Share

Aku mencintaimu

Seorang laki-laki yang tengah patah hati dan sekarang ia pun mengalami patah semangat untuk hidup. Reno, laki-laki yang baru saja mengenal cinta dalam arti sesungguhnya, harus menelan kenyataan pahit di mana sang pujaan hati harus menjauh darinya demi kebaikan banyak orang, termasuk dirinya. Reno merasa dirinya tak lebih dari seorang pengecut. Bertunangan dengan Clara adalah kesalahan besar baginya. Ia bahkan tidak berpikir sebelum memutuskan untuk mengikat janji dengan gadis anak orang kaya tersebut.

Posisinya sangat sulit, diantara dua wanita dan diantara dua situasi. Demi orangtuanya, kini dia harus berlapang dada menerima Clara yang mungkin akan segera dinikahinya.

Malam ini, Reno berencana pergi ke rumah temannya yang tak jauh dari kediaman keluarganya. Rumah yang berjarak sekitar empat kilometer dari rumahnya adalah kediaman keluarga Hartono, teman masa kecilnya yang sering memberikan nasehat-nasehat berharga untuknya. Namun akhir-akhir ini Reno bahkan jarang menghubungi temannya tersebut. Malam ini, dia harus bertemu dengan sahabat lamanya bernama Feri.

Jam tujuh malam, Reno sudah tiba di depan rumah Feri dengan sebuah motor matic berwarna hitam yang menemaninya malam itu. Ia sengaja tidak mengetuk pintu utama rumah yang nampak sederhana dari luar. Ia juga sengaja tidak menghubungi Feri dan mengatakan kalau dirinya sudah berdiri di depan rumah itu selama lima menit.

Terdengar langkah seseorang semakin mendekatinya. Sosok itu adalah Feri yang baru pulang dari masjid setelah selesai sholat Isya.

“Assalamu’alaikum, pak wakil presdir!” ucap Feri menggoda laki-laki kaya yang rela menunggunya di depan rumah. Feri seraya menepuk bahu kanan Reno.

Reno menoleh ke arah kanan, melihat sosok sahabatnya yang mengenakan kain sarung dan kopyah berwarna hitam. Ia tersenyum tipis.

“Kenapa tidak masuk?” tanya Feri heran melihat Reno hanya berdiri di depan rumahnya seorang diri.

“Aku sengaja menunggu di sini karena tahu kalau kamu pasti masih berada di masjid.”

Feri menyunggingkan senyumnya. “Baiklah, apapun alasanmu pasti ku terima. Ayo masuk!”

Keduanya pun berjalan pelan, melangkahkan kaki melewati pintu utama yang dibuka oleh Feri. Kediaman keluarga Feri memang tidak tergolong mewah atau kaya. Keluarga mereka hidup sederhana namun bahagia secara batiniah. Suasana rumah sederhana itu pun berbeda dengan suasana rumah mewah milik keluarga Reno.

Reno duduk di sofa ruang tamu,menghadap ke lukisan pemandangan pegunungan yang kelihatan sangat asri. Lukisan itu tampak seperti pemandangan asli. Sofa yang menjadi tempat duduknya tak jauh berbeda dari sofa di rumahnya. Namun ketika ia duduk di sofanya sendiri, rasanya tidak senyaman sofa itu. Rumah Feri kelihatan nyaman dan adem. Dalam hatinya, Reno bertanya-tanya, bagaimana keluarga Feri bisa menciptakan rasa adem dan nyaman di rumah mereka? Seandainya itu dapat ia lakukan di rumahnya, pasti Reno akan betah berada di kediaman keluarganya.

“Ada apa?” tanya Feri secara tiba-tiba ketika dia kembali ke ruang tamu dan mengambil tempat duduk tepat di samping Reno. Ia tahu betul bahwa sahabat tampan itu sedang dilanda masalah yang menjadi beban pikirannya saat ini.

“Ada masalah antara aku dengan Clara,” jawab Reno singkat.

Feri mengernyitkan keningnya. Setau pemuda itu, Reno tidak memiliki masalah apapun dengan Clara karena dia sudah rela bertunangan dengan gadis pilihan orangtuanya. Namun sekarang, sahabatnya itu mengatakan bahwa dirinya memiliki masalah dengan sang tunangan.

“Masalah apa? Bukankah hubungan kalian baik-baik saja?” tanya Feri bingung. Ia tidak ingin menduga-duga masalah yang terjadi diantara sepasang tunangan itu. “Ceritakan saja.”

Reno menatap ragu pada Feri. Ya, dia memang ragu menceritakan semua masalahnya apalagi menyangkut Rayna. Gadis cantik nan polos itu sama sekali tidak bersalah. Dia hanya korban diantara Reno dan Clara. Namun saat ini, gadis bernama Rayna itu harus memilih jalan yang terjal sebagai cara agar keluar dari permasalahan rumit antara Reno dan Clara.

Semua kejadian yang dialami bersama Rayna hingga perasaannya untuk sekretaris cantik itu, telah diceritakan pada Feri. Sikap Clara terhadap Rayna yang dapat disebut kurang ajar juga tak luput dari mulutnya ketika menjelaskan semua duduk perkara yang ia hadapi. Reno juga menceritakan semua ancaman Clara yang ditujukan pada dirinya dan Rayna.

“Jadi, maksudmu... Tunggu! Kenapa aku yang bingung?” Feri memegang keningnya dengan tangan kanan. Berpikir untuk memahami situasi yang dihadapi Reno. “Maksudmu, kamu menerima Clara sebagai tunangan karena dulu kamu yakin tidak akan jatuh cinta pada gadis lain?”

Reno mengangguk kecil, mengiyakan dugaan Feri yang berhasil memahami penjelasan Reno.

“Sekarang masalahnya Rayna berhenti dari pekerjaannya karena merasa bersalah telah membuat masalah diantara kalian?” tanya Feri lagi.

“Sebenarnya ini bukan salah Rayna. Tapi dia yang berusaha menyelesaikan masalah ini.”

Feri nampak sedang berpikir. “Baiklah, aku sudah paham. Dari sudut pandang Rayna, dia memang sudah melakukan sesuatu yang benar. Rayna memang tidak bersalah, dia tidak melakukan hal yang dituduhkan oleh Clara. Akan tetapi, keberadaan atau kehadirannya yang membuat masalah diantara kalian. Karena dengan datangnya Rayna, membuat kamu menjauh dari Clara.”

Reno terdiam. Semua yang disampaikan oleh sahabatnya benar. Ya, memang seperti itu kenyataannya. Tapi dalam masalah ini, kenapa harus Rayna yang mengalah.

“Lalu apa yang kamu inginkan sekarang?”

Reno menghela nafas panjang. Masalahnya sudah jelas dan penyelesaiannya ada berbagai cara. Namun dia masih tidak ingin memutuskan sesuatu.

“Kalau aku melanjutkan hubunganku dengan Clara, aku benar-benar tidak sanggup. Pertunangan itu hanya demi orangtuaku. Sedangkan untuk kebahagiaanku sendiri adalah bersama Rayna,” terang Reno yang menginginkan sahabatnya menemukan satu solusi untuknya, bukan berbagai solusi karena dirinya saat ini tengah dirundung kegalauan.

“Kamu ingin membahagiakan orangtuamu atau membahagiakan dirimu sendiri?” tanya Reno kesekian kalinya.

“Kalau bisa, kenapa tidak semuanya?”

“Tidak bisa, Ren. Masalahnya, kebahagiaan orangtuamu ada pada Clara. Sedangkan kebahagiaanmu ada pada Rayna. Kecuali kamu bisa membuat orangtuamu menyukai Rayna dan menyingkirkan Clara.”

Reno semakin pusing. Feri telah membuat otaknya berpikir dengan keras. Tapi saran dari sahabat karibnya itu memang benar. Satu-satunya jalan adalah membuat orangtuanya menyukai Rayna dan mereka sendiri yang memutuskan pertunangan dengan Clara.

“Tapi bagaimana caranya agar orangtuaku menyukai Rayna? Dia bahkan keluar dari perusahaan. Sekarang ibu pun ingin mempercepat pernikahanku dengan Clara.”

Feri menepuk dahi pelan. “Memang sulit situasinya,” sahutnya.

.....

Hari ini Rayna sengaja tidak masuk kerja dengan alasan tidak enak badan. Dia terlalu lelah menghadapi masalah hati apalagi jika menyangkut hubungan Reno dan Clara. Masalah tidak akan selesai jika dirinya masih berada di perusahaan itu.

“Semoga keputusanku ini benar.” Rayna duduk melipat kedua kakinya di depan dada. Sebelum  benar-benar keluar dari Reygold Corp, dia harus mencari pekerjaan lain sebisa mungkin. Ia tidak ingin mengecewakan ibunya. Wanita itu akan sangat sedih melihat putrinya menganggur di rumah.

“Rayna!”

“Astaga! Kau mengagetkanku, Sofi.” Rayna yang hendak beranjak dari tempatnya terkejut akan kehadiran sahabatnya yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya. “Sejak kapan kau di sini?” tanya Rayna. Ia tak habis pikir, bagaimana caranya Sofi datang tanpa ia ketahui.

Sofi tidak menjawab, malah menatap Rayna dengan tatapan sedih dan kecewa. Tak lama kemudian ia pun meneteskan airmata dan berhambur memeluk Rayna. Sontak Rayna pun tambah kaget melihat tingkah laku sahabatnya itu.

“A, ada apa? Kenapa tiba-tiba seperti ini?” tanya Rayna yang bingung dengan sikap Sofi pagi itu. Apakah Sofi sudah mengetahui tentang masalahnya? Pikir Rayna.

Sofi menangis seraya memeluk Rayna erat. Ia masih tidak ingin menjawab pertanyaan Rayna satu pun. “Kenapa kau jahat sekali, Rayna? Kenapa kau keluar dari perusahaan?”

Rayna membelalak, membulatkan kedua bola matanya. “Siapa yang mengatakan seperti itu? Aku masih di sana. Hari ini aku memang sudah izin untuk absen karena badanku terlalu lelah.” Rayna mengajak Sofi duduk di ruang tamu, tidak enak dilihat tetangga jika mereka mengobrol di teras rumah karena Sofi baru saja menangis heboh.

Setelah keduanya duduk dengan tenang, Rayna berusaha mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan pada Sofi tentang masalahnya. “Aku tidak akan bercerita tentang semuanya. Tapi akan ku ceritakan intinya saja. Kamu harus janji, jangan pernah mengatakan pada siapapun tentang semua yang ku ceritakan nanti pada siapapun. Termasuk ibuku ataupun Reno.”

Sofi mengangguk paham sambil mengusap airmata yang membasahi pipinya. Akhirnya Rayna pun menceritakan inti permasalahan yang ia hadapi, alasan dia ingin keluar dari perusahaan, dan keputusannya menjauh total dari kehidupan Reno.

“Semua yang ku lakukan demi kebaikan semua orang, Sofi. Bukan untukku. Kalau disuruh memilih, tentu aku ingin memilih hidup bersama Reno. Tapi Reno bukan jodohku. Aku tidak bisa menolak takdir.”

“Tapi ini bukan salahmu, Rayna. Tidak seharusnya kamu yang mengalah.”

“Dengar, Sofi. Kehadiranku di perusahaan itu sudah tidak benar. Meskipun aku tidak melakukan apapun, jika kehadiranku di sana membuat masalah mereka semakin runyam maka aku yang harus mengalah. Mereka tidak bisa menyelesaikan masalah itu sendiri.”

“Lalu apa yang akan kamu lakukan, Rayna?” tanya Sofi ingin mengetahui rencana sahabatnya untuk masa depannya.

“Hari ini aku akan mencari pekerjaan baru. Ada beberapa manajer perusahaan yang telah ku kenal. Aku akan mencari informasi lowongan dari mereka.”

“Apapun yang terbaik untukmu, Rayna. Lakukan demi kebahagiaanmu. Aku akan mendukungmu,” kata Sofi, menguatkan mental Rayna. Dia juga meminta Rayna untuk selalu percaya padanya. Sofi tidak menyangka jika Rayna akan terlibat masalah seperti itu. Setahu dirinya, Rayna terlalu sering mengalah pada banyak orang. Ia tidak pernah memikirkan dirinya sendiri. “Aku tidak akan mengatakan apapun pada siapapun,” tambahnya.

.....

Sesuai rencana, pagi ini Rayna akan mengunjungi beberapa perusahaan untuk mencari lowongan pekerjaan yang baru. Tidak harus sekretaris. Apapun jenis pekerjaannya, dia akan menerima dengan senang hati. Mencari pekerjaan memang bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Harus semangat, harus sabar, harus pandai mencari peluang meskipun kadang di suatu perusahaan tidak ada lowongan sama sekali. Dia harus pandai melakukan negosiasi dengan manajer perusahaan.

Rayna mengenakan setelan baju kerja yang biasa ia gunakan sebagai sekretaris ketika masih bekerja dengan Reno. Dua perusahaan telah ia datangi. Tidak ada lowongan satu pun di sana namun sang manajer berjanji akan menghubunginya ketika terdapat satu lowongan yang sesuai dengan kualifikasi Rayna. Bukan satu atau dua kali Rayna mencari pekerjaan keliling kota Jakarta. Sudah berkali-kali ia mendapat pengalaman tersebut.

Matahari telah meninggi. Dentang waktu menunjukkan pukul sebelas siang. Ia merasa sangat lelah menyusuri jalan-jalan di kota Jakarta demi mendapatkan pekerjaan baru. Akhirnya ia pun memutuskan untuk beristirahat di sebuah rumah makan. Istirahat sekalian makan siang, batinnya.

Rayna masuk ke dalam rumah makan seorang diri dan duduk di bangku yang tersisa. Rumah makan itu tampak ramai sekali hingga semua bangku terisi oleh orang-orang yang memesan makanan dan orang-orang yang sedang menikmati makan siangnya. Karena sudah duduk di bangku, Rayna pun bersantai dan mengistirahatkan anggota badannya di tempat itu seraya menunggu pesanan datang.

Saat sedang asyik menikmati istirahatnya dengan bermain game di ponselnya, Rayna dikejutkan oleh seseorang yang tiba-tiba duduk di kursi kosong di depannya. Ia pun langsung mengangkat kepalanya, melihat siapa gerangan yang tiba-tiba duduk di depannya. Rupanya seorang laki-laki paruh baya dengan setelan jas warna hitam sedang duduk manis di kursi itu. Ia tersenyum pada Rayna yang menatapnya dengan tatapan bingung.

“Maaf, Mbak Rayna. Tidak ada bangku kosong, jadi saya terpaksa duduk di sini.”

Rayna mengangguk kecil, mengizinkan orang itu berada semeja dengannya. “Tidak apa-apa, Pak. Silahkan.”

“Terimakasih,” ucap laki-laki itu.

“Bapak tahu nama saya?” tanya Rayna setelah mendengar laki-laki berperawakan agak gemuk itu menyebut namanya di awal tadi.

“Mbak Rayna dari perusahaan Reygold Corp, kan?” tanya orang itu balik. “Perkenalkan, saya Haris Sutarto. Pesdir perusahaan Anant Jewel yang ikut rapat tender dengan anda dan Pak Reno beberapa hari yang lalu.”

Rayna tercengang mendengar penjelasan bapak itu. Seakan berdiri di atas panggung, ia merasa banyak yang mengenalnya sejak bekerja di perusahaan Reno. “Ternyata begitu, ya? Saya bahkan tidak mengingat semua orang yang datang pada rapat itu.”

Pak Haris tersenyum. “Tidak apa-apa. Saya mengingat Mbak Rayna karena presentasi anda begitu memukau saat rapat. Waktu itu kami mengira bahwa Anda adalah seorang direktur atau manajer. Kualitas presentasi seperti yang Anda lakukan itu setingkat dengan direktur atau manajer, Mbak. Saya terkejut ketika mengetahui bahwa Anda adalah sekretaris Pak Reno.”

Rayna merasa sungkan mendapat pujian dari orang yang baru dikenalnya. Ia sama sekali tidak menyangka jika ada orang yang memujinya seperti bapak itu. “Tapi sekarang saya bukan sekretaris Pak Reno lagi, Pak. Saya baru saja mengundurkan diri dari perusahaan itu.”

Pak Haris terlihat agak terkejut. Bagaimana mungkin sekretaris secerdas Rayna dilepas begitu saja oleh Reygold Corp?

“Ada sesuatu yang memaksa saya harus pergi dari perusahaan itu. Tidak ada masalah dengan pekerjaan saya. Bahkan Pak Reno pun syok mengetahui pengunduran diri saya.”

“Lalu sekarang Mbak Rayna bekerja di mana?” tanya Pak Haris serius.

“Ini masih usaha cari kerja, Pak,” jawab Rayna asal.

“Bekerja di perusahaan saya saja, Mbak. Kebetulan ada beberapa lowongan jabatan internal. Mbak Rayna adalah orang yang cerdas dan baik, pasti bisa mendapatkan jabatan yang lebih tinggi.”

“Aduh, Pak. Saya hanya orang biasa yang pantas untuk menerima pekerjaan biasa-biasa saja.”

Pak Haris tetap akan memberikan jabatan yang lebih tinggi untuk Rayna. Ia yakin kalau Rayna akan membawa keberuntungan bagi perusahaannya. Akhirnya Rayna pun setuju dan bersedia bekerja di perusahaan Pak Haris yang tak kalah sukses dari perusahaan keluarga Subrata. Menurutnya, mungkin inilah saatnya ia harus melupakan Reno dan inilah jalan yang ditunjukkan oleh Allah padanya.

.....

Rayna pulang ke rumah dalam keadaan sedikit tenang. Setidaknya, ia telah mendapat pekerjaan pengganti dan tidak akan menjadi pengangguran seperti yang ia takutkan. Malam harinya, Rayna membuat surat pengunduran resmi dirinya dari perusahaan Reygold Corp. Surat itu akan ia berikan besok pagi pada Reno sebagai atasannya. Entah apapun keputusan laki-laki itu besok, ia tidak peduli sama sekali. Malam ini Rayna bisa tidur dengan beban pikiran yang telah berkurang sedikit.

Esok hari yang ditunggu Rayna telah tiba. Ia bersiap-siap pergi ke perusahaan Reygold Corp dengan pakaian yang biasa ia kenakan untuk bekerja. Setelah sarapan, ia hendak mengambil sepatu pantofel di rak sepatu. Niatnya ia urungkan ketika sekilas melihat ibunya tengah mengamati kegiatan Rayna pagi itu. Sejak Rayna membantunya memasak selepas Subuh, sang Ibu terus mengamati kegiatan putrinya yang menurutnya tidak seperti biasa, terutama ekspresi wajah Rayna tidak secerah hari-hari biasanya. Sang Ibu pun tidak tahu kalau sebenarnya Rayna sudah berhenti dari perusahaan yang lama.

“Ibu, ada apa?” tanya Rayna yang berdiri di depan rak sepatu. Ia mendapati ibunya sedang duduk mengamati gerak geriknya sedari tadi. “Apakah ada yang salah dengan penampilan Rayna?”

Ibunya menjawab dengan menggeleng. “Sudahlah, berangkat sana!”

“Ibu tidak apa-apa?” tanya Rayna lagi.

“Ibu baik-baik saja. Pergilah sebelum terlambat!” Wanita yang telah menyandang status janda itu hanya tersenyum tipis pada Rayna. Ia seperti sedang memendam sesuatu yang dirahasiakan dari putri cantiknya.

“Baiklah, Rayna berangkat, ya. Assalamu’alaikum.” Rayna mencium tangan ibunya yang nampak pucat dan dingin. Dalam hatinya, Rayna agak mencemaskan keadaan ibunya yang sangat berbeda dengan kemarin.

Rayna berjalan keluar rumah. Sesekali ia menengok ke belakang, memastikan bahwa ibunya dalam keadaan baik dan tidak terjadi sesuatu yang buruk pada wanita beruban itu.

.....

Sampai di kantor, Rayna berjalan menyusuri koridor dengan pikiran yang masih tertinggal di rumah. Ia masih memikirkan keadaan ibunya. Ia harus bergegas memberikan surat pengunduran diri itu pada Reno dan langsung pamit.

“Aku harus cepat pulang dan menjaga ibu,” lirihnya. Rayna mempercepat langkah kakinya menuju ruang kerja Reno yang masih lumayan jauh.

Bruuukk!!

Seseorang menabraknya dengan agak keras hingga keduanya terjatuh di ataa lantai. Pergelangan kaki Rayna terkilir dan menyebabkan ia kesulitan bangun dari posisinya saat ini. Rayna mendongakkan kepalanya agar dapat melihat orang yang menabraknya hingga terjatuh. Clara.

“Kurang ajar kamu, ya!” Clara hendak menampar Rayna yang masih terduduk di atas lantai.

Sebuah tangan pun menangkis tangan Clara yang sebentar lagi pasti mendarat di pipi Rayna. Dua pasang bola mata Rayna membulat ketika dilihatnya seorang laki-laki paruh baya dengan pakaian sangat rapi dan berwibawa memegang tangan Clara dengan tangan kanannya. Orang itu bukan Reno melainkan ayahnya, Presdir Reygold Corp. Clara perlahan menolehkan kepalanya, melihat pemilik tangan yang memegang tangannya dan mencegahnya menampar Rayna. Sedangkan sang presdir menatap tajam pada Clara yang bertindak seenaknya di perusahaannya.

.....

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status