” tanya Reno terkejut mendengar pertanyaan Clara yang menunjukkan bahwa dirinya sedang di kantor megah itu. “Tunggu, bukankah dari dulu dirimu tidak pernah mau datang ke kantorku, sekalipun ayahku yang meminta? Tapi sekarang kau ada di sana padahal tidak ada yang menyuruhmu pergi ke sana.”

Clara mengabaikan pertanyaan Reno. Ia bahkan menanyakan tentang sekretaris Reno.

“Oh, aku tahu. Kau ke kantorku hanya untuk menyelidiki tentang Rayna? Untuk apa?”

“Cepatlah datang! Tidak perlu banyak bertanya!” ketus Clara yang sudah lelah menunggu Reno. Di kantor itu tidak ada orang yang mengenal dirinya.

“Aku libur hari ini. Jadi, percuma kau menungguku di sana. Aku tidak akan datang.” Reno mematikan ponselnya, merasa risih jika harus mendengar ponselnya berdering terus.

....

Seorang gadis berambut panjang dan mengenakan dress yang menutupi lututnya tengah berbincang dengan seorang pengasuh di panti asuhan. Siapa lagi kalau bukan Rayna. Gadis cantik itu bertanya kepada pengasuh tentang donasi yang diberikan para donatur. Sang pengasuh panti mengatakan bahwa donasi yang diterima oleh mereka semakin sedikit. Mungkin diantara beberapa donaturnya sedang mengalami kesusahan. Jadi, mereka pun hanya mampu memberikan donasi ala kadarnya.

“Kami tidak mengeluh sama sekali, Mbak. Tapi itulah kenyataannya jika mbak Rayna bertanya tentang hal itu.”

Rayna menatap pengasuh itu iba. Jika dia bisa menjadi donatur tetap di panti itu, pasti akan dilakukan dengan senang hati. Tapi untuk saat ini, gajinya hanya cukup untuk menmenuhi kebutuhan.

“Maafkan aku sudah menanyakan hal seperti itu, Bu.”

Pengasuh panti itu hanya tersenyum tipis. Ia tidak menyalahkan Rayna yang sudah bertanya seperti itu.

.....

Rayna berdiri di teras depan, di bangunan paling depan panti asuhan yang ia kunjungi. Ia tengah asyik melihat anak-anak yatim piatu bermain dengan teman-teman sesamanya. Tak terasa airmatanya menetes, membasahi pipi mulusnya. Bagaimana rasanya menjadi anak yang sudah tidak mempunyai orangtua lagi. Kenapa mereka tidak diasuh oleh keluarga? Kenapa keluarganya tega menitipkan mereka ke panti asuhan yang serba kekurangan?

“Ada apa?”

Reno telah berdiri di samping Rayna, tanpa disadari oleh gadis itu. Dengan cepat, Rayna mengusap airmatanya. Ia tidak ingin menunjukkan airmatanya di depan Reno.

“Tidak ada apa-apa. Aku hanya terenyuh melihat mereka bermain. Anak-anak itu bernasib malang sekali. Orangtua mereka sudah tidak ada. Kehidupan mereka di panti ini pun serba kekurangan. Betapa hancur hati mereka? Anak-anak itu pasti memiliki impian, banyak keinginan, cita-cita yang tinggi. Tapi mereka tidak bisa mendapatkan itu semua.”

Rayna menahan airmatanya agar tetap terbendung di mata indahnya. Reno menatap anak-anak itu dengan iba. Benar yang dikatakan oleh Rayna, pikirnya.

“Maksudmu serba kekurangan itu seperti apa? Kenapa sampai kekurangan?” tanya Reno.

Rayna menatap Reno dengan tatapan sedih. “Kau tahu? Kehidupan mereka di panti ini hanya dari belas kasihan orang. Jika para donatur semakin berkurang jumlah sumbangan atau jumlah donaturnya, hidup mereka terancam kekurangan segalanya. Untuk biaya makan, pendidikan, dan lain-lain.”

Reno terdiam. Selama ini, dia bingung ketika harus menghabiskan uangnya. Apa yang harus dia beli, apa yang akan dia lakukan dengan uangnya yang mencapai angka triliun di beberapa rekening bank nya.

“Bagaimana cara menjadi donatur di sini?” tanya Reno. Pintu hatinya terketuk untuk menyumbangkan sebagian hartanya di panti asuhan itu.

Rayna kaget mendengar pertanyaan itu. “Kau ingin menjadi donatur?”

Reno mengangguk. “Aku akan menjadi donatur tetap di panti ini.”

“Terimakasih, Pak Reno. Terimakasih banyak.” Rayna memegang tangan Reno karena terlalu senang mendengar kabar baik tentang laki-laki yang berniat menjadi donatur tetap itu. Ternyata tidak sia-sia ia mengizinkan Reno ikut mengunjungi panti asuhan itu.

Hari ini Reno telah resmi menjadi donatur tetap di panti asuhan Kasih Bunda, di mana Rayna pernah tinggal di sana beberapa bulan. Reno bangga memiliki sekretaris seperti Rayna. Baru pertama kali ini dirinya berbagi dengan orang lain. Mungkin ini takdir baik yang diberikan Allah padanya. Dengan sembunyi-sembunyi, Reno menitikkan airmata harunya, tanpa sepengetahuan Rayna.

....

Bersambung                                                                                 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status