Share

Bimbang

Suasana sedikit tegang saat Clara melihat Rayna datang bersama calon ayah mertuanya di kediaman Subrata. Ia sangat tidak menduga bahwa gadis itu juga berhasil menaklukkan hati ayahnya Reno. Clara menatap Rayna dengan tatapan tidak suka. Jelas saja, siapa yang akan menyukai wanita lain yang dekat dengan sang tunangan. Ia berusaha menahan emosinya.

“Ini siapa, Yah?” tanya nyonya Subrata pada suaminya. Baru pertama kali ini wanita itu bertemu dengan Rayna, sekretaris Reno yang cantiknya melebihi Clara.

“Oh iya, ini Rayna. Sekretaris Reno yang baru. Rayna lah yang membantu Reno menyelesaikan proyek-proyeknya dan dia juga yang berhasil mendapatkan proyek terbaru perusahaan kita. Untuk itu, aku mengajak Rayna ikut sarapan di sini.” Pak Subrata menjelaskan posisi Rayna di perusahaan mereka. Dia sangat ingin berterimakasih pada gadis cantik dan sopan itu.

Rayna hanya dapat tersenyum pada ibu kandung Reno yang penampilannya jauh dari kata tua.

“Ayo sini, duduk semuanya. Kita mulai sarapannya. Perut sudah keroncongan minta diisi,” sahut istri Pak Subrata yang berpenampilan sederhana itu. “Oh iya. Bibi! Panggilkan Reno. Semua sudah siap untuk sarapan.”

Deg!

Reno? Rayna sedikit gugup ketika nama Reno disebutkan. Rumah itu adalah milik keluarga Reno. Jadi, sudah sewajarnya Reno ikut sarapan bersama mereka.

“Baik, Nyonya,” jawab seorang asisten rumah tangga yang sedari pagi buta membantu majikannya menyiapkan sarapan akbar itu.

.....

Reno berjalan malas menuruni tangga. Bukan malas untuk menyantap sarapan pagi itu namun ia enggan bertemu dengan Clara. Perasaannya pada Clara semakin memudar sejak gadis yang ditunangkan dengannya itu bersikap tidak sopan bahkan kurang ajar pada Rayna.

Selesai menuruni anak tangga yang terakhir, Reno dikejutkan dengan kedatangan Rayna. Gadis yang akhir-akhir ini berhasil mencuri hatinya telah duduk di samping ibunya dan di depan Clara.

Rayna menundukkan kepalanya agar tak bertatapan dengan Reno. Ia cukup malu berada di tengah-tengah keluarga kaya itu karena merasa kalau dirinya adalah orang yang tidak punya apa-apa.

“Rayna?” lirih Reno yang dapat didengar oleh ayahnya.

“Iya, ayah yang mengajaknya kemari,” sahut ayahnya dengan antusias. “Tadi pagi ayah ke kantor untuk tandatangan laporan proyek yang di Surabaya. Lalu ayah liat Rayna sedang bekerja sendirian karena kamu ada di rumah. Ya sudah, akhirnya ayah mengajaknya sarapan di rumah sekalian.”

Clara merasa sangat tidak senang dengan penuturan presdir Reygold Corp itu. Terang saja, Rayna adalah gadis yang ia benci karena menurutnya, Rayna telah merebut hati Reno dan membuat hubungan mereka di ambang kehancuran.

Setelah melihat Rayna berada di tengah-tengah mereka, akhirnya Reno bersemangat menyantap sarapan pagi. Senyum sumringah pun terlihat di wajah tampan putra semata wayang keluarga Subrata itu.

Di dalam acara sarapan pagi itu, ibu Reno ingin membahas hubungan sang putra dengan tunangannya. Namun sang presdir malah ingin menggunakan momen tersebut untuk berterimakasih pada Rayna atas loyalitasnya beberapa bulan ini sejak dia bergabung di perusahaan keluarga mereka.

Dua tujuan yang berbeda itu membuat Rayna merasa sungkan, tak enak hati karena merasa dirinya merangsek masuk ke dalam kehidupan keluarga Subrata. Dia ingin sekali mengatakan pada presdirnya agar tak perlu berterimakasih padanya.

Setelah makan pagi selesai, perbincangan pun dimulai. Ayah Reno menginginkan dirinya lebih dulu menggunakan kesempatan pagi itu untuk mengucapkan terimakasih pada Rayna. Namun secara tiba-tiba, Rayna mengatakan dengan sopan bahwa presdir tidak perlu berlebihan dengan berterimakasih padanya tas berjalannya beberapa proyek.

“Saya hanya melaksanakan tugas sebagai seorang sekretaris yang berusaha membantu dengan segenap kemampuan, demi kesuksesan perusahaan. Jadi, menurut saya, Bapak Subrata tidak perlu berterimakasih pada saya. Itu sungguh berlebihan. Saya tidak pantas menerima ucapan terimakasih sebesar itu, Pak.” Rayna berusaha mengutarakan hal yang ingin ia sampaikan sedari tadi.

“Baiklah, jika itu yang kamu mau, Rayna. Sungguh beruntung Reno memiliki sekretaris secerdas dirimu,” puji sang presdir Reygold Corp yang notabennya adalah ayah kandung Reno.

Rayna menundukkan pandangannya. Ia mengatakan bahwa dirinya lah yang telah beruntung bekerja di perusahaan mereka. Dia akan belajar lebih banyak agar menjadi lebih baik daripada saat ini. Semua orang yang mengelilingi meja makan tersenyum senang mendengar setiap kata yang diucapkan oleh Rayna, kecuali Clara. Gadis itu sedari tadi berpikir bagaimana caranya membuat Rayna malu di depan keluarga Subrata.

“Baiklah, sekarang saatnya kita bahas tentang hubungan Reno dan Clara,” kata nyonya Subrata ringan.

Uhhukkk!

Reno yang saat itu sedang meneguk air putihnya tiba-tiba tersedak mendengar ibunya yang ingin membahas tentang pertunangannya dengan Clara. Rayna menatapnya cemas.

“Memangnya ada apa dengan kami?” tanya Reno yang telah menetralisir tenggorokannya. Ia benar-benar tidak ingin membahas apapun tentang Clara.

“Tentu saja hubungan kalian harus segera melangkah ke jenjang pernikahan,” kata nyonya Subrata dengan antusias.

Rayna, Reno, Clara, dan presdir Subrata tercengang.

“Pernikahan?” tanya Reno syok.

Ibunya mengangguk cepat. “Ibu ingin sekali memiliki seorang cucu dari kalian.”

Tiba-tiba Rayna merasa kurang nyaman berada di tengah-tengah keluarga Subrata ketika mereka membahas tentang hubungan Reno dan Clara. Ia tidak ingin menguping atau mendengar apapun tentang mereka berdua. Jelas karena itu bukan urusannya, tidak ada keterlibatan dirinya dalam masalah itu. Lagipula dirinya hanya seorang sekretaris yang tidak berhak mendengar masalah keluarga kaya tersebut.

“Maaf sebelumnya, sebaiknya saya pamit kembali ke kantor untuk melanjutkan tugas-tugas saya yang belum selesai.” Rayna menggunakan waktu untuk berpamitan agar tak harus mendengar apapun tentang keluarga Subrata lagi.

Reno melihat Rayna yang merapikan pakaiannya dan siap pergi dari rumahnya. “Aku juga. Ada beberapa laporan yang harus ku tandatangani. Benar, kan?”

Rayna menatap Reno seketika. “Anda bisa di sini untuk hari ini, Pak. Tandatangan laporan bisa dilakukan besok.”

“Tidak, tidak. Aku harus ke kantor sekarang. Tidak baik jika menunda pekerjaan.” Reno membuat alasan supaya dirinya bisa meninggalkan meja makan bersama Rayna.

“Reno dan Rayna duduk, ya. Tidak ada yang meninggalkan meja makan sebelum pembahasan ini selesai.” Nyonya Subrata tidak menginginkan keributan terjadi di meja makan. Ia juga ingin menghormati Clara yang sedari tadi hanya diam, tak mengatakan apapun.

Terpaksa, Rayna pun menurut dan berusaha duduk dengan tenang. Pagi ini ia harus mendengarkan rencana pernikahan Reno. Sedangkan Reno, merasa sangat kecewa pada ibunya. Ia terlihat murung dan sesekali mencuri pandang agar dapat melihat wajah cantik Rayna yang duduk di depannya.

.....

Suasana menjadi hening. Tak ada seorang pun yang ingin mengutarakan sesuatu.

“Tante, sebaiknya rencana pernikahan kami dibicarakan dengan keluarga saya,” usul Clara karena tidak ingin Rayna mendengar rencana pernikahannya. Menurutnya, Rayna bisa merusak rencana itu nantinya.

Tuan dan nyonya Subrata tampak memikirkan usul Clara. Ada baiknya jika rencana itu dibicarakan oleh dua keluarga.

“Baiklah, aku akan menentukan tanggalnya, kapan kita akan berkumpul untuk membahas pernikahan kalian,” kata nyonya Subrata. Sebenarnya wanita paruh baya itu ingin sekali membahasnya sekarang. Namun saran dari Clara dirasa benar dan memang lebih tepat jika masalah tersebut dibahas oleh dua keluarga.

Kali ini Rayna ingin sekali berterima kasih pada Clara yang berhasil menunda pembahasan pernikahannya. Dalam hati, ia bersyukur tidak mengetahui rencana itu.

Tidak berapa lama kemudian, Reno pamit hendak kembali ke kantor dan menyelesaikan semua pekerjaan yang telah disiapkan Rayna untuk hari itu. Ia mengajak Rayna pergi bersama, ada sesuatu yang ingin ia bicarakan dengan Rayna sebelum terlambat. Namun rupanya Clara lebih dulu mengajak Rayna pergi ke kantor Reno bersamanya. Dia yang akan mengantar Rayna sampai di kantor, seakan Clara mampu membaca pikiran Reno yang memiliki maksud tertentu mengajak Rayna bersamanya.

Bak makan buah simalakama, Rayna bingung harus menerima ajakan Reno atau Clara. Jika dia menerima ajakan Reno maka Clara tentu akan semakin membencinya. Dia pun ingin mendengar hal apa yang disampaikan Reno padanya. Jika dia menerima ajakan Clara, sudah dapat dipastikan bahwa gadis kaya itu akan mengancammya dengan seribu ancaman yang bisa dia lakukan kapan saja.

“Aku yang akan mengantar Rayna. Ayo!” Dengan percaya diri, Clara mengajak Rayna pergi bersama. Rayna ingin menolak tetapi tidak ada pilihan lain selain menerima ajakan Clara. Segala resiko akan ia terima.

Rayna tersenyum dan mengangguk pelan. Ia pun berjalan mengikuti Clara yang sudah berada di depannya.

“Kami pamit Om dan Tante...” ucap Clara sebelum meninggalkan kediaman keluarga Subrata.

“Hati-hati, ya,” balas calon ibu mertuanya.

Sedangkan Reno hanya duduk terdiam menatap dua orang gadis itu meninggalkan rumah mewahnya. Dalam pikirannya, ia menduga-duga hal apa yang akan dialami Rayna saat bersama Clara nanti. Apakah Clara akan mengancam sekretaris kesayangannya itu atau malah melakukan hal yang lebih nekad pada Rayna.

Clara dan Rayna telah meninggalkan halaman luas di depan rumah Reno. Keduanya berada dalam satu mobil dan sudah hilang dari pandangan.

“Lho, Reno! Kenapa masih di sana?” tanya ibunya yang melihat putra kesayangannya duduk melamun di kursi makan. “Tadi mau ke kantor, kan?”

Reno menoleh. “Ah, iya. Benar. Aku pergi dulu.”

Kemudian Reno beranjak dari duduknya dan langsung menuju halaman, mencari mobil mewahnya yang tadi pagi diparkir di halaman depan rumah yang luas. Hanya membutuhkan waktu lima menit baginya untuk mencapai mobil pribadinya yang telah menunggu sang majikan dari tadi.

Reno masuk ke dalam mobilnya dan melanjutkan lamunan tentang Rayna yang berada di mobil Clara. Pikirannya tak dapat lepas dari sosok Rayna. “Ada apa denganku?” tanyanya dalam hati.

.....

Rayna dan Clara masih dalam perjalanan menuju kantor pusat Reygold Corp yang terletak 8 kilometer dari kediaman keluarga Subrata. Rayna memilih diam dan tak memancing pembicaraan dengan Clara. Namun berbeda dengan Clara. Gadis licik itu telah menyiapkan beberapa pertanyaan dan ancaman untuk Rayna. Ia sengaja mengurangi kecepatan laju mobilnya agar memakan waktu lebih lama untuk sampai di kantor milik Reno. Merasa ada yang aneh, Rayna menyiapkan mentalnya jika sesuatu terjadi padanya akibat ulah Clara.

“Aku tidak akan menyerahkan Reno begitu saja untukmu, Rayna. Tidak semudah itu.” Tiba-tiba Clara membicarakan sesuatu tentang Reno. “Aku dan Reno akan menikah dalam waktu dekat. Jadi, aku sarankan agar kamu segera pergi dari perusahaan itu.”

Rayna berusaha agar tak terpancing dengan kata-kata Clara. Dia nampak tetap tenang. “Aku sama sekali tidak berkeinginan merebut siapapun agar menjadi kekasihku,” sahut Rayna dengan nada tenang.

Melihat ketenangan Rayna yang sama sekali tak terpancing untuk marah atau emosi malah membuat Clara semakin kesal. “Begitu? Tetapi faktanya kau merebut Reno dariku. Benar, dia adalah tunanganku. Tapi setiap hari kau yang selalu berada di sampingnya. Bahkan ketika dia sedang kesepian menjelang tidur, kau juga yang dicari.”

Kali ini kata-kata Clara ingin sekali dibantah oleh Rayna. Ada seribu alasan kenapa dia bersedia menemani Reno bahkan ketika malam menjelang tidur. Rayna menghela nafas panjang, menyiapkan kata-kata untuk menjawab Clara. “Aku dan Reno adalah sekretaris dan bos. Semua yang kami lakukan setiap hari hanya pekerjaan. Jika kamu merasa kalau aku merebut Reno darimu, aku sarankan kamu beralih profesi menjadi sekretarisnya. Supaya kamu bisa setiap hari bersama Reno bahkan sampai malam. Berkali-kali kamu merendahkan harga diriku tapi aku selalu diam atas perbuatanmu padaku. Kali ini, aku tidak akan diam saja.”

Clara melirik Rayna kesal. Sesuatu telah menggumpal di dadanya. “Oh, jadi sekarang kamu mau melawanku?”

“Pikir dengan akalmu, Clara. Aku sama sekali tidak berniat merebut Reno darimu. Tetapi jika kamu masih berpikir kalau aku melakukannya, baiklah, aku akan melakukan apapun yang sesuai dengn pikiranmu itu.”

“Kau pikir, kau siapa, hah?” Clara marah dengan ancaman Rayna. “Kau mengancamku?”

Rayna berusaha tetap tenang. Kata demi kata yang keluar dari mulutnya harus dipikir berulang kali agar tidak terjadi kesalahan yng dibuatnya sendiri. “Ini bukan ancaman, tapi aku hanya berusaha merealisasikan pikiranmu menjadi kenyataan. Pikiranmu dan kenyataan saat ini sangat bertentangan. Sekarang aku bersedia membantumu mewujudkan apapun yang kau pikirkan tentang aku dan Reno. Bagiku sangat mudah merebut Reno darimu, kalau aku mau.”

Ckiiit!

Clara menghentikan perputaran roda mobilnya secara tiba-tiba. Ia tak dapat lagi berkonsentrasi membawa mobil itu melaju lebih jauh.

“Kau mengancamku, hah? Ingat, ya, Rayna! Aku akan menghancurkan proyek terbaru kalian jika kau berani melakukan apapun yang kau bicarakan tadi.”

Rayna tersenyum. Dalam hatinya, ia terkikik geli. Clara menyebut dirinya telah mengancam, kini malah Clara yang mengancamnya.

“Sayangnya, aku tidak takut pada ancamanmu,” balas Rayna yang sontak membuat Clara semakin benci padanya.

“Oh, jadi begitu? Sekarang sudah berani mengambil tindakan sendiri? Baiklah, lihat saja ketika proyek itu hancur, namamu yang pertama kali dipermalukan di mana-mana. Di kantor, di keluarga Subrata, bahkan Reno juga akan menjauh darimu. Kau menantangku, Rayna. Jadi, tunggu dan lihat saja tanggal mainnya.”

Rayna terdiam, bukan karena ancaman Clara. Namun ia teringat kata-kata Reno bahwa Clara adalah gadis licik yang selalu bisa melancarkan ancamannya. Semua ancaman Clara akan benar-benar terjadi jika tidak bisa menghindari perselisihan dengannya. Gadis itu seperti ular berbisa.

.....

Rayna berjalan gontai menuju meja kerjanya. Ia masih memikirkan ancaman Clara. Sebenarnya ia sama sekali tidak takut terhadap ancaman Clara berupa apapun. Tapi yang menjadi pikiran di otaknya adalah ancaman Clara yang akan menghancurkan proyek Reno. Susah payah mereka mendapatkan tender itu. Jika mereka harus kehilangan proyek itu, betapa kecewanya Reno dan pak Subrata.

“Apa yang harus aku lakukan?” gumam Rayna bingung. Ia harus bertanya tentang solusi masalah ini pada sahabatnya, Sofi. Tapi dia tidak yakin kalau Sofi akan benar-benar memahami situasinya. Kali ini Rayna harus mengalah lagi, demi kebaikan semua orang. Baik untuk Reno, Clara, dan orang-orang yang ada di perusahaan itu.

Tanpa disadari, Rayna telah sampai di depan meja kerjanya.

“Kenapa lama sekali? Kalian pergi lebih dulu daripada aku. Tapi aku malah sampai di sini lebih dulu.”

Rayna terlonjak kaget, sontak lamunannya pun buyar. Ia melihat Reno sudah duduk manis di kursi kerjanya, dengan layar komputer yang sudah menyala di depannya. Reno menatapnya seakan tatapan mata itu menginterogasinya dengan beberapa pertanyaan. Ya, benar. Sebenarnya Reno memang menyimpan segudang pertanyaan pada Rayna. Namun ia menunggu waktu yang tepat agar tidak menyakiti Rayna.

“Kita bicara di dalam saja.” Sejenak kemudian, Reno beranjak dari posisi duduknya dan berjalan menuju ruang kerjanya. Rayna pun mengekor di belakangnya.

Sebenarnya hari ini Rayna tak berniat masuk ke dalam ruang kerja bosnya yang selalu terlihat rapi dan bersih. Dalam hatinya, sudah tertanam niat untuk menjaga jarak dengan sang atasan agar tak terjadi masalah-masalah ke depannya. Reno duduk di kursi empuk miliknya, seperti biasa saat dirinya mengerjakan semua pekerjaannya di ruangan itu. Sedangkan Rayna duduk di kursi yang terletak tepat di depan Reno. Jarak mereka berdua hanya dipisahkam oleh sebuah meja kerja berukuran 150x70 sentimeter. Meja yang berukuran cukup besar untuk menjadi meja kerja seorang wakil presdir.

Reno menatap Rayna yang menundukkan kepalanya. Ia sengaja mendiamkan sekretarisny untuk beberapa saat. Ia ingin melihat ekspresi Rayna setelah bicara dengan Clara di mobil tunangannya itu tadi.

Rayna merasa tidak nyaman, seakan Reno ingin mengintimidasinya. Ia bahkan tidak berani mendongakkan kepala atau menatap sang atasan yang sedari tadi melancarkan tatapan seakan ingin menerkamnya hidup-hidup. Jantungnya berdegub cukup kencang.

“Aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Hari ini, sebelum semuanya terlambat.”

Seketika Rayna mengangkat kepalanya, melihat wajah yang menunjukkan keseriusan di depannya. “A, apa maksudnya?” tanya Rayna gugup. Ia benar-benar merasa seperti ingin dimangsa oleh Reno.

Reno berusaha menenangkan hatinya. Menata kembali kata-kata dalam pikirannya yang akan ia keluarkan di hadapan Rayna. Tak berapa lama pun laki-laki tampan itu mengatakan bahwa Rayna tidak perlu takut pada ancaman apapun dari Clara. Dia sendiri yang akan mengatasi masalah Clara. Justru inilah yang ditakutkan oleh Rayna. Sumber masalahnya adalah dirinya. Dia tidak ingin mengorbankan Reno atau siapapun. Intinya jika dirinya menjauh dari Reno maka Clara tidak akan membuat masalah diantara mereka bahkan dengan perusahaan. Ancaman Clara tidak berarti apa-apa bagi Clara. Tapi masa depan perusahaan saat ini sedang dipertaruhkan.

Rayna merasa harus mengalah. Hari ini dia memutuskan keluar dari perusahaan Reygold Corp yang telah membuatnya merasa menjadi seorang sekretaris dalam arti sesungguhnya. Dalam waktu dua atau tiga hari, Rayna akan membuat sebuah surat pengunduran diri. Ia benar-benar harus berhenti dari pekerjaannya saat ini.

“Kenapa harus seperti itu?” tanya Reno syok dan sedih setelah mendengar keputusan dari Rayna. Hari ini, rencananya dia ingin mengutarakan perasaannya pada Rayna dan menaikkan jabatannya menjadi manajer perusahaan. Namun keputusan Rayna membungkam Reno seketika.

“Maaf, sungguh, aku minta maaf. Akar dari semua masalah dengan Clara adalah aku. Jadi, aku yang harus menyelesaikannya.” Dengan sangat menyesal, Rayna pun mengatakan bahwa dia ingin menjaga jarak dengan Reno.

“Menyelesaikan masalah bukan berarti harus keluar dari sini.”

“Terkadang kita harus mengalah dalam hidup agar tidak menyakiti siapapun. Tidak masalah jika aku harus berhenti dari pekerjaan di perusahaan ini. Aku ingin masalah dengan Clara segera selesai.”

Pernyataan Rayna mampu membuat Reno terdiam. Dia merasa sangat tidak berguna. Seharusnya dia bisa mengendalikan Clara, tunangannya, agar tidak melakukan hal-hal yang nekad. Reno tertunduk lesu. Ia tak berdaya dan tak berhak mencegah Rayna agar tidak meninggalkan perusahaan itu. Gadis itu terpaksa meninggalkan perusahaan hanya karena ingin menjauhi Reno.

“Aku yang salah,” ungkap Reno lemas.

Rayna mengerutkan keningnya, memutar otak, mencoba memahami arti dari kata-kata Reno.

“Ini semua salahku, Rayna. Bukan salahmu. Tapi kau yang ingin menyelaikan masalah ini. Aku benar-benar tidak berguna.” Tanpa sadar, Reno menangis dan tangannya memukul meja kerja yang keras itu.

Melihat keadaan Reno yang menyedihkan itu membuat Raynaeneteskan airmata. Hati mana yang akan kuat melihat orang yang disukai menangis dan bersedih seperti itu. Namun Rayna tak dapat berbuat apapun. Ia tidak mungkin mengakui perasaannya pada Reno.

“Aku mencintaimu, Rayna.”

Deg!

Satu kalimat yang keluar dari mulut Reno diringi tangisannya membuat Rayna tercengang dan tidak percaya. Ia menggeleng pelan. Ini tidak boleh terjadi. Bukan ini yang ia harapkan.

.....

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status