Share

Emosi

Hari ini tepat satu bulan Rayna bekerja di perusahaan Reygold Corp. Atas bantuan dari kerja kerasnya, sang wakil presdir berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya dan mendapatkan beberapa proyek besar yang jarang didapatkan. Dapat dikatakan bahwa keberadaan Rayna membawa keberuntungan besar bagi perusahaan itu.

Rayna berjalan santai menuju ruang kerjanya, yang berada tepat di sisi kanan ruangan Reno. Beberapa kali ia menyapa karyawan lain yang berpapasan dengannya. Rayna dikenal sebagai gadis paling ramah di perusahaan itu sehingga namanya tak asing bagi banyak orang. Akun sosmed gadis itu pun mendapatkan tambahan pengikut lumayan pesat karena ia bekerja sebagai sekretaris wakil presdir bernama Reno Subrata yang terkenal akan ketampanan dan kebijaksanaannya.

Beberapa meter sebelum Rayna sampai di ruangannya, mendadak ia menghentikan langkahnya. Sepatunya berwarna krem berhenti mengeluarkan bunyi tok tok yang beradu dengan lantai keramik. Senyumnya memudar saat dilihatnya seorang wanita berdiri di depan ruang kerjanya dengan melipat kedua tangan di depan dada dan tatapan tajam seolah ingin menerkamnya.

“Rupanya dia membuktikan kata-katanya,” gumam Rayna.

Tanpa disadari Rayna, tepat di belakangnya, Reno berjalan mendekatinya. Bukan sengaja mendekati Rayna. Ruanga kerja mereka berada satu lokasi, jadi wajar mereka berjalan searah.

“Oh, ternyata seperti ini sikap kalian? Kalian berangkat bersama-sama?” tanya Clara dengan nada judesnya.

Rayna memutar otak, berusaha mencerna maksud kata-kata Clara. Kalian? Siapa yang dia maksud?

“Siapa yang kau maksud?” Suara Reno terdengar sangat nyaring di telinga Rayna. Rupanya sang atasan berdiri di belakangnya dan kini berjalan sampai di samping kanannya. Rayna menatap Reno, kaget dengan keberadaan makhluk menyebalkan itu.

Oh, jadi yang dimaksud oleh Clara adalah Pak Reno dan aku? pikirnya.

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Reno lagi. Kini laki-laki itu berada di depan Clara. Lebih tepatnya mereka saling berhadapan.

Rayna menghela napas panjang. Betapa sial dirinya. Pagi seperti itu sudah terjebak diantara pertengkaran sepasang kekasih. “Sebenarnya apa salahku?” lirih Rayna polos.

“Kalian berdua pasti berangkat bersama-sama, kan?” Pertanyaan Clara lebih menjurus pada tuduhan berselingkuh.

“Aku tidak peduli pendapatmu. Entah aku bersama Rayna atau tidak, bukan urusanmu. Ini adalah kantorku. Kau tidak berhak mengintimidasi karyawanku semaumu. Kalau kau ingin melakukannya, lakukan saja di kantor ayahmu. Tidak perlu kau lakukan di sini.”

Kata-kata Reno begitu menohok batin Clara. Bagaimana pun, dia hanyalah seorang wanita yang memiliki hati dan perasaan untuknya.

“Tapi aku adalah tunanganmu. Aku berhak melakukannya. Aku juga berhak mengatur siapa saja yang bisa berdekatan denganmu.” Clara tentu tak mau kalah argumen dengan Reno.

Reno melirik Clara tajam. “Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu. Ini masih pagi dan kau sudah membuat masalah. Alangkah lebih baik jika kau tidak pernah datang ke sini.”

Sialnya Rayna yang mendengar semua pembicaraan mereka berdua. Dia ingin undur diri tapi sungkan. Tetap berada di sana juga sangat tidak nyaman.

Reno sudah keterlaluan kali ini, pikir Rayna. Clara adalah perempuan yang lemah secara psikis, menurutnya.

“Pak Reno, sudah. Jangan dilanjutkan. Lihat, beberapa orang melihat kalian dengan tatapan aneh,” ungkap Rayna, berusaha membujuk Reno agar bersedia menghentikan debatnya dengan Clara. “Tolong hentikan, Pak. Mengalah bukan berarti kalah.”

“Diam, kau! Sekretaris macam apa yang selalu menggoda atasannya? Kau ingin mendapatkan Reno? Tidak semudah itu.”

“Clara!” bentak Reno, tidak ingin mendengar kata-kata menyakitkan dari mulut Clara.

“Kau harusnya sadar diri, Rayna. Siapa dirimu? Apa kedudukanmu? Seharusnya kau tidak melupakan itu. Dasar orang miskin!”

Plaaakk!

Tangan kanan Reno melayang bebas menerpa pipi kiri Clara yang berbicara terus tanla ada titik ataupun koma.

Rayna menutup mulutnya dengan kedua tangan, tidak menyangka bahwa sang atasan mampu melakukan hal kasar itu pada seorang wanita. Dia adalah tunangannya. Kenapa bisa setega itu?

“Keluar dari sini! Aku bilang keluar!” bentak Reno, mengusir wanita cantik di depannya. Dia sudah tak peduli kalau gadis itu adalah calon istrinya.

Clara menangis dan memegang pipi bekas tanda tangan Reno yang tampak merah. Meski sudah diusir, Clara masih bertahan di tempat itu.

“Kau tidak mengerti kata-kataku? Cepat keluar!” bentak Reno lagi.

“Mbak Clara, tolong, pergilah sebelum Pak Reno mengamuk. Tolong, Mbak.” Rayna memohon pada Clara agar menuruti perintah Reno saat itu.

Clara yang menahan sakit di pipinya dan sakit di hatinya karena dipermalukan oleh tunangannya sendiri, bergegas meninggalkan Reno dan Rayna yang mematung tanpa menatapnya pergi.

Raut wajah Reno merah padam disebabkan emosi yang telah membludak akibat ulah Clara di pagi itu. Clara sudah tak ada di hadapan mereka lagi. Rayna meletakkan tasnya di atas meja kerja miliknya. Kemudian dia memegang tangan Reno dan mengajaknya masuk ke ruangan supaya karyawan tidak lagi menjadikan dirinya tontonan gratis di pagi hari.

Rayna membujuk Reno supaya menurutinya. Reno pun duduk di atas sofa dengan emosi yang masih membara. “Pak, tolong, jangan seperti ini.” Rayna menuangkan segelas air putih untuk Reno agar laki-laki itu merasa agak tennag.

“Hari ini kita ada rapat penting di luar kota, Pak. Tolong kendalikan emosi Anda. Jangan sampai emosi Anda meluap saat rapat nanti.”

Yang dikatakan Rayna memang benar. Proyek yang akan dibahas nanti pada rapat merupakan proyek besar yang harus mereka dapatkan. Jangan sampai dirinya melakukan kesalahan sedikit pun.

.....

Sesuai jadwal yang sudah direncanakan dan disusun dengan rapi bersama beberapa perusahaan yang tergabung dalam kerja sama proyek baru, hari ini adalah hari rapat internal yang membahas proyek tersebut. Lokasi yang dipilih berada di luar Jakarta. Untuk itu, persiapan yang matang sangat diperlukan agar rapat ini berakhir dengan sukses.

Rayna telah menyimpan semua file software dalam ponsel Reno dan flashdisk nya agar atasannya mudah mengakses materi rapat yang akan dibahas nanti. Begitu juga dengan berkas-berkas berbentuk lembaran, sudah ditata serapi mungkin agar mudah dibaca dan dipahami berdasarkan urutannya.

“Saya sudah menyiapkan materi rapat hari ini, Pak. Supaya Anda mudah mengaksesnya dan tidak terkendala saat menjelaskan materi dalam rapat nanti.” Rayna tahu betul bahwa rapat itu sangat berharga untuk Reno.

“Baiklah, terimakasih,” ucap Reno singkat.

“Pak Reno baik-baik saja, kan? Masih emosi?” tanya Rayna untuk memastikan kalau atasannya sudah meredakan emosi.

Reno menatapnya datar. “Aku berusaha meredamnya,” jawabnya singkat. “Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya, Rayna.” Reno menghela napas panjang. Ia sedikit menyesali sikapnya pada Clara tadi. “Aku tidak pernah berani membentaknya satu kali pun. Karena hal itu bisa berdampak pada saham perusahaan. Ayah Clara memiliki hubungan dekat dengan sebagian besar pemegang saham di perusahaan ini. Jika aku berani kurang ajar padanya, maka ayah Clara tidak segan membuat kami bangkrut.”

Rayna tidak pernah menyangka hal seperti itu akan terjadi di perusahaan ternama seperti Reygold Corp. Menurutnya, ini seperti yang sering terjadi dalam drama Korea atau sinetron Indonesia.

“Aku ingin kau menemaniku pada rapat nanti. Bersiap-siaplah!” kata Reno, mengejutkan Clara karena sejujurnya gadis itu sama sekali tidak ada persiapan untuk melakukan perjalanan ke luar kota.

.....

Sebuah mobil mewah berwarna hitam meluncur cepat menerobos jalanan beraspal dan ramai oleh kendaraan lain. Sang sopir rupanya handal dalam mengemudi dengan kecepatan tinggi. Beberapa kali mobil itu hampir menabrak kendaraan lain di depan, beruntung sopir pribadi Reno merupakan sopir profesional yang dapat mencegah kecelakaan. Beberapa kali pula Rayna memejamkan matanya saat mobil itu hampir menabrak. Jantungnya berdegub lebih kencang, melihat langsung sang sopir yang tancap gas tanpa mempedulikan penumpangnya.

Sedangkan Reno yang duduk di belakang Rayna malah menikmati perjalanan dengan mobil berkecepatan tinggi tersebut.

Kalau begini terus, aku bisa mati di sini, batin Rayna yang masih memegang kerah kemejanya untuk mengurangi rasa takut dan jantung yang berdebar kencang.

Jakarta-Bandung bukan jarak yang jauh bagi sang sopir. Mereka tiba di lokasi rapat, di salah satu hotel di Bandung, 15 menit lebih awal dari waktu tempuh biasa. Ketika mobil hitam itu berhenti di halaman parkir hotel, Rayna dapat bernapas lega. Kakinya masih gemetaran dan jantungnya belum berdetak norma. Karena memburu waktu, sang sopir terpaksa menambah kecepatan laju mobil hingga sebisa mungkin sesuai keadaan jalan. Pengalaman naik mobil seperti itu adalah yang pertama bagi Rayna.

“Kenapa belum keluar?” tanya Reno ketika Rayna masih mematung di dalam mobil sambil mengatur napasnya.

Rayna menoleh ke belakang sejenak. “I, iya, Pak. Sebentar lagi.”

Dengan kaki yang masih agak gemetar, Rayna menginjak lantai parkir dan berusaha menjaga keseimbangan tubuhnya agar tidak terjatuh. Betapa memalukan jika ia terjatuh hanya karena kaki gemetar.

Reno dan Rayna berjalan pelan masuk ke dalam hotel dan duduk istirahat di lobi. Reno mengajak Rayna ke restoran yang ada di hotel itu untuk memesan camilan dan minuman sambil menunggu peserta rapat yang lain. Di restoran itu, mereka juga bisa menyiapkan materi agar rapatnya berjalan dengan lancar.

.....

Sementara itu, di kantor Reygold Corp terjadi kekacauan. Clara menginterogasi beberapa karyawan yang bertemu secara tidak sengaja dengannya di depan ruangan Reno. Ia benar-benar marah besar karena tidak mendapati sang tunangan di ruang kerjanya. Ditambah lagi, Rayna juga tak ada di tempatnya. Langsung, pikiran buruk menyerang otak Clara dan kecurigaan-kecurigaan muncul.

“Di mana Pak Reno, hah?” tanya Clara pada seorang karyawan yang membawa selembar laporan untuk diletakkan di atas meja kerja Reno.

Cantik namun ekspresi gadis itu menyeramkan. Tak ada bedanya dengan nenek sihir dalam dunia dongeng. Melihat ekspresi menakutkan itu, karyawan yang ditanya pun takut saat hendak menjawabnya.

“P, Pak, Pak Reno... Se, sedang rapat di, di Bandung,” jawab karyawan laki-laki itu dengan terbata-bata.

“Dengan siapa?” tanya Clara lagi dengan nada membentak.

“Rayna dan sopir Pak Reno.” Setelah berhasil mengatakan hal itu, karyawan yang ketakutan itu segera keluar dari ruangan Reno dan sama sekali tak menoleh ke arah belakang.

Clara membanting bingkai foto Reno yang ada di atas meja hingga kaca penghiasnya pecah dan berserakan di atas lantai. “Beraninya kalian pergi bersama-sama!” Sebuah vas yang ada di meja tamu pun tak luput dari kemarahan Clara. Vas itu pecah terbengkalai dan mengotori lantai.

“Aku harus ke sana. Ya, aku harus menyusul mereka berdua.”

.....

Dentang waktu menunjukkan jam satu siang. Sesuai jadwal, rapat pertemuan untuk proyek baru segera dimulai. Beberapa perwakilan perusahaan telah datang. Meja dan kursi pun diatur sesuai dengan perusahaan masing-masing. Jadi, satu meja bulat terdiri dari lima kursi yang mengelilingi. Satu meja itu ditempati oleh satu perwakilan perusahaan. Secara kebetulan, Reno dan Rayna menempati meja kedua. Hanya mereka berdua yang datang mewakili perusahaan.

Perwakilan Reygold Corp ynag sebenarnya adalah Tuan Subrata, ayah Reno. Namun karena beliau sedang berada di Surabaya maka Reno yang datang mewakili perusahaan mereka. Reno tak kalah cerdas dari sang ayah. Dia pun dibantu seorang sekretaris yang cerdas pula.

Rayna saat itu mengenakan kemeja dan blazer warna krem sebagai atasan dan sebuah celana panjang dengan warna senada sebagai bawahan pakaiannya. Rambut lurus nya dibiarkan tergerai menutupi punggungnya. Ia duduk berhadapan dengan Reno. Hanya mereka berdua di meja itu. Tetapi kemampuan mereka sebanding dengan perwakilan perusahaan lain yang diwakili sekitar 3-4 orang.

Setiap perusahaan diwajibkan mempresentasikan materinya masing-masing, setelah itu baru lah ditentukan siapa yang akan mendapatkan proyek beaar itu. Ada tiga perusahaan yang akan menangani proyek itu berdasarkan bagian masing-masing.

Setelah melakukan presentasi dengan sangat baik, akhirnya Reno mendapatkan tender proyek utama. Tentu saja hal itu berkat Rayna yang berusaha membantunya mempresentasikan bagian lain yang tidak dijelaskan oleh Reno. Perasaan bangga dan bahagia menguasai hati laki-laki yang menjadi idola di kantor Reygold Corp.

Acara telah berlalu. Hasil pertemuan itu benar-benar memuaskan. Reno dan Rayna berhasil mendapatkan proyek mereka. Prestasi yang luar biasa. Mereka berpikir bahwa keberhasilan ini harus dirayakan.

Saat tengah asyik mengobrol dengan perwakilan dari perusahaan lain, tiba-tiba seorang wanita datang dan langsung mendekati Rayna. Gadis itu sama sekali tak mengindahkan orang-orang yang menatapnya penuh tanda tanya.

Plakk!

Clara menampar pipi kiri Rayna tanpa sebab. Tak ada angin dan tak ada hujan, sebuah tangan menampar Rayna dengan keras hingga meninggalkan bekas merah di pipi Rayna. Gadis itu terkejut melihat Clara di tempat pertemuan dengan para perwakilan perusahaan proyek baru. Rayna berusaha menahan airmatanya meski kedua mata bulat itu kini berkaca-kaca.

“Clara! Apa yang kau lakukan?” Nada suara Reno begitu tinggi. Ia membentak Clara di depan umum. Namun gadis itu malah dengan bangga mengatakan bahwa itulah hal yang seharusnya ia lakukan dari kemarin.

Semua orang yang masih standby di tempat itu tak menyangka, seorang gadis secantik Clara bisa begitu tega menampar seorang karyawan berprestasi seperti Rayna.

“Ikut aku!” Reno menarik lengan Clara dengan paksa. Namun ia berhasil melepaskan cengkeraman tangan Reno dengan cara mengibaskan lengannya sekuat mungkin.

“Aku harus membuat perhitungan dengan gadis miskin ini!” Wajahnya merah padam dan jari telunjuknya mengarah ke Rayna. “Supaya dia tau identitasnya dan sadar diri posisinya.”

Rayna tak membalas sepatah kata pun. Ia hanya menatap Clara yang mencoba menghina dan melukainya. Dia sama sekali tidak melakukan kesalahan apapun. Apakah membantu Reno mendapatkan tender itu merupakan sebuah kesalahan? Bukankah hal itu malah bisa disebut prestasi? Rayna hanya berani bicara dalam hatinya. Ia tak mengatakan apapun untuk membalas Clara karena jika ada kesalahan pasti Reno yang akan menanggung malu.

“Bukankah kau putri bungsu Malik Jayaningrat?” Seseorang bertanya pada Clara karena merasa pernah bertemu dengannya dan sangat mengenal ayah Clara.

“Malik Jayaningrat?” tanya seseorang lagi.

“Apa yang kau lakukan di sini? Kenapa tiba-tiba menampar karyawan Pak Reno?” tanya orang yang mengenal Clara itu.

Clara semakin kesal karena beberapa orang yang berada di tempat itu mengenalinya sebagai putri Malik Jayaningrat, konglomerat sukses di Indonesia.

...

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status