Share

3 - Satu Miliar

Jesslyn terus merutuki kesialannya pagi ini, ia terlambat bangun akibat memikirkan masalah yang Kean buat dan harus terjebak kemacetan kota yang membuatnya terlambat masuk ke kantor. Untunglah ia bisa terbebas dari absen pagi karena teman-temannya yang menolong dirinya. 

"Makasih!" Jesslyn meletakan tas tangannya dan berterimakasih pada Rini yang sudah menolongnya. Gadis itu hanya mengedipkan mata sebagai jawaban "ingat kamu hutang penjelasan dengan teman-temanmu" Jesslyn hanya mengangguk mengerti. 

"Jam makan siang nanti akan aku beritahu semuanya."

Rini mengacungkan jempolnya dan Jesslyn hanya menanggapinya dengan senyuman singkat. Baru ia akan menyalakan komputernya Panggilan Bu Rita, Kepala manajernya  menggelora di dalam ruangan dan menyuruh ia untuk ke lantai 20 dan bertemu Pak Arion, direktur sekaligus CEO di perusahaan ini. 

Tubuh Jesslyn menegang ingin menolak namun tatapan tajam yang diberikan Bu Rita membuatnya mengangguk dan memperhatikan teman-teman satu ruangannya yang menatap dia dengan heran karena bisa di panggil oleh Pak Arion si pemilik perusahaan dan orang yang begitu penting. 

Melihat Rini yang berada di kubikel yang sama dengannya memberikan ia semangat membuatnya tersenyum dan dengan senyumnya ia mengikuti Bu Rita yang mengantarnya hingga ke ruang Pak Arion yang berada di lantai 20. sangat tinggi berbeda dengan ruang kerjanya yang berada di lantai 2. 

"Masuklah, Pak Arion menunggu kamu di dalam" Wanita tambun dengan wajah juteknya itu menyuruh Jesslyn segera masuk ke dalam. Dengan jantungnya yang berdebar gila, Jesslyn mengetuk pintu kaca buram yang begitu besar di depannya dan terdiam saat seorang laki-laki tinggi keluar dari sana, dia bukan Arion. 

"Silahkan masuk"

Jesslyn hanya mengangguk menatap pria tinggi berkacamata itu yang mempersilahkan dia masuk dan kemudian laki-laki itu pergi setelah menutup pintu di depannya meninggalkan Jesslyn di dalam ruangan yang begitu luas sendiri. 

"Kita bertemu lagi?" 

Tidak, Jesslyn tidak sendiri, karena ada sosok Arion yang keluar dari pintu di depan sana yang entah ruangan apa karena Jesslyn belum melihatnya. 

Arion berjalan dan duduk di atas sofa yang berada di tengah ruang memanggil Jesslyn agar mengikutinya, dengan kakinya yang seolah tertancap paku, ia begitu berat saat berjalan mendekat pada sosok Arion yang duduk di atas sofa mahal dan memperhatikan tubuhnya yang  mendekat. 

"Duduklah, bersikaplah biasa, atau keluarkan lagi jurus menggodamu itu"

Arion begitu puas melihat wajah Jesslyn yang memerah malu, gadis itu dengan perlahan duduk di hadapan Arion dan mencoba tak menghiraukan pria di hadapannya.

"Ada apa Bapak panggil saya kemari?"

Jesslyn menatap mata Arion yang memberikan sorot tajam padanya. Entah mengapa wajahnya memerah karena kini di otaknya kembali memutar peristiwa malam itu. Dan hal tersebut tak luput dari pandangan Arion yang jelas tau apa yang tengah Jesslyn pikirkan.

"Aku mau menawarkan sebuah jabatan baru untukmu, tentu lebih tinggi dari posisimu saat ini, kamu mau menerimanya?"

Jesslyn yang masih mencoba menormalkan raut wajahnya dan sesekali melirik wajah Arion yang menatapnya dengan wajah datar.

Dia terkejut dengan tawaran yang Arion beri padanya. "Jabatan apa ya Pak?"

Arion mengusap dagunya pelan dan menatap tubuh Jesslyn dengan pandangan penuh minatnya membuat yang ditatap memberikan tatapan tajam serta kesal namun tentu tak mampu Jesslyn katakan secara gamblang.

"Jadi sekertaris pribadiku"

Jesslyn menggeleng ta mengerti, dia hanya lulusan SMK, dan tentu dia juga tak punya pengalaman menjadi sekertaris juga dia tau bahwa laki-laki di depannya sudah memiliki sekertarisnya sendiri lalu mengapa menawarkan pekerjaan ini padanya?

"Bukannya Bapak sudah ada sekertaris? Lalu kenapa meminta saya menjadi sekertaris Bapak?"

"Bukan sekertaris yang itu Jesslyn, namun sekertaris pribadiku, selalu berada di sisiku saat aku membutuhkanmu dan selalu sedia saat aku membutuhkanmu" 

Kening Jesslyn berkerut bingung dan dia menggeleng tak mengerti "maksud Bapak apa?!" Jesslyn memikirkan kemungkinan buruk yang akan menimpanya melalui jabatan yang ditawarkan bossnya ini. 

"Dengar Jesslyn, semenjak malam itu aku selalu memikirkanmu, aku pikir, aku yang selama ini sudah tak bisa kembali bergairah dengan seorang perempuan bisa menjadi begitu liar saat bersamamu, aku menawarkan hal ini tentu tidak hanya menguntungkan untukku namun juga untukmu" 

Kedua mata Jesslyn membulat lebar lalu ia bangkit dengan wajah memerah karena rasa panas dan marah di setiap pancaran sinar matanya. "Secara tidak lansung Bapak mau angkat saya menjadi pemuas nafsu Bapak bukan?! Saya tidak mau kalau begitu!" 

Arion mengangguk pelan dan menyuruh Jesslyn kembali duduk menggunakan gerak tangannya, yang lansung dituruti oleh gadis itu. "Jangan terburu-buru  mengambil keputusan Jesslyn, sebagai awal hubungan baru kita bagaimana jika aku memberikan uang, berapapun nominalnya akan aku berikan untukmu lalu perbulannya kamu hanya tinggal bilang padaku kamu ingin aku menggajimu berapa"

Jesslyn mendengus geli dan membuang tatapannya sekilas sebelum kedua mata dengan sorot tajamnya itu diberi pada Arion yang masih memasang raut tenangnya. "Saya bukan pelacur! lagipula saya juga tidak tertarik!" 

Arion tertawa pelan dan memberikan sebuah kartu nama yang diambilnya dari dompet yang pria itu keluarkan dan diberikan benda tersebut di hadapan Jesslyn. "Aku tidak bilang kamu pelacur, ambil itu, dan hubungi aku jika kamu berubah pikiran. Lagipula semua ini berasal dari kamu Jesslyn andai malam itu kamu tak menggodaku tidak mungkin aku mau menawarkan hubungan ini padamu."

Jesslyn menatap kartu nama yang ada di atas meja dan dengan perasaan ragunya. "Hanya kamu, orang biasa yang aku beri kartu nama pribadiku" Jesslyn melirik Arion yang menatap dia dengan pandangan datar. Jesslyn sedikit kesal mendengar ucapan Arion atas dirinya.

Dia mengambil benda tersebut dan mengangkatnya di samping wajahnya dengan kedua mata yang masih menyorot kesal pada Arion. "Sudah selesai bukan Pak? Kalau begitu saya pergi" Jesslyn memberikan senyum yang Terlihat dipaksakan sebelum dia berlalu bahkan saat sang atasan belum menyuruh dia keluar.

Menutup pintu ruangan Arion, setelahnya Jesslyn berjalan menuju lift dengan kartu nama yang berada di genggamannya. Saat melintasi sebuah tempat sampah dia berhenti dan berniat membuang benda itu jika saja pikiran tentang masalah Kean tak menghampirinya.

Tangannya yang sudah berada di atas tempat sampah terbuka itu mendadak ragu, dan Jesslyn meremas kasar kartu nama di tangannya sebelum dia masukkan kedalam kantung roknya.

**

"Jadi bagaimana malam itu?"

"Apa kamu berhasil menggodanya?"

"Kamu tadi dimarahi sama Pak Arion? Kenapa kamu dipanggil ke kantornya?"

"Kamu dipanggil Pak Arion tadi? Dia bilang apa?"

"Ayo cerita Jess"

Jesslyn yang sudah kembali berkumpul bersama ketiga temannya di jam istirahat mulai diberikan pertanyaan berondong oleh teman-temannya.

Dia menyuruh ketiga temannya yang selalu bertanya tanpa memberinya celah untuk bicara itu nampak mulai kesal dan berdesis karena perbincangan mereka mulai dilirik oleh orang lain yang penasaran akan pembicaraan ini.

"Kalian diam dulu, aku akan bicara pelan-pelan"

Jesslyn menarik napasnya dalam sebelum ia hembuskan secara perlahan. "Kalian mau mendengar cerita bohong atau jujur?"

Mendengar tanya Jesslyn ketiga temannya nampak berdecak kesal dan Keisa, temanya yang sudah bersuami itu mengetuk kepala Jesslyn pelan. "Jangan bercanda! Tentu kami mau mendengar cerita jujurmu"

Jesslyn mengerucutkan bibirnya dan mengangguk "baiklah, asal kalian jangan membuat kehebohan dan menjaga rahasia ini!

"Pasti Jess, cepatlah katakan apa yang terjadi malam itu, benarkah Pak Arion tergoda olehmu?"

Rini begitu penasaran akan malam ulangtahun perusahaannya, dan melihat anggukan pelan Jesslyn membuat ketiga temannya memekik pelan dan bersorak kaget.

"Berarti Pak Arion memang bukan gay, tapi kenapa bisa dia tak pernah tertarik dengan setiap wanita cantik yang mendekatinya, dan apa yang kamu lakukan sehingga Pak Arion tergoda olehmu? Kamu pasti mengeluarkan jurus rayuan mautmu kan Jess?"

Sea bertopang dagu menatap Jesslyn yang menggeleng pelan "Bukan, aku tak menggodanya karena sebelum aku memulainya Pak Arion menolak dan mengusirku menjauh"

Kening ketiga temannya itu berkerut. "Aku mengejeknya dan menghinanya, Pak Arion marah dan menyeretku semalam, dia menunjukan padaku dan membuktikan bahwa dia memang bukan seorang gay" Jesslyn melanjutkan kalimatnya dengan wajah memerah malu jika mengingat kejadian malam itu.

Dan ketiga temannya yang mendengar menahan napas karena begitu kaget teman mereka mampu membuat seorang Arion yang menolak kehadiran wanita kini menarik Jesslyn yang bahkan tak menggodanya melainkan menghinanya untuk berada di satu ruang yang sama dan melakukan hubungan jauh.

Mungkin jika setiap wanita tau jika cara yang Jesslyn lakukan berhasil menarik Arion, semua wanita penggila Arion akan memilih menghina Arion dibanding menggodanya dengan susah payah.

"Jadi kamu memang sudah melakukan hubungan intim dengan Pak Arion Jess?"

Keisa bertanya dan Jesslyn memberi anggukan pelan, untunglah mereka duduk di meja paling sudut dan tersembunyi dari orang-orang yang takutnya mencuri dengar pembicaraan mereka.

"Jadi kamu dipanggil Pak Arion tadi apa karena masalah ini Jess? Apa yang Pak Arion katakan padamu?"

Rini bertanya yang sedari tadi pertanyaan itu selalu berputar di otaknya. Jesslyn mendadak ragu haruskah dia memberitahu kejadian di ruangan Arion tadi dengan ketiga temannya ini atau dia harus menyembunyikannya.

"Apa Jess? Kenapa kamu diam? Pak Arion memang bilang apa padamu?"

"Dia... Dia memintaku menjadi sekertaris pribadinya" akhirnya Jesslyn berkata tanpa menutupi apapun dari teman-temannya.

Ketiganya kembali kaget dengan raut wajah yang tak percaya, hening melanda dan Jesslyn berkerut dahi menatap wajah ketiga temannya itu.

"Astaga! Jess kamu tau ini tandanya apa?!" Sea menjentikkan kedua jarinya di hadapan wajah dan menatap ketiga temannya dengan raut senang.

"Apa?"

"Artinya Pak Arion jatuh cinta semenjak malam itu terjadi diantara kalian berdua!! Buktinya dia memintamu menjadi sekertaris pribadinya, pasti malam itu sungguh berkesan untuk Pak Arion hingga memintamu untuk selalu dekat dengan dia, iyakan?!" Sea meminta persetujuan dari kedua temannya yang mengangguk setuju.

"Sepertinya iya, kita kan tau, Pak Arion tak pernah membawa wanita ke kantor atau mendekati setiap wanita yang terbilang cantik, dan kini setelah tidur dengan Jesslyn Pak Arion lansung meminta Jesslyn menjadi sekertaris pribadinya, sudah tentu dia menaruh hati sejak percintaan satu malam kalian"

Wajah Jesskln merona, sejujurnya bukan itu Arion meminta dia menjadi sekertaris pribadinya, hanya untuk memuaskan nafsu lelakinya sajalah Arion meminta dia yang sudah tidur dengan laki-laki itu.

"Kamu menerimanya Jess?" Keisa bertanya dan pandangan Jesslyn menatap temannya yang sudah memiliki suami itu. Gelengan pelan ia beri dengan desah napas yang keluar dari bibirnya.

"Entahlah, aku bingung"

"Jess kamu harus menerimanya!!"

Rini nampak menggebu menyuruh ia menerima tawaran tersebut dari Arion, di lain sisi ia ingin menerimanya hanya agar mendapatkan uang dari Arion untuk melunasi hutang Kean, adiknya itu. Walau dia membenci Kean namun dia tak sampai hati melihat adik beda ibunya itu mati sia-sia.

Namun jika dia menerimanya dia juga harus terus melayani Arion kapanpun pria itu ingin, tak masalah memang tapi Jesslyn malu karena tadi saat di kantor Arion dia sudah meninggikan egonya.

Jesslyn tersenyum tipis memandang ketiga temannya "nanti aku pikirkan"

**

Jam pulang kantor adalah hal paling membahagiakan di hari kerja, karena Jesslyn bisa berpelukan dengan ranjangnya selama mungkin sesampainya ia di rumah kostnya.

"Jes bareng ke bawahnya?" Rini menghampiri mejanya dan bertanya, namun Jesslyn menggeleng menolak, dia masih harus membereskan peralatannya untuk masuk ke dalam tas.

"Kamu duluan aja Rin"

Rini tersenyum dan mengangguk "Kalau begitu aku pulang ya?" Jesslyn melambaikan tangannya pada Rini yang sudah keluar dari ruangan meninggalkannya sendiri di dalam kantornya.

Jesslyn memasukkan setiap barangnya ke dalam tas tangan, dan tangannya meraih ponselnya yang bergetar dan memunculkan nomor asing yang tak dikenalnya, dia tau itu nomor siapa, karena sejak siang tadi nomor itu terus menghubunginya.

Jesslyn memilih abai dan memasukkan benda tersebut ke dalam tasnya sebelum dia menggantungkan tas di pundak dan melangkah keluar kantor.

Saat kakinya melangkah meninggalkan gedung, betapa terkejutnya dia yang mendapat tarikan di tangan. Ingin Jesslyn memaki orang tersebut sebelum kedua tangannya menutup bibir karena melihat penampilan orang di depannya ini.

"Kean?! Astaga kamu mau apa di sini?! Dan wajahmu kenapa bisa penuh memar seperi itu!!"

Kean menggenggam kedua tangan Jesslyn dan isak tangis pria itu terdengar membuat hati Jesslyn yang berusaha dibuat mati rasa itu tak tahan karena rasa pilu yang menggores.

"Kak Jess, Kean harus apa? Mereka terus menghajar Kean karena tak bisa mengembalikan uang itu! Perlahan Kean akan mati Kak"

Jesslyn mengusap kasar wajahnya dan menarik tangannya yang digenggam Kean. "Lagipula kenapa kamu harus mengambil uang itu?! Kamu kan sering memerasku! Kenapa kini berlagak untuk mencuri uang orang lain yang nilainya tak mampu kamu kumpulkan sendiri!!"

"Kean terpaksa!"

"Tapi buat apa?! Jika sudah seperti ini kamu ikut membuatku susah!!"

Kean menunduk dan menangis terisak membuat Jesslyn berdecak tak suka dan membuang pandang karena hatinya yang tak tega.

"Kean mencuri uang itu karena sebagiannya mau Kean berikan untuk Kak Jess, untuk mengganti uang Kakak yang sering Kean ambil. Setelah itu Kean mau pergi jauh dan memulai hidup baru bermodalkan uang itu, tapi sayang Kean ditipu oleh mereka yang ikut andil dalam pencurian uang tersebut dan orang-orang itu justru mengejar Kean yang tak memegang uangnya dan harus menggantinya"

Kean mengusap kedua matanya yang berlinang air mata itu sebelum menatap Jesslyn dengan pandangan menyesal. "Kean juga tau Kak Jess gak akan bisa bantu Kean untuk mengembalikan uang itu jadi, Kean minta sama Kakak buat bunuh Kean sekarang, Kean lebih baik mati dibunuh Kak Jess dibanding harus terus dipukuli oleh mereka" Kean mengeluarkan sebuah pisau kecil di dalam sakunya dan memberikannya pada Jesslyn yang terpaku.

"Iris nadiku sedalamnya Kak, setelah itu tinggalkan Kean, maaf jika aku selalu merepotkan hidup-"

Ucapan Kean terpotong saat Jesslyn menampar keras pipi Kean dan mengambil pisau itu untuk ia buang di tempat sampah yang ada di dekatnya.

"Aku tau kamu itu bodoh! Tapi kenapa otakmu yang sudah bodoh itu tak kamu paksakan untuk sedikit berpikir?! Kamu pikir mati itu jalan keluarnya?!"

"Lalu selain itu memang ada?! Tidak ada orang yang mau meminjamkan kita uang satu miliar dalam waktu satu malam kak! Atau Kakak mau merampok bank?!"

"Diamlah!! Kamu itu sudah menyeretku ke masalahmu yang tak ada habisnya ini! Aku akan pikirkan jalan keluarnya tugasmu hanya diam! Kamu ikut aku pulang supaya bisa mengobati luka-luka itu setelahnya kita cari jalan keluar lainnya! Jangan berdebat terus kepalaku ingin pecah karena masalahmu ini!!"

Jesslyn menarik sang adik itu berjala mencari sebuah taksi yang akan membawanya ke rumah kostnya. Di sepanjang jalan dia diam dan memikirkan cara untuk mencari pinjaman uang sebanyak 1 miliar.

Setibanya di rumah kost, terlebih dahulu Jesslyn izin pada ibu kost bahwa dia membawa sang adik untuk menginap, kedua orangtua baya itu sedikit kaget karena melihat wajah Kean yang dipenuhi lebam namun karena Jesslyn bisa mengatasinya jadilah mereka tak diwawancarai lebih lama.

Padahal niat hati Jesslyn ingin lansung tertidur saat dia tiba tadi, mendadak kini dia harus mengompres semua memar yang ada di tubuh adiknya dan memberinya salep.

"Kak, bagaimana jika kita menjual rumah?"

Jesslyn menatap marah pada Kean dan menekan luka memar yang tengah diusapnya di punggung Kean yang begitu banyak bercak biru yang diyakini Jesslyn bekas tendangan.

"Rumah siapa yang mau kamu jual?! Kayak yang banyak tanah aja?"

"Maksud Kean, rumah Ayah sama Ibu di kampung, kekurangannya kita pinjam di bank kalo bisa, Kean akan bantu Kakak, setelah utang-utang ini lunas Kean janji gak akan buat masalah lagi Kean mau jadi anak baik aja, mau cari kerja yang benar"

Jesslyn berdecak sebal dan menepuk punggung adiknya menggunakan kain yang ia pakai untuk mengompres tubuh adiknya itu.

"Udah deh Ken! Stop bicara!! Kamu buat aku marah!"

Kean menjerit sakit saat dengan kejam Jesslyn menekan kasar luka memar yang paling besar di bagian pinggangnya. Setelahnya Jesslyn bangkit dan mengambil jaketnya.

"Kamu bersihkan sendiri tubuhmu, aku akan keluar"

Jesslyn mengambil jaketnya dan memilih berjalan keluar demi menormalkan pikirannya juga mencari cara agar mendapatkan pinjaman uang yang begitu banyak namun siapa yang bisa meminjamkan dia uang?

Jesslyn berhenti di pedagang nasi goreng dan meminta dibungkuskan dua nasi untuknya dan Kean. Jesslyn mengambil ponselnya  dan menimbang apakah dia harus menghubungi Keisa, karena Jesslyn tau suami wanita itu yang bekerja sebagai kepala manajer pasti memiliki banyak uang namun apakah temannya itu mau membantu ia menyelesaikan masalahnya. 

Akhirnya setelah menimbang sebentar, Jesslyn bangkit untuk menjauh sedikit dari kerumunan dan menghubungi Keisa. di deringan ketiga barulah panggilannya dijawab dan Jesslyn memulai mengalami kegugupannya itu.

"Hai Mbak, lagi sibuk?"

"Enggak Jess, ada apa?"

Jesslyn diam, dan dia mulai meragu dengan keputusannya menghubungi Keisa, dia tau penghasilan suami Keisa memang banyak tapi tak menjamin wanita itu  mau membantunya karena mereka juga pasti memiliki rencana yang ingin digunakan uang yang mereka punya. 

"Ini Mbak, Eh... aku kangen aja sama Mbak Keisa" Jesslyn tersenyum tipis karena dia tak bisa meminta  pinjaman oleh Keisa juga pada Rini dan Sea, dua gadis itu Jesslyn tau betul berapa penghasilannya, jangankan untuk meminjamkan ia satu miliar gaji mereka untuk diawetkan sampai akhir bulan kadang suka habis dan mereka harus beririt. Jadi lebih tidak mungkin lagi. 

"Ih kirain apa Jess, tumben bilang kangen pasti ada sesuatu kan? ada apa? bilang aja"

Jesslyn menggeleng "Enggak Mbak, emang kangen kok kalo gitu aku tutup ya teleponnya, maaf ganggu" Jesslyn mematikan sambungannya dan mendesah lelah. Jika saja Jesslyn tak merogoh saku rok kerja yang masih ia kenakan mungkin ia tidak akan menemukan kartu nama Arion yang ada digenggamannya. 

Jesslyn mengeluarkan kartu nama yang sudah begitu kusut karena tadi ia remas kasar dan memasukkan benda itu ke dalam saku roknya dengan asal. 

Haruskah Jesslyn menelepon Arion?

TBC...

Komen (1)
goodnovel comment avatar
randa radesa
good good good
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status