Share

6 - Hukuman

Jesslyn memejamkan kedua matanya saat Arion yang berada di bawah sana tak berhenti memberinya nikmat dari lidah pria itu yang terus menjelajahi inti dirinya.

"Buka matamu saat aku menyatukan diri denganmu!"

Jesslyn membuka kedua matanya melihat wajah Arion yang sudah sejajar dengan wajahnya, sebelum pria itu melebarkan kedua kakinya dan mengusap miliknya dengan kejantanannya yang sudah tegak sempurna.

"Ah.. Bapak!"

Jesslyn mengerang kecil saat Arion menggodanya degan mengeluar masukkan miliknya di bawah sana.

"Stop panggil Bapak ketika aku menyentuhmu, aku bukan Bapakmu!"

Jesslyn hanya mengangguk dan memejamkan kedua matanya saat dengan perlahan Arion memasukkan miliknya.

"Ahh Arion! Pelan ..." Jesslyn tersentak kaget saat Arion kembali melepasnya dan pria itu bangkit membawa tubuhnya duduk dengan tubuh yang saling berhadapan. Pria itu tersenyum miring melihat wajah Jesslyn yang kecewa namun juga diliputi gairah. 

"Bergeraklah, kamu yang memimpin. Kamu selalu memejamkan kedua matamu saat aku  menyentuhmu" wajah Jesslyn merona merah, menatap ke bawah sana saat milik Arion menggesek miliknya mencipta lenguh pelannya.

"Bergerak Jesslyn, kamu hanya mau berdiam diri seperti ini?" Jesslyn mengerang pelan dan mencoba menggerakkan tubuhnya naik turun dengan begitu perlahan, sementara dia yang berusaha menormalkan napas dan gerakannya, lain dengan Arion yang mengetatkan rahangnya karena gerak amatir yang Jesslyn lakukan membuatnya tersiksa. 

Tak tahan yang Arion rasakan, pria itu mendorong tubuh Jesslyn agar kembali rebah ke atas ranjang dan ia kembali mengambil alih permainan. Mencoba mencari kesenangan dan kepuasan  mereka berdua sebelum lenguhan dan desahan lega itu tercipta di bibir keduanya saat puncak kenikmatan berhasil mereka raih. 

Arion yang tengah mengatur napasnya itu rebah di samping Jesslyn yang sudah menutup kedua matanya karena rasa lelah yang dirasakannya namun begitu puas ia menerimanya. "Jangan tidur, aku masih belum selesai denganmu" 

Jesslyn melirik Arion yang menatapnya dengan tajam membuatnya meneguk salivanya kasar. Saat pria itu kembali memajukan wajahnya ingin memagut bibirnya kedua tangan Jesslyn menahan dadanya dan menatap kedua mata elang yang menyorot tajam padanya itu.

"Ada apa?"

Jesslyn mengatur napasnya sejenak sebelum ia mengungkapkan apa yang ingin dikatakan. "Setelah ini selesai saya boleh pergi kan?" Kedua pandangan Arion menggelap sebelum desisan sinis itu keluar dari bibirnya. 

"Ini sudah malam, kamu mau kemana?" 

"Ada- ada suatu kepentingan yang harus saya lakukan" Arion mendengus dan bangkit dari atas ranjang membuat kening Jesslyn berkerut bingung. "Pak? kenapa turun?" 

Bodoh, ya Jesslyn mengapa mempertanyakan hal itu, seharusnya ia senang karena Arion tak lagi  menjajah tubuhnya. Arion menatap Jesslyn sebentar "Pergilah, dan besok kamu sudah memulai bekerja padaku!" 

Jesslyn mencoba duduk dan menahan Arion yang akan masuk ke dalam kamar mandi. "Tapi bolehkah saya datang agak siang besok?" Arion membalikkan badannya seutuhnya pada Jesslyn yang kembali merona karena melihat tubuh polos Arion, "tidak boleh terlambat, aku tunggu di ruanganku" 

Jesslyn menggeleng, dia harus menyerahkan uang itu besok jika tak ingin adiknya kembali disakiti. Dengan menyeret selimut yang ada di bawah kakinya Jesslyn berlari pelan untuk mencegah Arion yang akan masuk ke dalam kamar mandi. 

"Pak tolong, izinkan saya datang terlambat besok" 

Arion melirik tubuh Jesslyn sebelum senyum miringnya pria itu sunggingkan. "Apa yang akan kamu lakukan untuk merubah jawabanku? Kamu tau aku paling tak suka dibantah orang lain, terlebih orang tersebut sangat jauh dariku" 

Jesslyn sungguh merasa terhina namun dia juga tak mau kalah untuk mendapat izin atasannya itu, karena nyawa adiknya lebih berharga dibanding hanya dibentak atau dimarahi oleh pria di depannya ini. "Saya harus apa  supaya  Bapak mengizinkan? Apa saya harus menyerahkan tubuh lagi?"

Arion mengangkat sebelah alisnya dan dengan gaya angkuhnya pria itu melipat kedua tangannya di depan dada demi memberi tatapan mengintimidasi pada Jesslyn. "Kamu pikir seberapa hebat tubuhmu sampai bisa merubah keputusanku? Meski aku tengah candu pada tubuh mu itu, namun tidak semua yang aku perintahkan dapat dibayar mudah dengan tubuhmu!" 

Arion menyentil kening Jesslyn hingga membuatnya memerah sebelum pria itu menutup pintu dengan bantingan kerasnya membuat Jesslyn yang tengah mengusap bekas sentilan Arion itu terlonjak di tempatnya. Jesslyn berdecak kesal dan memilih untuk kembali memakai pakaiannya kembali, dan bergerak keluar dari apartemen Arion, tugasnya sudah selesai untuk memuaskan pria  itu, dan Arion juga sudah menyuruh dia pergi tadi. 

Dengan membawa cek yang ia masukkan ke dalam tasnya dan memegang benda itu begitu  erat takut akan ada seseorang yang mengambilnya, Jesslyn memanggil sebuah taksi untuk mengantarnya pulang ke rumah Kostnya untuk membersihkan tubuh yang begitu lengket. 

Jesslyn melihat jam di dalam ponselnya dan dia mendesis kaget karena sudah hampir pukul 10 malam. Dia tak sadar sudah sangat lama ia dan Arion bermain tadi. Mengenyahkan bayangan yang terlintas di otaknya yang menayangkan kejadian barusan membuat rona wajah Jesslyn terlihat. Hingga sang supir yang tengah mengemudi terheran karena perubahan wajah yang Jesslyn tunjukan melalui spion mobilnya.

Arion yang baru selesai membersihkan dirinya tak kaget saat tak menemukan Jesslyn di dalam kamarnya, gadis itu pasti pergi setelah membawa cek pemberiannya. Arion duduk di atas ranjang dan membuka laci terbawah yang ada di samping ranjangnya. Mengambil sebuah figura kecil yang menampilkan wajah Karen tengah tersenyum membuat hatinya menghangat dan menjeritkan kata rindu. 

"Memang tak ada wanita setulus dirimu Karen..."

***

Setibanya Jesslyn di rumah, gadis itu segera mengambil handuknya dan membawanya ke kamar mandi, dia sudah begitu lelah dan tubuhnya sangat kotor. Merasakan setiap tetes air dingin itu mengguyur tubuhnya membuat Jesslyn mendesah lega, tak  lupa ia juga menggosok semua tubuh yang sudah Arion sentuh dan memberi bekas. 

Dia hanya tak mau esok saat pergi bekerja akan banyak orang bertanya mengenai rahang juga lehernya yang dipenuhi jejak merah. Meski tak banyak namun setiap bekas yang Arion beri tak cukup dibasuh dengan air sepertinya esok Jesslyn harus menutup semua bekas ini  menggunakan Make-up.

Jesslyn yang selesai membersihkan tubuhnya itu berjalan menuju sofa sembari membawa ponselnya untuk melihat pesan yang masuk. Ada dari dokter yang menangani Adiknya dan mengabari bahwa Kean sudah membuka kedua matanya sore tadi sebelum kembali terpejam karena kondisi adiknya yang masih lemah itu. 

Karena memang kondisinya yang begitu lelah, Jesslyn tertidur di sofa dan mengabaikan panggilan telepon yang masuk ke dalam ponselnya.

Saat bangun Jesslyn tau di luar sana sudah mulai pagi karena mendengar suara ayam yang mulai berkokok. Gadis itu bangkit dan mulai mempersiapkan dirinya untuk berangkat kerja jika saja teleponnya tak berdering dan menampilkan sebuah nomor yang tak Jesslyn kenali.

Dengan ragu gadis itu mengangkatnya dan tersentak karena sebuah bentakan keras menyapa telinganya saat ia mengangkat panggilan tersebut.

"Kenapa panggilanku sejak semalam kamu abaikan?! Kamu tidak kabur kan?!"

Jesslyn mendesis pelan "Tidak! Aku akan bawakan uangnya pada kalian!! Aku juga tidak akan kabur. Tapi berjanjilah jangan pernah lagi mengusik hidupku dengan adikku!"

"Oke, serahkan uangnya pada alamat yang sudah ku kirim padamu! Jika tidak aku akan menghabisi nyawa adikmu yang terbaring di rumah sakit itu!

Panggilan diputus secara sepihak dan Jesslyn memaki orang tersebut yang mengganggu waktu paginya. Jesslyn melihat ponselnya dan kedua matanya terbuka lebar melihat pesan dari sang Boss yang menyuruh ia datang pagi ini.

Jesslyn menggigit bibirnya, apa yang harus dia katakan sekarang? Bukankah dia sudah meminta izin semalam meski laki-laki itu tak mengizinkannya.

Ternyata Arion memang sungguh-sungguh melarangnya datang terlambat.

Memutar otak dengan alasan yang tengah dia cari untuk dikirimnya pada sang atasan, lalu setelah mendapatkannya dan dia percaya diri, Jesslyn menutup matanya sekilas saat selesai kembali membaca pesan yang akan dikirimkan.

Ia menekan tombol kirim dan secepatnya menonaktifkan ponsel. Biarlah dia kena omel atau hukuman dari Arion nanti. 

**

'Maaf sebelumnya Bapak Arion yang terhormat, hari ini saya tidak bisa datang tepat waktu ke kantor karena ada satu lain hal, sebelumnya juga saya sudah meminta izin pada Bapak, dan hari ini sungguh sangat penting untuk saya jadi saya harus pergi dan menyelesaikan masalah saya sendiri sebelum saya pergi  ke kantor nanti. 

Terimakasih Pak, dan mohon maaf sekali lagi :)'

Arion meremas ponsel di tangannya saat menerima pesan dari gadis itu, Jesslyn sungguh belum mengenal dirinya dan nampaknya gadis itu ingin bermain-main dengannya. Baiklah akan Arion lakukan nanti saat gadis itu tiba. 

Jika Jesslyn pikir Arion itu tipe pria pemaaf dia salah, Arion itu tak mudah memaafkan seseorang jika kekesalannya terhadap orang tersebut akan hilang dan hal tersebut membutuhkan waktu yang sangat panjang. 

Maka dari itu orang-orang yang berada di dekatnya sebisa mungkin tak membuat  Arion marah atau setidaknya tatapan pria itu  tak menjadi lebih tajam dan keruh saat menatap seseorang karena Arion mampu melakukan apapun. 

"Joshua, kamu sudah menyediakan meja dan kursi baru di ruanganku?" 

Arion melirik Joshua yang tengah menyetir di depannya, dan anggukan laki-laki itu membuat Arion mengangguk senang "Nanti kamu ambilkan semua barang wanita itu, dan bawa ke dalam ruanganku" 

"Baik Pak" 

Arion menolehkan kepalanya pada jalanan yang berada di sampingnya, memikirkan Jesslyn hanya membuat otak dan tubuh bawahnya pening, jika Jesslyn mampu membuat gairahnya mudah sekali naik wanita itu juga mampu membuat kepalanya berdenyut pening karena tingkah semaunya yang wanita itu layangkan. 

Sedangkan Jesslyn yang merasakan hatinya gundah  itu tengah duduk tak tenang di dalam bank yang menunggu namanya dipanggil. Dia merasakan bahwa Aroin tengah menyimpan amarah besar yang akan dilayangkan untuknya. 

Bagaimana jika ia dipermalukan?

Atu bagaimana jika ia dipecat lalu menyuruhnya untuk mengembalikan uang tersebut?

Tidak, tentu Jesslyn tak mau itu terjadi. Akhirnya ia memilih menyalakan ponselnya untuk melihat apakah Arion menghubunginya, namun belum ponselnya menyala namanya sudah dipanggil dan Jesslyn mengurungkan niatnya untuk membuka ponsel miliknya. 

"Silahkan Nyonya, uangnya sudah siap"

Jesslyn tersenyum dan mengikuti petugas bank yang berjalan di depannya menuju satu ruangan yang menyimpan uang satu milyarnya.  melihat tiga tas besar yang ada di atas kursi membuat Jesslyn meneguk salivanya kasar, ia sangat tergugah untuk menyimpan salah satu diantaranya. 

"Security  kami akan mengantar tas ini ke dalam kendaraan anda Nyonya" 

Jesslyn mengangguk dan berucap terimakasih, dengan dibantu dua petugas keamanan tersebut Jesslyn memasuki sebuah taksi yang sudah ia pesankan untuk mengantar  dia ke tempat kemarin dia bertemu dengan orang-orang yang mencelakai adiknya tersebut. 

Setibanya di bangunan tua itu Jesslyn nampak mengatur napasnya, melihat dua orang laki-laki yang mendekat ke arah mobilnya dan tentu Jesslyn mengenal salah satunya, pria yang kemarin ia temui dan membuat sang adik terbaring di rumah sakit. 

"Mana uangnya?!"

"Ada di dalam bagasi! Kalian ambil lalu berjanji jangan pernah menggangguku ataupun adikku!" 

Kedua pria yang tengah mengeluarkan tas  tersebut tersenyum sinis saat membuka ketiga tas di hadapannya. "Aku curiga kamu mendapatkan uang sebanyak ini dalam waktu dua hari, jika tidak meminjam di bank kamu pasti menjadi pelacur yang dibayar mahal oleh seseorang, jadi yang mana yang kamu lakukan itu?"

Jesslyn tersentak kaget saat kedua pria itu mendekat padanya "Kalian mau apa?! jangan macam-macam!!"

Kedua pria berbadan besar tersebut nampak tertawa dan saling melirik "kami sangat yakin kamu pasti menjual tubuhmu itu bukan? sehingga mendapat uang yang sangat banyak, bagaimana jika kamu memberikan tubuhmu pada kami? tenanglah kami juga akan membayarmu" 

Jesslyn menggeleng takut dan mencoba menendang dua pria yang makin kurang ajar padanya itu "Kalian sudah mendapat apa yang kalian mau! jangan menggangguku brengsek!!"

Jesslyn menjerit saat satu orang pria  menariknya dan mencoba memeluk tubuhnya, Jesslyn sudah begitu ketakutan dan mungkin dia akan pingsan jika tak ada seseorang yang menariknya dan membawa ia masuk ke dalam tasi yang dia naiki mengabaikan teriakan tak terima dua pria tadi.

Kemudian taksi itu berjalan meninggalkan tempat kejadian dan Jesslyn mampu mendesah lega dengan air mata yang mengalir di matanya, dia tau dia sudah kehilangan harga dirinya namun jika ada seseorang yang kurang ajar padanya tentu Jesslyn akan terluka. 

"Pak, terimakasih banyak" 

Jesslyn melirik si supir taksi yang membantu ia tadi, melihat senyum yang terpatri di wajah pria baya itu membuat hati Jesslyn mendesah lega "Sama-sama Mbak, saya sudah curiga sama orang-orang itu tadi, dan saya tentu gak bisa diam ketika melihat mereka makin kurang ajar pada Mbaknya, karena saya juga punya anak perempuan, saya tidak mampu membayangkan jika anak saya berada di posisi yang sama dengan Mbaknya." 

Jesslyn mengembangkan senyumnya dan menghapus air matanya, dia sanggat bersyukur atas pertolongan supir taksi ini. 

Jesslyn tiba di kantor tepat saat jarum pendek menunjukkan pukul 9 pagi, dia memasuki ruang kerjanya dengan pandangan aneh di setiap orang yang melihatnya. "Rini, mejaku kenapa kosong?"

Jesslyn bertanya pada Rini yang masih menatap dia dengan pandangan bingung lalu setelanya temannya tersebut menarik dia menuju keluar ruangan agar bisa bicara empat mata. 

"Jujur padaku, kamu menerima pekerjaan yang Pak Arion beri?" Jesslyn baru mengingatnya, dan dia mengangguk menatap Rini yang kedua matanya kini membulat sempurna. "Pantas! Kamu tau, tadi sekertaris Pak Arion sendiri yang datang ke ruangan kita dan menyuruh orang-orang itu memindahkan barang-barangmu"

Kedua mata Jesslyn ikut terbuka "Jadi barang-barangku ada di atas sana?"

Rini mengangguk kuat  "Kamu hutang penjelasan lagi Jesslyn!" Jesslyn tersenyum tipis dan mengangguk, "kalau begitu aku naik dulu, kamu kembalilah bekerja" 

Rini mencebikkan bibirnya dan memeluk Jesslyn, "Kita tak seruangan lagi, kini kita terpisah" Jesslyn tertawa pelan dan memeluk tubuh Rini "Ya, aku pun berat meninggalkanmu"

"Ingat jam makan siang nanti kamu harus bercerita pada kami" 

"Iya Rini, sudah sana masuk" 

Rini tersenyum dan melambai pada Jesslyn yang membalas lambaiannya sebelum ia beranjak ke dalam lift dan menuju lantai dimana ruangan Arion berada. Jantungnya tentu berdebar keras, dan dia begitu takut hukuman apa yang Arion layangkan untuknya nanti.

Saat lift berdenting di lantai yang ditujunya, langkah Jesslyn perlahan bergerak pada tempat Joshua, sekertaris Arion yang tengah berkutat dengan surat-surat di tangannya. "Maaf, apa-"

"Masuklah, Pak Arion menunggumu" 

Jesslyn tersenyum tipis, dia bahkan belum selesai berucap namun ucapannya sudah dipotong. "Apa Pak Arion marah?" Jesslyn bertanya pelan dan melihat  tatapan datar Joshua yang tak mengatakan apa-apa sudah memberikan jawaban untuk Jesslyn. 

Gadis itu mengangguk mengerti sebelum permisi untuk pergi ke belakang dan berhadapan dengan pintu kaca buram di depannya ini. Menarik dan menghembuskan napasnya dulu sebelum Jesslyn beranikan dirinya untuk mengetuk pintu di hadapannya. 

Namun tak mendengar jawaban Jesslyn mencoba mengulangi ketukannya agar lebih keras hingga kepalan tangannya memerah. "Masuk saja lansung" Jesslyn menoleh pada Joshua yang berbicara padnya tanpa memandangnya membuat ia berdecak, sikap pria  itu begitu datar dan terkesan cuek. 

Jesslyn membuka pintu kaca itu dan pandangannya lansung tertuju pada  meja dan barang-barangnya yang ada di dekat pintu masuk, lalu kepalanya ia torehkan pada sosok Arion yang duduk di meja sana tengah mengerjakan sesuatu di dalam laptopnya. 

"Pak Arion maaf  saya baru datang" 

Arion masih diam dan menganggap layak ya tak ada orang di dalam ruangannya tersebut. "Pak?" Jesslyn mencoba lebih dekat dan memanggil sang atasan namun masih tak ada jawaban hingga Jesslyn menjadi bingung sendiri. 

Wanita itu mengusap lengannya dan meliarkan pandangannya ke penjuru ruangan sebelum ia alihkan lagi pada Arion yang masih sama seperti posisinya. Jesslyn sungguh tak suka berada dalam posisi seperti ini. 

"Pak? saya boleh duduk?" 

Karena tak mendapati jawaban sang Boss Jesslyn melayangkan langkahnya menuju meja barunya. Dan baru kedua bokongnya menyentuh kursi suara bernada Bass itu memenuhi penjuru ruangan membuat bulu kuduknya berdiri.  

"Siapa yang menyuruhmu duduk di situ?!" 

Jesslyn kemudian bangkit dan kembali berdiri menatap Arion yang menatap dia dengan sorot marahnya yang baru Jesslyn akui begitu menakutkan. 

"Ma-maaf Pak" 

"Kemari!" dengan tanda dari tangannya, Arion memanggil Jesslyn agar mendekat padannya. Kedua kaki kecil Jesslyn layangkan hingga tiba di depan meja Arion, namun pria itu masih meminta  ia mendekat dan saat tubuhnya sudah berdiri di sisi sang atasan, tiba-tiba saja pria itu menariknya dan menjatuhkan dia di meja kerjanya yang besar. 

"Apa aku memberimu izin untuk datang terlambat? atau aku memberimu izin untuk duduk di kursi itu?"

Jesslyn yang terbaring tengkurap di atas meja Arion dengan kedua kaki yang masih menjuntai itu hanya menggeleng menahan jeritan kaget saat tangan besar Arion menaikkan rok span miliknya hingga kedua bongkahan pantatnya terlihat bersama celana dalam miliknya itu. 

"Jawab!"

"Tidak Pak ..."

Jesslyn menggigit bibirnya saat merasakan jemari Arion menurunkan celana dalamnya dan mempertontonkan kedua pantatnya yang polos. "Aku paling tak suka ada seseorang yang yang membantahku!" 

"Dan kamu melakukannya ..."

Jesslyn menjerit sakit saat dengan tiba-tiba Arion memasukan kedua jemarinya ke dalam liang intinya dan menggerakkannya dengan begitu cepat, saat rasa perih karena kondisi liangnya yang tadi belum siap dan kini Jesslyn sudah merasakan nikmat saat kedua jari Arion mulai mengocok kasar miliknya. 

"Nikmat Jesslyn?" Arion menambah satu lagi jarinya dan terus mengocoknya dengan kuat. Jesslyn hanya mampu mengangguk dengan desah nikmat yang ia tahan agar  tak keluar. Melihat tubuh Jesslyn yang mulai bergetar, Arion mencabut ketiga jarinya dan membuka celana dalam Jesslyn sebelum ia simpan benda itu dan mengusir Jesslyn. 

Dia sengaja menghukum Jesslyn, saat gadis itu ingin meraih puncaknya Arion jelas menghentikannya dan mengusir wanita itu, sementara Jesslyn yang merasakan betapa kecewanya dia hanya bisa menunduk dan berjalan dengan rasa tak nyaman yang disebabkan intinya yang masih berdenyut meminta kepuasan yang belum didapatinya. 

"Ini hanya hukuman ringan untukmu! Lain kali bantah aku dan akan aku berikan yang lainnya" 

Jesslyn yang sudah terduduk di kursinya hanya mengalihkan wajahnya yang memerah, dia sungguh kesal dengan Arion saat ini. 

TBC...

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nietha
kurang ajar arion, dikira enak apa di gntungin,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status