Jesslyn memasuki rumah kostnya dengan desah lelah, memeriksa Kean yang tertidur di atas ranjangnya, Jesslyn beralih membawa bungkusan nasi goreng yang dibawanya ke atas meja dan dia mengambil pakaian gantinya. Karena tubuhnya yang mulai lelah dan lengket Jesslyn memilih membasuh tubuhnya itu.
Kembali di dalam kamar mandi pikirannya mulai pening memikirkan uang satu miliar yang harus kemana ia cari. Tadinya ia memang mau menghubungi Arion, menelepon sang Bos dan menerima tawaran pekerjaan baru untuknya, namun egonya tersentil dan akhinya ia mengurungkan niatnya.
Selesai membersihkan tubuhnya Jesslyn bergerak mengambil dua piring dan menatanya di atas karpet di depan televisi yang menyala di dalam kostnya. Setelah menyiapkan makanan yang tadi dibelinya untuk dia dan Kean, Jesslyn bergerak menuju ranjang dimana tubuh Kean yang masih terbaring lemah itu, membangunkan sang adik dengan perlahan hingga kedua mata itu terbuka dan menatapnya sejenak sebelum Kean bangun dan mengusap wajahnya.
"Bangun, makan"
Jesslyn berjalan ke lemarinya dan mencoba mencari baju yang bisa Kean kenakan, karena pria itu yang datang kemari tak membawa apapun. Jesslyn berdecak karena dia tak memiliki kaos yang besar untuk Kean, akhirnya ia memilihkan sebuah Kaos yang ia dapat dari Bapak Kostnya itu.
"Pakai ini" Jesslyn memberikan kaos tersebut untuk dikenakan Kean sebelum dia meninggalkan Kean di dalam kamar dan berjalan terlebih dulu ke atas karpet dan mulai memakan makannya. Tak lama Kean datang dan mengambil duduk di samping Jesslyn mereka makan dalam diam dan membiarkan acara Tv yang menghilangkan hening.
"Kak Jess, tentang uang itu-"
"Kean! Bisakah kamu jangan membahas masalah itu lagi?! Cukup makan dalam diam! Biar itu aku yang urus!"
Kean mendesis dan menatap remeh pada Jesslyn "kamu yang urus? uang dari mana memang? Kak, kita tak akan bisa membayar uang itu, kita sudah tamat! Lebih baik aku mati, malam ini aku akan pergi mencari mereka-"
Jesslyn menampar pipi Kean dengan kedua matanya yang berkaca "Apa kamu tidak berpikir sebelum bicara?! Jika kamu mati apa mereka akan berhenti begitu saja?! Mereka pasti menggangguku Ken! Mungkin lebih baik jika aku lansung dibunuh, bagaimana jika aku dijadikan piala bergilir oleh mereka?! Bukan hanya kamu yang takut persoalan ini Ken!! Tolong jangan membuat keruh suasana!"
Kean menitikan air matanya dan menggenggam tangan Jesslyn erat "Maaf Kak, kalau begitu... Kita mati sama-sama bagaimana?" Kedua mata Jesslyn membulat lebar dan dia dengan penuh amarahnya memukul keras kepala Kean yang tak ada pintarnya itu.
"Bodoh! Astaga kenapa kamu bisa menjadi adikku sih!! Tenanglah aku sudah mendapat pinjaman uang! Kamu atau aku tak perlu mati atau takut dibunuh oleh orang-orang itu, aku sudah mendapat solusinya!"
Kean membulatkan matanya lebar, "Benarkah? Kenapa kakak tidak bilang dari tadi? Apa itu teman Kakak? Dia mau meminjamkan kita uang?" Jesslyn mengangguk dengan ragu dan membuang pandang dari Kean yang tersenyum lega "Tapi bagaimana bisa teman Kakak meminjamkan uang sebesar itu padamu, apa dia tak curiga?"
"Sudahlah kamu tak perlu tau lebih jauh! Yang jelas kita bisa membayar mereka. Lalu setelahnya kamu harus bekerja dengan benar untuk mengembalikan uang itu!" Kean tersenyum haru dan mengangguk kuat "Iya kak, Kean akan berubah!"
Jesslyn mendengus lalu senyum tipisnya terbit, dia memaki kebohongannya, teman? Memang siapa yang mau meminjamkan dia uang sebanyak itu, mungkin ada seseorang namun juga dia harus mengorbankan tubuhnya hanya demi uang satu miliar.
Baiklah Jesslyn siap dengan segala resikonya dia akan mendatangi Arion, sampingkan ego dan harga dirinya karena nyawanya dan adiknya kini yang terpenting.
**
"Ahhh..." Arion menengadahkan wajahnya pada air yang turun dari shower di kamar mandinya. Kedua matanya membuka lebar dan decakan kesal ia keluarkan dari bibirnya.
"Shit!!!"
Arion merasa ini bukan dirinya, sebelum bertemu dan melakukan hubungan intim dengan Jesslyn dia tak pernah memuaskan dirinya sendiri seperti ini. Tapi semenjak malam itu bayangan percintaan panas selalu terbayang di otaknya hingga dia selalu ber-onani atau bermain solo saat wajah dan bayangan tubuh Jesslyn terlintas di otaknya.
Sebelum berada di kamar mandi tadi, Arion sudah berada di club malam dan mencari seseorang yang bisa memuaskan hasratnya yang belakangan ini suka terbangun tak terkendali namun saat ingin melakukannya tiba-tiba saja Arion tak menginginkannya, api gairahnya padam tiba-tiba karena perasaan bersalah pada Karen mantan calon istrinya tersebut.
"Ah Jesslyn! Kamu harus menerima tawaranku!"
Karena dirinya yang mulai menggigil akibat air dingin yang menerpa tubuh berototnya, Arion mengambil handuknya dan mengeringkan tubuhnya sebelum benda itu ia tempelkan di atas pinggang dan dia berlalu keluar kamar mandi untuk mengistirahatkan tubuhnya yang mendadak lelah.
Paginya, Arion meminta pada Joshua untuk tak menjemputnya ke apartemen, dia ingin menyetir sendiri karena sebelum berangkat ke kantor Arion ingin mengunjungi Karen terlebih dahulu.
Di sinilah dia sekarang sebuah pemakaman yang elite yang ia pesan khusus untuk Karen saat gadis itu kehilangan nyawanya dulu. Arion mengambil bunga yang tadi dibelinya sebelum dia datang ke pemakaman. Arion membuka pintu mobilnya dan berjalan melewati jalan setapak dan perlahan langkahnya memelan saat kakinya ingin tiba di makam Karen.
Kedua matanya menajam melihat satu sosok yang berdiri di samping pusara sang pujaan hati dengan kacamata hitam yang membalut kedua matanya, kini saat orang tersebut tau tengah diperhatikan pandangannya ditegakkan dan di situlah mereka saling tatap.
Arion berdecak tak suka dan melanjutkan langkahnya sampai di samping pria itu. "Mau apa kemari?" Arion lansung bertanya tanpa memulai basa-basi terlebih dahulu. Pria itu mendengus dan tersenyum sinis.
"Aku hanya mengunjunginya, tidak bolehkah?"
Arion menggeleng "Tidak!, kalau begitu pergilah!" Pri itu tertawa pelan dan membuka kacamatanya memperlihatkan warna mata yang sama dengan Arion. "Apa kamu masih membenciku karena dia yang menyatakan cintanya padaku dulu, Abang?"
Arion mencengkram erat bunga yang ada di tangannya, dia sungguh tak suka jika kenangan itu kembali teringat. Dan ia juga tak suka saat pria di depannya itu menekankan kalimat terakhirnya.
"Pergilah Rafael, jangan membuatku kehilangan kesabaran!"
Rafael pria itu tertawa pelan dan mengangguk kuat "baiklah aku pergi, aku hanya memberitahumu, aku datang kemari karena ingin meminta maaf padanya, dan juga memberitahunya bahwa aku akan menetap di negara ini"
Rafael tersenyum sinis sebelum langkahnya ia layangkan untuk meninggalkan Arion yang masih terpaku atas kata-katanya barusan. Arion mendesah lelah, artinya Rafael tidak kembali ke Australia untuk melanjutkan bisnis orangtua mereka.
Ya, Rafael adiknya, Adik yang dulu begitu akrab dengannya, namun kecanggungan mulai terasa saat dia melihat bagaimana Karen yang menyatakan cintanya pada Rafael, sejak saat itu dia menjauh dan mulai melupakan cintanya. Namun saat dia mau melepas Karen, gadis itu kembali padanya dengan pernyataan cinta dan memohon untuk menerimanya.
Karena memang perasaan yang Arion punya itu masih cinta, jadilah ia menerima Karen untuk masuk lebih jauh ke dalam hatinya. Arion tak memperdulikan bagaimana dia yang melihat Karen menyatakan cinta pada Rafel namun melihat gadis itu yang kembali padanya sudah membuat dia senang hingga kesenangan itu dan kebahagiannya tak bertahan sampai malam pernikahannya.
Arion menghela napasnya dan pandangannya ia alihkan pada pusara di hadapannya, ia berjongkok dan meletakkan bunga mawar untuk Karen, mengusap nisan tersebut dengan pandangannya yang berkaca karena merasa bersalah dan rindu terhadap wanita itu.
Ia merasa bersalah karena belakangan ini ia selalu mengingat Jesslyn dibanding Karen, karena percintaannya dan Jesslyn mampu menghilangkan bayang-bayang Karen walau tak banyak. "Maafkan aku Karen, aku hanya mau mengatakan bahwa kamu masih tetap nomor satu di hatiku" Arion tersenyum tipis dan mengecup papan nisan tersebut sebelum dia bangkit untuk berangkat ke kantor.
**
"Ingat! Jangan melakukan hal aneh apapun! Aku meninggalkan uang untuk kamu beli makan nanti, hubungi aku jika ada masalah!"
Kean mendesis dan mengangguk, pagi-pagi Kakaknya itu terus mengoceh padanya yang masih tertidur hingga ia harus terbangun karena omelan Jesslyn.
"Aku pulang sore jadi kamu jangan pergi kemanapun!"
"Iya Kak Jesslyn, sudah sana pergi"
Kedua mata Jesslyn membulat lebar dan menepuk kepala Kean "Kamu mengusirku?! Ingat dimana kamu tinggal sekarang!"
Kean mengusap kepalanya dan menunjuk jam di dekat pintu "Kakak memang tidak terlambat?"
Melihat yang ditunjuk Kean membuat dirinya dengan cepat berlari keluar namun sebelum ia benar-benar pergi dia kembali mengancam Kean agar tak melakukan tindakan gila, seperti bunuh diri mungki. Ya, Jesslyn hanya takut Kean melakukannya.
Menaiki kendaraan umum yang begitu sesak karena banyak penumpang seperti ia yang ingin berangkat bekerja atau berpergian ke suatu tempat, Jesslyn sudah terbiasa, ya beginilah rutinitas hari bekerjanya.
"Jess" Jesslyn menoleh saat ingin memasuki gedung kantornya dan melihat Keisa yang berlari kecil menuju arahnya.
"Hai Mbak, kenapa?"
Keisa memegang tangan Jesslyn yang menatapnya bertanya "Kamu lagi ada masalah ya? Kamu bisa cerita padaku Jes, ada apa?"
Jesslyn menegang namun dia berusaha tenang dan memberi Keisa senyumnya "enggak kok Mbak, kenapa tanya seperti itu?"
"Semalam kamu aneh, tidak mungkin kamu hanya menaruh kangen padaku, pasti ada masalah yabg mau kamu ceritakan padaku, cerita saja Jess"
Jesslyn menggeleng meyakinkan Keisa "Tidak Mbak, tidak ada masalah apapun, aku memang hanya merindukanmu" Jesslyn merangkul bahu Keisa dan membawanya msuk ke dalam gedung diiringi desah Keisa yang Jesslyn tertawakan karena menganggap hal itu lucu.
Jesalyn masih belum siap membagi masalahnya ini, biarlah ia mencari jalan lain sebelum alternatifnya menerima pekerjaan dari Arion.
Sepanjang siang Jesslyn selalu tak fokus karena memikirkan adiknya di rumah kostnya, dia khawatir jika Kean melakukan sesuatu. Karena pikirannya yang tak fokus akhirnya Jesslyn pergi ke toilet setelah mengambil ponselnya untuk menelepon sang adik namun lama tak dijawab membuat Jesslyn khawatir.
Mencoba menelepon ulang dan di getar ke-empat panggilannya diterima dan membuatnya menghembuskan napas lega, namun tak lama kelegaannya hilang karena suara dari sebrang membuatnya bergetar takut.
"Adikmu kabur, dan kami mencarinya... Kami sudah mendapatkannya dan akan kami eksekusi hari ini"
"Dia tidak kabur! Dia mencariku! Tolong jangan sakiti dia!!"
Jesslyn meremas ujung roknya dengan tubuh yang bergetar takut. "Temui dia, aku beri alamatnya dan datanglah"
Panggilan terputus dan Jesslyn menjerit kesal, dia mengusap wajahnya dan menatap bayangannya di cermin, sungguh dia tak bisa membayangkan Kean yang akan disiksa sampai mati.
Baiklah, demi ayahnya dia akan berkorban untuk adiknya.
Jesslyn mengusap wajahnya dan membetulkan pakaiannya sebelum dia pergi ke luar.
"Rini, nanti izin kan aku ya, sepertinya aku demam"
Jesslyn membereskan barang-barangnya dengan cepat tanpa menoleh pada temannya. "Kamu sakit Jess? Mau aku antar?"
Jesslyn menggeleng "tidak perlu, aku minta tolong padamu ya Rin"
Rini tersenyum dan mengangguk "serahkan padaku Jess"
Jesslyn berlari membawa tasnya menuju lift, memaki dalam hati saat lit yang ditunggu tak juga datang.
Ia harus terus menenangkan debar jantungnya yang menggila. Saat lift sudah berdenting di lantai bawah, dia dengan kecepatan kilatnya berlari hingga harus menubruk seseorang yang lansung menariknya ke dalam dekapan dengan harum maskulin tersebut.
"Ma-maaf Tuan"
Tanpa melihat siapa yang ditabraknya Jesslyn hanya menunduk dan meneruskan langkahnya menuju pintu keluar untuk mencari taksi.
Seseorang yang ditabraknya itu masih berdiri menghadap Jesslyn yang kini sudah hilang dari pandangannya, senyum sinis itu terpatri di wajah tampannya dan dia dengan langkah santainya berjalan menuju lift.
Orang itu, Arion, dia yang baru tiba dari pemakaman dibuat kaget saat seseorang menubruk dadanya, saat ingin melayangkan marah justru ia terpaku karena melihat Jesslyn wanita yang membuatnya susah tidur saat malam dan yang mengganggu pikirannya adalah mata berkaca wanita itu dan gerak tubuhnya yang nampak terburu-buru.
Arion harus bersabar, ia yakin Jesslyn akan menerima tawarannya, namun jika memang tidak, terpaksa Arion yang akan menarik Jesslyn sendiri.
**
Menempuh satu jam perjalanan, Jesslyn tiba di sebuah rumah besar yang nampak terbengkalai membuatnya ragu apakah sang adik benar ada di dalam.
Namun saat langkahnya semakin dekat dia mendengar seseorang yang merintih dengan suara pukulan yang membuat hatinya sakit. Jesslyn berlari dan memasuki rumah tersebut matanya nanar menatap Kean yang sudah tak berdaya dijadikan samsak oleh dua orang berbadan besar.
"Stop!! Kalian menyakitinya!"
Jesslyn akan mendekat ke arah Kean, namun seseorang yang ada di dekatnya menahan tangannya dan mendorong ia menjauh membuat kedua mata Jesslyn meneteskan air mata.
"Kamu mau adikmu kembali? Berikan uangnya dulu!"
Jesslyn memberikan sorot benci pda ketiga manusia yang ada di dekatnya "Kamu berjanji untuk tidak menyakitinya bukan?! Kenapa kamu bohong?!"
Pria dengan rambut panjangnya itu mengendikkan bahu "Dia mencoba melawan jadi harus kami lumpuhkan, jadi cepat beri uangnya dan kamu bisa membawa adikmu!"
"Aku-aku tidak membawanya"
Pria di depannya nampak murka dan menyuruh kedua orang yang memegangi Kean untuk menghabisinya namun Jesslyn terus menjerit.
"Kean tidak mengambil uang kalian!! Dia tidak memegang sepeserpun tapi kenapa dia yang harus menggantinya, dia bahkan ikut ditipu oleh orang-orang yang ikut andil dalam pencurian uang itu!"
Pria di depannya melangkah dan mencengkram dagu Jesslyn dengan kasar "Tapi dia yang mencurinya, habisi dia"
"Tidak!! Stop jangan... Kamu bilang bukan, batas waktunya dua hari, dan ini masih ada sisa satu hari lagi? Biarkan aku membayarnya besok aku janji asal jangan sakiti Kean dia sudah sekarat!!"
Jesslyn memohon dan nampaknya permohonannya didengar oleh mereka. "Baiklah, besok pagi, jika kamu bohong ingat apa yang bisa kami lakukan!!"
"Iya aku janji! Tapi tolong bawa Kean ke rumah sakit"
Pria dengan rambut sebahunya itu mendesis dan mengajak dua temannya untuk pergi meninggalkan Kean juga Jesslyn yang terpaku.
Jesslyn berlari pada Kean yang napasnya memburu hebat dengan wajahnya yang mengeluarkan darah.
"Kak... Maaf"
Jesslyn menggeleng dengan air mata yang menetes deras "Simpan maafmu!! Jangan mati karena banyak hutang yang harus kamu bayar padaku Kean!!"
Jesslyn mencoba memapah Kean keluar gedung dan memberhentikan taksi yang melintas, dia memohon pada penumpang yang ada di dalam taksi tersebut untuk memberikan mereka tumpangan ke rumah sakit.
Untunglah dia ditolong dan Ibu dengan anak kecil yang tengah menaiki taksi tersebut bertanya ada apa dengan Kean hingga wajahnya penuh lebam juga darah yang mengalir dari bibir dan hidungnya.
Jesslyn hanya menjelaskan bahwa Kean menyelamatkan dirinya karena hampir diperkosa, tak apa berbohong dia tak mungkin jujur bukan?
Setibanya di rumah sakit Jesslyn sangat berterimakasih pada Ibu dan supir taksi yang tak memungut bayaran padanya, dia segera meminta pertolongan hingga beberapa perawat datang membawa brankar kosong untuk Kean.
Setelah menjalani pemeriksaan, Jesslyn begitu syok saat tau luka-luka di tubuh Kean begitu banyak. Beberapa tulang yang sering di tendang dan dipukuki oleh orang-orang itu membuat retak dan Jesslyn tak tega melihat kondisi Kean yang saat ini butuh penanganan serius.
"Setelah ini selesaikan biaya adminnya agar pasien bisa dipindah ruangan Bu"
Jesslyn mengangguk pada suster yang berbicara padanya, dia mengusap wajahnya dengan kasar, uang dari mana?
Akhirnya Jesslyn mengambil ponsel dan menghubungi Keisa. "Halo Mba?" Jesslyn menumpahkan air matanya dan membuat temannya yang ada disebrang dilanda kepanikan.
"Ada apa Jesslyn? Kamu kenapa?"
"Aku bohong Mbak, aku ada masalah besar"
Jesslyn menangkup wajahnya saat isakannya tak terkendali, ia memilih duduk di sebuah kursi panjang karena kakinya yang melemas.
"Masalah apa Jesslyn, cerita padaku aku akan menolongmu"
Jesslyn mengusap air matanya kasar "Mbak bener bisa bantu aku?"
"Iya, kamu mau minta tolong apa?"
Jesslyn diam sejenak menghentikan isak tangisnya, dia sesungguhnya masih ragu dan malu tapi dia benar-benar membutuhkan uang itu.
"Pinjamkan aku uang Mbak, nanti pasti akan aku ganti"
"Oya oke, aku pinjamkan Jess kamu jangan nangis ya, berapa memang?"
Jesslyn tersenyum lega saat Keisa mau menolongnya "Satu miliar Mbak" hening disebrang sana membuat Jesslyn tak yakin bahwa Keisa mendengar apa yang dikatakannya.
"Jess, kalo segitu aku tidak ada"
Jesslyn menipiskan bibirnya dan mengangguk "Iya Mbak, gapapa terimakasih sudah berniat membantuku"
"Jess kamu gapapa? Jika ada yang lain yang bisa aku bantu aku pasti akan membantumu Jess"
"Tidak apa Mbak, yaudah Jesslyn tutup ya, terimakasih Mbak"
Jesslyn mematikan sambungannya dan membuka nomor sang atasan yang sudah ia simpan di ponselnya.
Haruskah dia hubungi pria itu?
Ya, dia harus, Jesslyn sudah tak memiliki jalan lain.
Nomornya sudah ia tekan dan mendengar sambungan dari ponselnya membuat jantungnya berdebar tak karuan.
"Ya?"
Jesslyn meneguk kasar salivanya mendengar suara yang membuat buku kuduknya berdiri itu.
Dengan suara bergetarnya Jesslyn mencoba membalas suara di sebrang sana.
"Pak, ini Jesslyn..."
Hening sejenak dan Jesslyn meremas roknya karena Pak Arion yang tak segera menanggapi perkataannya.
"Ohh Jesslyn, setelah satu hari akhirnya kamu menghubungiku, jadi bagaimana?"
Jesslyn menarik napasnya sebelum ia hembuskan perlahan.
"Bisa saya bertemu Bapak sore ini?"
Tbc...
Arion yang tengah mengadakan rapat mendadak menghentikan kegiatannya tersebut karena menerima telepon dari nomor asing yang ia yakini sebagai wanita itu, Jesslyn. Semua yang ada di ruangan itu sontak saja terheran terlebih Joshua yang duduk di sebelah atasannya tersebut.Arion hanya berkata bahwa rapat kali ini akan dilanjutkan esok, dan tiba-tiba saja Arion pergi meninggalkan ruangan rapat. Dengan mempertahankan wajah datarnya Arion membuat seseorang yang tengah presentasi dilanda gundah karena berpikir itu adalah salahnya.Arion berdehem sejenak sebelum mengangkat panggilan dari nomor asing yang ia yakini sebagai milik Jesslyn tersebut."Ya?"Arion merasakan jantungnya berdebar, seharusnya dia tak merasakan ini, tidak pernah ada yang membuatnya merasakan hal ini sebelumnya."Pak, ini Jesslyn..."Senyum Arion terbit perlahan, ya dia sudah mengetahuinya. Mendengar suara yang begitu ia ingat membua
Jesslyn memejamkan kedua matanya saat Arion yang berada di bawah sana tak berhenti memberinya nikmat dari lidah pria itu yang terus menjelajahi inti dirinya."Buka matamu saat aku menyatukan diri denganmu!"Jesslyn membuka kedua matanya melihat wajah Arion yang sudah sejajar dengan wajahnya, sebelum pria itu melebarkan kedua kakinya dan mengusap miliknya dengan kejantanannya yang sudah tegak sempurna."Ah.. Bapak!"Jesslyn mengerang kecil saat Arion menggodanya degan mengeluar masukkan miliknya di bawah sana."Stop panggil Bapak ketika aku menyentuhmu, aku bukan Bapakmu!"Jesslyn hanya mengangguk dan memejamkan kedua matanya saat dengan perlahan Arion memasukkan miliknya."Ahh Arion! Pelan ..." Jesslyn tersentak kaget saat Arion kembali melepasnya dan pria itu bangkit membawa tubuhnya duduk dengan tubuh yang saling berhadapan. Pria itu tersenyum miring melihat wajah Jesslyn yang kecewa namun juga diliputi gairah."Bergera
Jesslyn merapatkan kakinya, dia sungguh tak nyaman saat di bawah sana, miliknya itu tak tertutupi apapun lagi. Wanita itu melirik Arion yang masih sibuk dengan laptopnya dan tak menghiraukannya yang tadi sudah membuatnya frustasi karena perbuatan Arion yang menghentikan permainan saat dia ingin meraih puncak.Berdiam diri di ruangan Arion dan tak melakukan apapun juga membuat kantuknya datang sehingga tak jarang Jesslyn menutup mulutnya karena sering menguap. Matanya sudah berat dan dia membutuhkan waktu untuk merebahkan kepalannya.Saat kantuknya kembali datang, Jesslyn tak tahan untuk tak berbicara pada Arion yang masih seperti robot di kursi sana, "Pak, apa tidak ada sesuatu yang bisa saya kerjakan?"Arion melirikkan kedua matanya pada Jesslyn sebelum pria itu beri gelengan. Jesslyn mendesah lelah, "tapi saya ngantuk jika tak ada kerjaan" Arion hanya diam dan tak menghiraukan Jesslyn.Wanita itu berdecak sebal dan meletakkan kepalanny
"Ini kamarmu, mulai hari ini sampai hari jum'at besok kamu resmi tinggal di apartemenku"Jesslyn hanya menganggukkan kepalanya mengerti, kamar yang ditunjuk Arion tentu Jesslyn ingat, tempat mereka bercinta setelah dia menandatangani kertas perjanjiannya dengan Arion."di depannya adalah kamarku, ingat! Jangan pernah masuk ke dalam kamarku tanpa aku suruh, dan jangan mengacau di apartemenku. Selalu siap saat aku memanggilmu"Jesslyn kembali mengangguk dan Arion menyuruh Jesslyn untuk masuk ke dalam kamarnya melalui kode dari wajahnya."Masuklah, istirahat di dalam sana"Arion kemudian berlalu meninggalkan Jesslyn dengan menutup pintu kamarnya, pria itu mendesah pasrah dan melihat bingkai foto Karen yang terpajang besar di kepala ranjangnya.Senyumnya tersungging lebar, meski dia menikmati percintaan panasnya dengan Jesslyn, terkadang rasa bersalah dan sedih ia rasa jika ia mengingat Karen. Kekasih hatinya yang telah lama pergi.Jessly
Arion mendesahkan napasnya gusar, ia melirik Jesslyn yang sedang meneliti laporan sebelum akan diberikan padanya, kedua telinga wanita itu tersumpal olehearphoneyang memutar musik. Sejak semalam, Arion gagal menyentuh Jesslyn dan mengingat malam tadi membuatnya berdecak sebal. Semalam saat ia dengan langkah lebar untuk melanjutkan permainan mereka, ia justru menemukan Jesslyn yang tertidur. berusaha keras untuk Arion membangunkannya namun wanita itu tak mau bangun dan memilih melanjutkan tidurnya. Pikirannya ia akan tetap menggagahi Jesslyn ketika wanita itu tertidur, tapi tentu itu sama sekali bukan dirinya, ia menginginkan melihat wajah memerah Jesslyn saat wanita itu mencapai puncak surga dunia. Dan paginya saat ia akan meminta Jesslyn memainkan miliknya, Joshua sudah tiba di apartemennya untuk menjemput dia ke kantor. Kini Arion justru melihat Jesslyn yang nampak santai bekerja di meja sana tanpa memikirkan dia yang be
"Benar, tidak mau aku antar pulang?"Jesslyn mengangguk yakin, sudah 4 kali Arion bertanya dan meyakinkan dia untuk diantar pulang namun Jesslyn tetap menolaknya.Ia tidak ingin lansung pulang ke rumah kostnya. Melainkan pergi ke rumah sakit untuk memeriksa kondisi sang adik."Yaudah Pak, saya pulang duluan ya"Jesslyn yang selesai membereskan barang-barangnya pamit pada Arion yang masih duduk di kursinya. Arion mengangguk dan memperhatikan punggung Jesslyn yang sudah pergi meninggalkan dia sendiri di dalam ruangannya.Dan sebelum ia tiba di rumah sakit terlebih dahulu Jesslyn membelikan buah untuk Kean.Memasuki rumah sakit, Jesslyn menemui dokter Abi yang menjelaskan kondisi Kean setelah ia menanyakannya. "Kondisinya sudah lumayan baik, sepertinya dua hari lagi dia juga sudah bisa pulang"Jesslyn tersenyum lega dan mengucapkan terimakasih sebelum ia melanjutkan jalannya ke kamar rawat Kean.Membuka pintu di hadapannya dan ia
"Kamu gak pulang Kak?"Jesslyn yang baru saja keluar dari kamar mandi, menatap Kean yang duduk di atas ranjang sembari menanyakan pertanyaan itu padanya.Wanita itu menggeleng menjawab tanya Kean "Udah malam, malas juga mau cari kendaraan. Aku nginep aja ya?"Kean tersenyum dan mengangguk "Iya boleh, aku jadi ada temennya juga"Jesslyn meletakkan tasnya di atas sofa yang tersedia di ruang rawat Kean yang tidak besar itu."Bukannya kemarin-kemarin juga ada temannya?"Kean menggeleng dan mengalihkan pandangannya dari Jesslyn karena wajah pria itu sedikit merona. Nampak Jesslyn masih tak mau berhenti menggoda adiknya itu."Masa sih? Lalu sama perawat tadi itu apa? Sampe disuapin loh""Ck! Kakak apasih, dia yang suka sama aku, dia maksa mau suapin Kean padahal mah Kean nya gak mau!"Kedua mata Jesslyn memicing tajam dengan senyum menggoda yang terpatri di bibirnya membuat wajah Kean makin memerah malu. "Udah ah Kak, jadi Kak
Sepanjang hari yang dilakukan Jesslyn hanya tidur di atas ranjang atau sekedar keluar untuk mencari makan. Kegiatan ini sungguh tak ada bedanya ketika dia sedang libur di rumah. Bukankah katanya dia ingin pergi jalan?Namun jika hatinya berkeinginan begitu tidak dengan tubuhnya yang memilih kasur sebagai tujuan akhirnya.Ya, bersantai seharian di atas ranjang itu kenikmatan yang tak ada duanya.Dan disela waktu santainya itu, ada yang mengganggu karena ia mendengar sebuah ketukan di pintu kostnya. Bangkit dengan perasaan kesal untuk membuka pintu, dia justru terkejut karena kedatangan Rini yang membawa dua kantung plastik besar berisikan makanan itu."Jesslyn!! Astaga kamu harus membantuku!"Jesslyn menahan keterkejutannya saat Rini tiba-tiba saja datang dan berbicara padanya. "Ada apa? Kamu bisa mengatakannya padaku" Jesslyn membawa masuk Rini dan ia dudukan temannya itu ke sofa di ruang tamunya."Aku butuh bantuanmu